Universitas Brawijaya Kukuhkan Dua Profesor Baru

Prof Dr Catur Retnaningdyah saat menyampaikan pidato ilmiah dalam pengukuhannya di Gedung Samantha Krida, Sabtu (26/2) (ANTARA/HO/Universitas Brawijaya/End)

Malang, FNN - Universitas Brawijaya (UB) kmengukuhkan dua profesor baru yakni Prof Dr Astrid Puspaningrum sebagai profesor aktif ke-162 dan Prof Dr Catur Retnaningdyah sebagai profesor aktif ke-163 kampus tersebut.

Pengukuhan kedua profesor perempuan dari bidang ilmu berbeda itu dilakukan di Gedung Samantha Krida di kawasan kampus UB, Sabtu.

Prof Astrid yang merupakan profesor aktif ke-20 dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan profesor ke-287 dari seluruh profesor yang dihasilkan UB itu dalam pidato ilmiah berjudul "Entrepreneurial Creativity untuk Membangun Keunggulan Bersaing dan Meningkatkan Kinerja Pemasaran" itu membedah permasalahan usaha mikro kecil menegah (UMKM) yang lemah dalam pemasaran.

"Permasalahan UMKM di Tanah Air muncul sejak adanya Asean China Free Trade Area (ACFTA) yang dirilis pada Januari 2010. UMKM di Indonesia menghadapi ancaman serius yaitu proses deindustrialisasi," katanya.

Ketidakmampuan produk-produk Indonesia untuk bersaing di era ACFTA, lanjutnya, menyebabkan penutupan unit-unit usaha. Para pelaku UMKM tidak lagi menjadi produsen, tetapi sebagai sales dari barang-barang produk impor.

Oleh karena itu, lanjutnya, UMKM tidak hanya membutuhkan bantuan permodalan dari pihak ketiga, termasuk pemerintah, tetapi juga membutuhkan pendampingan, mulai dari produksi, pengemasan hingga pemasaran, termasuk digitalisasi pemasaran.

Sementara itu, Prof Dr Catur Retnaningdyah yang dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-26 dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan ke-162 di UB itu dalam pidato ilmiahnya menyampaikan bagaimana peran vegetasi sebagai tanaman riparian digunakan untuk meningkatkan kualitas air yang tercemar oleh polutan.

Peningkatan kualitas air irigasi tercemar bahan organik, pestisida dan pupuk sintetik dapat dilakukan dengan cara aplikasi model teknologi fitoremediasi sistem kontinyu berupa “Riparian Vegetation in Irrigation Ditch (RVID)”

RVID merupakan komunitas hidromakrofita (tanaman air) lokal yang ditanam sebagai vegetasi riparian di tepi saluran irigasi sepanjang minimum 200 m dengan penutupan maksimum 80 persen.

Hidromakrofita yang ditanam berupa gabungan dari beberapa tipe tanaman air lokal, seperti rumput wligian, dlingo (Acorus calamus), endog-endogan (Typha agustifolia), mendong atau purun tikus (Fimbristylis sp), keladi/senthe (Colocasia esculenta).

Selain itu, pandan (Pandanus amaryllifolius), teratai (Nymphaea sp), akar wangi (Vetiver zizanoides), genjer (Limnocharis flava), paku ekor kuda (EquisetumI sp), hydrilla (Hydrilla verticilata), semanggi (Marsilea crenata) dan kangkung air (Ipomoea aquatica ).

"Keunggulan model RVID secara efektif mampu meningkatkan kualitas air irigasi, tercermin dari kadar oksigen terlarut yang tinggi dan penurunan kadar COD, TSS, Cl2 bebas, ortofosfat, turbiditas, suhu, nilai KMnO4, alkalinitas, BOD, TP, nitrat, konduktivitas, dan TKN," paparnya.

Peningkatan kualitas air juga terlihat dari peningkatan diversitas spesies makroinvertebrata bentos dan perifiton mengindikasikan penurunan tingkat bahan toksik di perairan, peningkatan kelimpahan spesies yang bersifat sensitif, serta penurunan nilai beberapa indeks biotik seperti FBI, TDI dan PTV sebagai indikator penurunan tingkat pencemaran bahan organik dan nutrisi di perairan.

Dengan demikian, lanjutnya, air irigasi hasil proses fitoremediasi ini dapat menjamin tersedianya air irigasi dengan kualitas yang baik untuk mendukung aktivitas pertanian yang sehat.

"Kelemahan teknologi fitoremediasi model RVID ini adalah kesulitan penanaman hidromakrofita sebagai vegetasi riparian di saluran irigasi yang sudah dibangun atau dibeton dan diperlukan tenaga ekstra untuk pemeliharaan supaya penutupan tanaman maksimum 80 persen," kata Prof Catur. (mth)

328

Related Post