UUD 1945 Bukan Diamandemen Tetapi Diganti Dengan UUD Reformasi 2002
Makanya negara jadi ruwet, para ahli tata negara masih terus berdebat soal demokrasi 20 % presidential threshold. Gugat-menggugat, padahal demokrasi pilsung, pilpres, pilkada cocok untuk UUD 2002, bukan untuk UUD 1945.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
PAKAR hukum dari UGM Prof. Dr. Kaelan, MS, menilai UUD 1945 bukanlah diamandemen, melainkan diganti dengan UU Reformasi 2002.
Prof Kaelan menjelaskan alasan penilaiannya itu di dalam FGD ‘Amandemen Konstitusi Dalam Rangka Mengembalikan Kedaulatan Rakyat’, di Kantor DPD RI Provinsi DIY, Kamis (23/6/2022).
Kegiatan ini dihadiri langsung Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Prof Kaelan menyebut, dalam kajian hukum konstitusi dikenal dua prosedur perubahan UUD. Pertama, perubahan yang telah diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar itu sendiri, atau yang lebih dikenal dengan istilah “verfassung anderung”.
“Kedua, perubahan melalui prosedur di luar ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar tersebut, atau yang dikenal dengan istilah “verfassung wandelung”, jelasnya.
Pernyataan Prof Kaelan semakin gamblang, bangsa dan negara ini semakin tersesat dengan penyimpangan yang terjadi dalam amandemen UUD 1945.
Perdebadan sebenarnya sudah lama terjadi tidak adanya satu kesatuan antara pembukaan dengan batang tubuh, bahkan dengan entengnya Yakob Tobing, si motor penggerak amandemen dari PDIP, melecehkan Pembukaan UUD 1945 dengan berkata: pembukaan UUD 1945 baik-baik saja.
Dalam perdebadan kelompok pro UUD 2002 itu mengatakan, pembukaan UUD 1945 tidak diamandemen. Apa artinya tidak diamandemen, tetapi tidak pernah menjadi rujukan dan sumber membentuk Batang Tubuh UUD 1945.
Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia. Bahwa UUD 1945 itu merupakan perwujudan dari dasar ideologi negara, yaitu Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea yang mengandung sejumlah pokok pikiran. Pokok pikiran ini meliputi suasana kebatinan UUD Negara Indonesia yaitu mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar tidak tertulis (konvensi).
Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 itu diwujudkan secara normatif dalam pasal-pasal UUD 1945.
Pokok Pikiran Pertama, yaitu: Persatuan (sesuai dengan sila ketiga Pancasila). Negara dan seluruh warga negara Indonesia wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau peorangan.
Pokok Pikiran Kedua: Keadilan sosial (seusai dengan sila kelima Pancasila). Manusia itu mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Pokok Pikiran Ketiga: Kedaulatan rakyat (sesuai sila keempat Pancasila). Sistem negara yang terbentuk dalam UUD itu harus berlandaskan atas kedaulatan rakyat dan permusywaratan/perwakilan.
Pokok Pikiran Keempat: Ketuhanan Yang Maha Esa (sesuai dengan sila pertama Pancasila) dan kemanusiaan yang adil dan beradab (sesuai dengan sila kedua Pancasila). UUD tersebut harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah memelihara budi pekeri luhur, ketakwaan kepada Tuhan, dan menjunjung tinggi harkat dan masrtabat manusia.
Hubungan Kausal Organis Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan yang diwujudkan dalam pasal-pasal dalam UUD. Dengan kata lain, suasana kebatinan UUD 1945 ini dijiwai dan bersumber dari dasar filsafat negara yaitu Pancasila.
Hubungan langsung antara pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuhnya bersifat kausal organis karena isi dalam pembukaan dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945.
Sehingga, pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara dan UUD merupakan satu kesatuan. Meskipun dapat dipisahkan, tapi tetap merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
Pembukaan UUD 1945 tersebut mengandung pokok-pokok pikiran persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, berdasarkan atas permusyawaratan, perwakilan, dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Intisari dalam pembukaan UUD 1945 itu merupakan penjelmaan dari dasar negara Pancasila. Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada UUD 1945.
Dengan kata lain, UUD 1945 sebagai konstitusi negara merupakan uraian rinci dan rangkaian makna dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang bersumber dan dijiwai oleh Pancasila.
Dari awal kami sudah mengkritisi bahwa UUD 2002 itu bertentangan dengan Pancasila dan pada akhirnya kesimpulan kita amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen adalah Ideologi Pancasila.
Bagaimana dengan UUD Reformasi 2002, apakah bersumber dari Pembukaan UUD 1945? Apakah penjelmaan dari alinea keempat pembukaan UUD 1945? Yang berisi rumusan Pancasila?
Pernyataan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri soal Visi Misi Presiden yang harusnya berlaku di seluruh negeri karena sistem kita Presidensial semakin menambah keyakinan bahwa negara yang di-Proklamasihkan 17 Agustus 1945 dengan dasar Pancasila telah diganti dengan Negara Indonesia dengan sistem Presidensial yang dasarnya Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme dengan demokrasi banyak-banyakan suara, kalah menang, pertarungan.
Di dalam negara berdasarkan Pancasila itu tidak dikenal Visi Misi Presiden. Sebab, dalam pembukaan UUD 1945 sudah jelas, bahwa negara Indonesia mempunyai Visi; Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur.
Sedang Misi negara Indonesia adalah: Suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
Sampai kapan Visi Misi itu berlaku, selama negara ini bernama Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 maka Visi dan Misi tidak boleh diganti.
Jadi, TNI dan Polri yang dalam Saptamarganya menjaga Pancasila dan UUD 1945 telah kebobolan. Sebab UUD 1945 diganti dengan UUD Reformasi 2002 tidak mengerti bahkan Pancasila diganti Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme juga tidak mengerti.
Para pengamandemen UUD1945 telah melakukan kebohongan berbangsa dan bernegara bahwa UUD Reformasi 2002 masih dikatakan UUD1945.
Bangsa dan Negara ini telah ditipu dengan mengatakan bahwa negara kita ini masih berdasarkan Pancasila dan Ideologi masih Ideologi Pancasila. Jadi, BPIP telah melakukan kebohongan. MPR dengan 4 Pilar Kebangsaan-nya juga telah melakukan kebohongan terhadap rakyat Indonesia. Mengapa?
Sebab, yang disebut Ideologi Pancasila itu UUD 1945 dari pembukaan batang tubuh dan penjelasannya itulah Ideologi negara berdasarkan Pancasila.
Bangsa Indonesia itu telah diwarisi oleh pendiri negara ini. Pancasila adalah sebuah Ideologi yang sempurna dibanding ideologi Liberal, Kapitalisme, dan Komunisme. Pancasila itu bicara tentang Tuhan, Manusia, dan Alam, sedang Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme bicara tentang Manusia dan Alam yang dikapitalkan dalam kebendaan .
Jadi, kalau ada partai politik belajar ke Negara Komunis pasti partai itu tidak paham apa itu Pancasila.
Hal inilah yang terjadi pada bangsa ini. Mengatakan “Saya Pancasila” tetapi belajar ke negara Komunis. Berapa banyak partai politik yang mengirim para kadernya ke PKC, pasti bodoh dan Pancasilais palsu. Sebab, Pancasila jauh lebih sempurna dari Komunis.
Jika UUD 1945 itu ternyata diganti dengan UUD 2002 ini menjadi masalah besar. Karena di dalam UUD itu MPR tidak punya kewenangan mengganti UUD 1945.
Apa ada pasal UUD 1945 kewenangan MPR Menganti UUD 1945?
Jadi, telah terjadi kudeta terhadap konstitusi, oleh sebab itu harus segera MPR dibubarkan, bentuk MPRS (Sementara) dan melakukan Sidang Umum Istimewa untuk mengembalikan UUD 1945.
Serta mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Membubarkan lembaga-lembaga yang tidak ada dalam UUD 1945.
Kemudian membentuk DPA (Dewan Pertimbangan Agung), mengembalikan GBHN sebagai penunjuk arah berbangsa dan bernegara. Sebab GBHN adalah Uraian Visi Misi Negara Indonesia yang dibuat oleh MPR dan dijalankan oleh Presiden sebagai mandataris MPR.
Kemudian menjadikan Pancasila sebagai meja statis dan bintang penunjuk arah.
UUD 1945 itu bukan sekedar rangkaian kata/kalimat yang ditulis bagian dari UUD 1945. Tetapi berisi tentang Filosofi/ideologi bernegara, cita-cita negara/ Visi Misi negara, Aliran pemikiran, dan paradikmatika/konsepsi/konstruksi pemikiran.
Inilah yang fundamental dari UUD 1945, bagaimana fundamental dari UUD Reformasi 2002? Sumbernya dari mana?
Paradikmatika bagaimana dan Filosofinya apa? Tentu bukan ngawur sak enaknya, bukan? Kita harus berani mengutarakan para pengamandemen itu sebagai bentuk tanggung jawab terhadap bangsa dan pahlawan pendiri negeri ini.
Jika saja para pakar tatanegara jeli terhadap UUD 1945 maka akan lahir ilmu ilmu baru tentang Negara, Kenegaraan, Politik, Ekonomi, Hukum, dan tentang Pertahanan Keamanan, Sumber Daya Manusia, serta tentang Pendidikan.
Contoh tidak perlu membuat sistem pendidikan yang aneh-aneh seperti yang dilakukan Menteri Pendidikan hari ini. Tapi, cukup merujuk pada sila kedua Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil dan beradab. Maka, tujuan pendidikan nasional adalah terbangunnya manusia Indonesia yang berani menegakkan keadilan dan mampu membangun peradaban.
Tujuan Allah SWT menciptakan manusia sebagai Khalifahtulloh adalah yang beraklaq kulkarimah yaitu manusia yang berani menegakkan keadilan dan membangun peradaban. Maka hanya orang berilmu yang bisa membangun peradaban.
Manusia Indonesa berdasarkan Pancasila adalah manusia yang berilmu, agar mampu menegakkan keadilan dan peradaban.
Pengertian dasar dari keadilan, mengerti baik dan buruk, salah dan benar, serta berani memilih dan mempertahankan yang baik dan benar. Oleh sebab itu manusia Indonesia harus dipimpin oleh hikmah (kebenaran) kebijaksanaan (kebaikan).
Maka dalam permusyawaratan akan menghasilan mufakat yang maslahat untuk “semua buat semua”.
Inilah yang dimaksud dengan demokrasi konsensus yang harusnya berlaku di Indonesia. Bukan demokrasi banyak-banyakan suara, kalah-menang, kuat-kuatan, Oligarki, yang menang yang paling punya negara. Kemudian presiden dijadikan petugas partai politik seakan negara berada di bawah partai politik. Ini keblinger dan penyimpangan.
Makanya negara jadi ruwet, para ahli tata negara masih terus berdebat soal demokrasi 20 % presidential threshold. Gugat-menggugat, padahal demokrasi pilsung, pilpres, pilkada cocok untuk UUD 2002, bukan untuk UUD 1945.
Aneh ngomongnya ingin kembali ke UUD1945 tetapi ribut ikut pilpres.
Untuk menyelesaikan keruwetan dalam ketatanegaraan, maka jalan keluarnya anggota MPR periode 2002-2004 yang jumlahnya 700 orang yang masih hidup yang dipimpin Ketua MPR saat itu Prof Amin Rais harus melakukan tobatan nasuha dengan membuat pernyataan terjadi kekeliruan dan mengganti, serta memberlakukan kembali UUD 1945.
Dengan demikian akan terjadi renkonsiliasi nasional menuju Indonesia yang lebih baik. Beranikah dari 700 orang pengamandemen itu mengambil inisiatif tersebut? Sebab kalau tidak, masa depan anak cucu kita akan menjadi jongos di negerinya sendiri. (*)