Wacana "People Power" Menyeruak, LaNyalla: Itu Hak Kedaulatan Rakyat
Solo, FNN - Wacana mengenai people power muncul dalam Dialog Nasional Peringatan 25 Tahun Mega-Bintang bertema Kedaulatan Rakyat versus Oligarki dan KKN, di Solo, Jawa Tengah, Ahad (5/6/2022).
Wacana people power muncul jika Mahkamah Konstitusi akhirnya menolak penghapusan Presidential Threshold 20 persen atau tidak mencabut Pasal 222 di dalam UU Pemilu yang ditengarai sebagai pintu masuk Oligarki Ekonomi menyandera kekuasaan.
Dikatakan LaNyalla, dirinya sebagai pejabat negara harus menjalankan Konstitusi, yaitu menjaga siklus Pemilu 5 tahunan. Karena itu dirinya akan mengamankan pemerintahan Joko Widodo sampai 2024.
Ditambahkan LaNyalla, saat dilantik, dirinya disumpah atas nama Tuhan untuk menjalankan amanat Konstitusi dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Tetapi sebagai manusia, dirinya dibekali akal dan pikiran serta hati oleh Tuhan, untuk digunakan.
“Makanya saya selalu padukan, akal, pikir dan dzikir. Sehingga kita harus adil sejak dalam pikiran. Jernih dari hati dan berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah,” imbuhnya.
Oleh karena itu, DPD RI menggugat Pasal 222 di UU Pemilu yang menciderai Konstitusi ke MK. Tetapi, kalau MK menolak, kemudian rakyat ingin people power, dirinya tidak berhak menghalangi.
“Konstitusi sebenarnya memberi ruang untuk pemberhentian pimpinan nasional. Ada jalurnya. Sampaikan ke DPR dan MPR, nanti MPR ke MK, itu tahapannya. Di luar itu ada ekstra konstitusi. Itu hak rakyat, apabila rakyat sebagai pemilik kedaulatan menghendaki. Saya tidak berhak menolak. Tetapi saya juga tidak mendorong-dorong. Silakan saja bapak ibu dan saudara, dan pastikan bahwa rakyat yang menang. Untuk itu tunggu komando Pak Rocky Gerung,” timpal LaNyalla.
Mendengar timpalan LaNyalla, Rocky pun langsung menyambar mikrophone, dia bertanya ke peserta, kita memilih padam atau menyala.
“Karena nama saya tadi langsung disebut oleh Pak LaNyalla, tunggu komando, maka ada waktunya kita pilih, menyala atau padam,” tukasnya disambut teriakan menyala oleh peserta dialog.
Sementara Lieus Sungkharisma, narasumber dialog lainnya mengatakan kedaulatan rakyat sudah kalah oleh oligarki. Ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan di negara ini yang membuat rakyat muak dengan kepemimpinan saat ini.
“Sekarang rakyat sudah berani untuk bersuara. Jangan anggap mereka diam karena takut. Rakyat diam karena sedang menunggu siapa yang muncul untuk memimpin people power,” katanya.
Narasumber lainnya, Ketua Presidium FUI DIY, Syukri Fadholi, berharap kekuatan antara poros Islam dan Nasionalis bersatu untuk selamatkan bangsa dari kerusakan yang terjadi. Selamatkan bangsa dari penyimpangan cita-cita proklamasi.
“Perlu ada persatuan antara nasionalis dan religius untuk hancurkan oligarki yang berkuasa saat ini. Sehingga membawa gerakan ke bawah bahwa bukan hanya umat Islam yang tertindas tapi juga kaum marhaen tertindas oligarki,” ujar dia.
Sementara Sekjen Syarikat Islam, Ferry Juliantono, menjelaskan oligarki harus dihentikan. Demokrasi bangsa harus diubah total dengan kekuatan rakyat yang bersatu melawan kedzaliman oligarki.
“Pilpres 2024 tidak menjamin terjadinya perubahan signifikan. Makanya semua kekuatan rakyat harus bersatu. Ketua DPD RI, aktivis dan civil society harus berkolaborasi. Karena apa, kekuatan oligarki adalah kekuatan modal. Dan itu hanya bisa dilawan dengan kekuatan massa,” paparnya.
Dalam dialog, Ketua DPD RI hadir didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero.
Selain itu, hadir Deklarator dan Pendiri Mega Bintang Mudrick Setiawan M. Sangidu dan pengamat politik Rocky Gerung, hadir juga Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Ustad Alfian Tanjung, Kol (Purn) Sugeng Waras, Boyamin Saiman dan lainnya.(mth/*)