PROFIL

Her Suganda, Wartawan Idealis dan Penulis Soekarno

Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Beberapa hari lalu, saat Shalat Tahajud, tiba-tiba saya teringat Her Suganda, guru saya di dunia kewartawanan. Usai shalat, tidak lama kemudian, ingatan masa lalu pun muncul saat bekerja bersama Pa Her (panggilan teman-teman yang pernah bertugas di Jabar) di Harian Kompas Biro Jawa Barat. Orangnya teguh dengan prinsip sehingga orang lain pun segan dengan beliau. Meski sebagian rekan kerjanya ada yang menilai sosok Her Suganda sebagai orang yang “keras” tetapi dia sebenarnya orang yang supel dalam bergaul terutama dengan para nara sumber. Nara sumber dan jaringan informasinya bukan hanya para pejabat formal tetapi juga orang-orang biasa, terutama para petani dan nelayan di Jawa Barat. Her Suganda dikenal sebagai wartawan lapangan yang lebih banyak menggali dan menulis berita dari bawah. Dia juga sosok wartawan yang cerdas dan cerdik dalam mengangkat dan menulis berbagai persoalan serius maupun masalah keseharian masyarakat di Jabar. Banyak isu-isu lokal di Jabar, namun begitu diliput dan ditulis oleh Her Suganda menjadi isu nasional. Pa Her bukan tipe “wartawan salon” atau “wartawan talking news”, yang hanya menulis berita berdasarkan omongan para pejabat pemerintah atau aparat. Dia bukan termasuk golongan wartawan yang hanya bermodalkan (waktu itu) tape recorder yang kerjanya cuma mendatangi acara-acara seremonial kemudian ditulis menjadi berita di koran. Her Suganda adalah wartawan yang bekerja dengan hati, kemudian turun ke bawah menggali data dan informasi langsung dari masyarakat lalu dia tulis menjadi berita atau tulisan khusus (feature). Dia menjalani kerja di dunia kewartawanan sekaligus sebagai salah satu upaya untuk menunjukkan kebenaran dan ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dulu dia juga dikenal sebagai wartawan bidang pertanian yang tangguh. Wartawan rendah hati Pernah suatu waktu dia memberitakan kemiskinan parah yang diderita petani di Karawang sehingga ketika itu para petani terpaksa makan eceng gondok. Lalu dia menuliskan peristiwanya secara faktual, langsung dari lapangan. Setelah beritanya menghiasi halaman utama Harian Kompas, pemerintah waktu itu akhirnya bereaksi dan berita kemiskinan rakyat Karawang waktu itu menjadi isu nasional. Dalam kasus-kasus seperti inilah, kepuasan kerja seorang wartawan seperti Her Suganda terpenuhi. Kepuasan batin seorang wartawan adalah manakala berita yang dibuatnya telah mempengaruhi para pengambil kebijakan maupun masyarakat. Itulah berita yang bernilai tinggi. Namun demikian, Her Suganda tidak pernah menceritakan kehebatan dirinya sendiri. Itulah sifat rendah hatinya. Kalau ditanya tentang berita eceng gondok yang menggegerkan itu, selalu dia bilang, “Ah itu dulu gun,” katanya mengelak. Sebagai wartawan yang menguasai masalah pertanian, Her Suganda sudah sangat paham siklus pertanian yang berlangsung di daerah Jabar. Mulai dari masa tanam padi, musim panen, musim paceklik hingga masalah kemiskinan yang dialami para petani dan nelayan di Jabar. Dia mampu memetakan wilayah Jabar baik dalam angka maupun menjelaskan secara aspek sosial kultural masyarakat Jawa Barat. Her Suganda mampu mengangkat berbagai persoalan dan keunikan di wilayah Parahyangan dengan gaya tulisan yang mengalir sehingga enak dibaca. Meskipun saya menjadi anak buahnya Her Suganda tapi hubungan kami tidak kaku seperti atasan bawahan. Rekan-rekan di Kompas yang pernah menjadi anak buahnya di Bandung, selalu berdiskusi dengan Pa Her tentang isu-isu aktual yang terjadi di Jabar. Meskipun secara struktural, Her Suganda atasan tapi pola kerjanya tidak selalu bersifat instruksional. Kami para wartawan muda selalu didorong beliau untuk banyak berinisiatif dalam melakukan kegiatan liputan sehari-hari. Jadi wartawan sejak 1965 Saya mulai masuk dunia wartawan tahun 1990, sementara Her Suganda sudah menjadi wartawan sejak tahun 1965 di Jakarta. Kemudian atas ajakan wartawan senior Jakob Oetama, kemudian Her Suganda bergabung dengan Harian Kompas sejak tahun 1980 hingga tahun 2002. Meskipun dia masih energik dan produktif menulis, namun pada tahun 2002 Her Suganda sudah berusia 60 tahun. Sehingga dia terpaksa harus menjalani masa pensiun dari Kompas. Sebenarnya dalam dunia wartawan tidak mengenal istilah pensiun. The Old Journalist Never Die. Her Suganda hanya pensiun secara administratif dari Kompas namun kegiatan menulisnya terus berlanjut.Justru di usia pensiun, Her Suganda semakin produktif menulis tentang sejarah Kota Bandung dan Jawa Barat. Setelah pensiun dari Kompas, beliau menulis tujuh buku. Buku terakhir yang ditulis Her Suganda adalah “Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934) yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas pada 27 April 2015. Namun tidak sampai sebulan setelah itu, hari Senin 18 Mei 2015, Pak Her Suganda meninggal pukul 23.40 WIB di RS Immanuel Bandung. Beliau wafat di usia 73 tahun dan dimakamkan di daerah Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jabar. Alhamdulillah, waktu itu saya sempat takziah ke rumah Pak Her di Jl Karasak Bandung sesaat sebelum dibawa ke Karawang, Jabar. Selama bekerja di Kompas, komitmen dan loyalitas Her Suganda lebih kepada profesinya sebagai wartawan, bukan semata kepada institusi tempatnya bekerja. Oleh karena itu, meskipun dia sudah dibujuk dan diminta berkali-kali agar mau dipindah ke Kantor Kompas di Jakarta, tentu dengan peluang karir dan “kehidupan yang lebih baik”, namun Her Suganda tetap menolak. Tidak ada satupun pimpinan Kompas termasuk Jakob Oetama yang bisa memaksa dia untuk meninggalkan Kota Bandung dan Jawa Barat. Ibaratnya Her Suganda Itu Jawa Barat, dan Jawa Barat adalah Her Suganda. Ini bukan slogan kosong. Dia memang betul-betul sudah menjelajahi setiap daerah di Jawa Barat, sehingga wajar kalau dia sangat mengenal dan memahami berbagai aspek kehidupan masyarakat Jabar khususnya sejarah Kota Bandung. Ketika masih di Kompas, Pak Her pernah menyampaikan kepada saya bahwa selama dirinya menjalankan tugas sebagai wartawan dia juga sekaligus melakukan penelitian tentang sejarah Kota Bandung dan Jabar. Dia kumpulkan bukti-bukti sejarah sehingga begitu pensiun dari Kompas, Her Suganda mampu menulis hingga tujuh buku soal sejarah Bandung dan Jabar. Selain menulis tetang Presiden Soekarno, Her Suganda juga menulis buku Kampung Naga: Memperkenalkan Tradisi. Buku lainnya,Wisata Parijs Van Java. Ketika masih bekerja bersama-sama, beliau banyak mendorong saya agar bisa berkembang secara optimal sebagi wartawan. Selama di Jabar, Her Suganda terus menerus mendorong saya untuk bisa mendatangani setiap pelosok daerah di Jabar. Tujuannya, agar minimal saya sebagai wartawan bisa mengenal daerah liputannya. Ketika Her Suganda menjalani masa pensiun tahun 2002, saya seolah merasa kehilangan sosok yang selama ini telah ikut mempengaruhi perjalanan saya sebagai wartawan. Pandangan saya ini mungkin bisa dianggap berlebihan tapi memang demikianlah adanya.Semoga di hari ulang tahun Kompas ke 55 pada 28 Juni 2020, sosok wartawan idealis seperti Her Suganda bisa dijadikan cermin bagi generasi baru para wartawan muda. Wallohualam Bhisawab. Penulis Wartawan Senior.

Selamat, Dua Tokoh Golkar Raih Penghargaan PWI Jatim Award 2020

Oleh. M.H Minanan Jakarta, FNN - Dua nama tokoh Partai Golkar meraih penghargaan anugerah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur award 2020. Adalah Menpora Dr. Zainuddin Amali dan Ketum DPD Golkar Jatim Muhammad Sarmuji. Kedua tokoh tersebut menerima penghargaan bersama dengan 16 Tokoh di Kementerian/ Lembaga dan Pemda. Penghargaan ini diserahkan dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2020 dan HUT PWI ke-74. Acara yang rencananya diselenggarakan di Gedung Negara Grahadi, Jl. Gubernur Suryo - Surabaya pada Jum'at (20/03) tak bisa di gelar karena pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Karena agenda tahunan, anugerah penghargaan HPN dan HUT PWI hanya diumumkan. Penganugerahan itu diperoleh karena kedua Tokoh Golkar ini dinilai memiliki komitmen besar dalam melakukan perubahan untuk menjaga tata kelola pemerintahan dan kerja - kerja politik yang bersih, baik, transparan dan berhasil membangun zona integritas secara massif. Seperti kata bijak “Hasil tidak membohongi proses”. Kedua tokoh golkar ini pun tidak instan melalui proses berkarir. Hasil yang diperoleh hari ini karena latar belakang usaha dan pengorbanan yang tidak sedikit. Baik kedudukan, jabatan maupun dianugerahi penghargaan karena buah karya terbaik yang dipersembahkan bagi masyarakat bangsa dan negara. Sehingga bukan suatu kebetulan kedua tokoh partai berlambang pohon beringin ini memiliki segudang prestasi dalam karir yang signifikan. Menjadi para tokoh tersohor di partai, ini ukiran prestasi kedua tokoh partai golkar. ZA Gemilang Nakhodai Kemenpora Tak mudah menjadi pemimpin, Apalagi memimpin lembaga pemerintahan setingkat kementerian, yang terbuka diawasi publik. Dr. Zainuddin Amali dipercaya oleh Presiden Jokowi untuk menakhodai Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 23 Oktober 2019. Dibawah kepemimpinan Dr. Zainuddin Amali Kementerian Pemuda dan Olahraga berhasil menciptakan suasana kondusif diantara organisasi olahraga, terutama hubungan antara KONI dan KOI. Selain itu, Mantan Anggota DPR RI empat periode ini melakukan pendekatan intensif pada penyelesaian sengketa Induk Cabang Olahraga (PB/PP) yang belum terselesaikan selama bertahun-tahun. Seperti, Cabor HOKI, Tenis Meja, Gulat dan beberapa cabang olahraga yang lain. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki olahraga nasional Indonesia kedepan jauh lebih baik. Ukiran prestasi pada Sea Games 2019 di Filipina, ada sentuhan tangan dingin dari seorang ZA yang terlibat langsung menjadi konsolidator dalam menargetkan perolehan medali emas. Pemerintah menargetkan perolehan medali emas 50 dan direvisi menjadi 60 saat awal menjabat sebagai Menpora, target perolehan medali emas itu menembus angka 72 medali berhasil diperoleh atlit Sea Games Indonesia akhir tahun lalu. Sungguh sebuah prestasi yang membanggakan. Pria kelahiran Gorontalo ini betul-betul melakukan perbaikan citra kementerian tersebut, selang dua Minggu penutupan Sea Games. Bonus peraih medali langsung diserahkan pada 72 peraih medali emas. Juga waktu relatif lebih cepat dari sebelum - sebelumnya. Selain itu, Mantan Ketua Komisi II DPR itu bersama stakeholder telah berhasil mendorong Kongres PSSI secara kondusif, tanpa ada insiden kekerasan seperti sebelumnya, berlarut-larut dan alot. Kini pemerintah tengah membantu PSSI untuk meningkatkan prestasi sepakbola Indonesia di kancah Internasional melalui Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2019 tentang Pembangunan Percepatan Persepakbolaan Nasional. Politisi Kawakan kuasai gelanggang. Anggota DPR RI Muhammad Sarmuji, satu nama yang sudah tidak asing ditelinga para politisi dan aktivis Indonesia itu memiliki segudang pengalaman organisasi. Cak Ji begitu akrab dipanggil, beliau termasuk politisi kawakan dengan berbagai prestasi. Memulai karir politik di PP AMPG sebagai Sekertaris Jenderal, Ketua Harian DPP Golkar hingga Ketua Umum DPD Golkar Jatim. Beliau termasuk salah satu tokoh muda, politisi kawakan yang menguasai gelanggang politik. Tak heran beliau sangat familiar diberbagai kalangan masyarakat. Sebagai orang yang belajar serta tumbuh-kembang dari organisasi mahasiswa, Cak Ji memiliki orientasi dan budaya politik yang sangat bersahaja. Bukan saja di segani lawan, namun beliau sangat dihormati kawan – kawan seperjuangannya. Untuk diketahui, Ketua Umum DPD Golkar Jatim ini bukan pertama kali mendapat penghargaan anugerah bidang politik, sebelumnya ia telah mendapatkan penghargaan anugerah politisi berdedikasi dari Mens Obsession saat 2018 lalu. Baginya, mendapat penghargaan PWI Jatim Award 2020 ini. merupakan kepercayaan untuk berbuat lebih baik lagi. Itu semacam titah, semacam perintah “teruslah berbuat, teruslah berkarya”. Pantas lah jika kedua tokoh partai golkar ini menyabet berbagai raihan prestasi. Salah satunya penghargaan dari PWI yang baru-baru ini di umumkan. Mereka termasuk para tokoh teladan yang mempuni secara kualitas dan kuantitas karya.

Obituari Mohammad Nadjikh : Tidak Pernah Lupa Pesan Ibunya

Oleh: Tjahja Gunawan Diredja (Penulis Buku Autobiografi) Jakarta, FNN - Ketika ajal kematian sudah menjemput, tidak seorangpun bisa mencegah. Kematian, rezeki, dan jodoh manusia , merupakan rahasia dan hak prerogatif Allah SWT. Demikian pula ketika Allah melalui Malaikat Izroil menjemput Pak Nadjikh pada hari Jumat (17/4), tugas beliau di dunia sudah berakhir. Selanjutnya generasi kedua yakni anak-anak serta keluarga besar Pa Nadjikh dituntut untuk bisa meneruskan tugas kehidupan selanjutnya terutama melanjutkan keberlangsungan usaha Kelola Grup, perusahaan yang didirikan dan dikembangkan Pa Nadjikh dalam waktu 25 tahun terahir ini. Antusiasme dan ide-ide Pa Nadjikh dalam menjalankan aktivitas sosial kemasyarakatan baik di Organisasi Muhammadiyah maupun di Institut Pertanian Bogor (IPB) serta kegiatan kemanusiaan lainnya diapresiasi banyak kalangan. Sosok Pa Nadjikh merupakan teladan baik yang perlu dicontoh. Tidak hanya keluarga besar dan para karyawan serta mitra usaha Kelola Group yang merasa kehilangan atas meninggalnya Mohammad Nadjikh, tetapi banyak elemen masyarakat lainnya yang juga merasakan hal yang sama. Banyak pihak yang telah bersaksi tentang kontribusi dan besarnya peran Pa Nadjikh dalam mengembangkan Muhammadiyah di bidang ekonomi terutama dalam Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM). Demikian juga di lingkungan IPB, kampus tempat Pa Najikh menuntut ilmu hingga menjadi mahasiswa berprestasi, almarhum telah memberikan kontribusi besar terutama dalam menumbuhkan jiwa entreprenership di kalangan mahasiswa. Bahkan ketika penulis sedang menggarap Penulisan Buku “Mohammad Nadjikh Sang Teri Menggurita” tahun 2019 lalu, Pa Nadjikh tidak segan-segan mengajak diskusi sekaligus memberi motivasi kepada para mahasiswa IPB yang baru lulus. Pada waktu itu, Pa Nadjikh sempat mengudang para mahasiswa IPB untuk makan di salah satu restoran di Mall Kemang Village Jakarta. Pa Nadjikh terlihat antusias ingin menjamu para mahasiswa dengan makanan yang enak-enak. Hal itu dilakukan karena dulu dia sangat merasakan betapa pahitnya menjadi mahasiswa IPB. Selama menjadi mahasiswa, orangtuanya hanya mampu membiayai Mohammad Nadjikh (MN) selama setahun . Setelah menjual berbagai harta kekayaan yang ada di kampung, Bapak Moenardjo dan Ibu Asnah, orangtua Pa Nadjikh angkat tangan menyerah tidak mampu lagi membiayai sekolah anak-anaknya. Selanjutnya MN mencari uang sendiri untuk keperluan kuliah dan biaya hidupnya selama menjadi mahasiswa IPB yang diselesaikannya dalam waktu 3,5 tahun. Dalam kesempatan ini, rasanya saya perlu berbagi cerita singkat tentang bagaimana sampai bisa mengerjakan buku biografi MN. Suatu waktu pada bulan September 2018, saya tiba-tiba ditelpon MN. "Pa Tjahja, apa kabar? Masih ingat saya?," tanya Pa Nadjikh di ujung telepon. "Alhamdulillah sehat. Kalau dari suaranya sih, ini pasti konglomerat dari Gresik. Tumben telepon. Ada apa nih pa ?," jawab saya to the point. Sebenarnya saya sudah kenal MN sejak tahun 1990-an. Bahkan sejak itu, saya sudah dua kali berkunjung ke pabriknya di Kawasan Industri Gresik. Tapi kedatangan saya ke PT Kelola Mina Laut (KML), bukan undangan dari Pa Nadjikh, tapi saya diajak dua orang pengusaha yang berbeda. Kedua pengusaha tersebut yang membawa saya mengunjungi pabril PT KML. Keduanya memiliki impresi yang kuat tentang Pa Nadjikh, seorang pengusaha daerah yang ulet dan tangguh. Bahkkan hampir sebagian produknya berupa ikan hasil olahan diekspor ke mancanegara. Pada kesempatan pertama, saya diajak seorang dokter internist tapi ahli finance yakni almarhum Bapak Tjptono Darmadji. Kemudian kesempatan berikutnya, saya diajak Pak Chairul Tanjung, ketika saya sedang mengerjakan buku biografi "Chairul Tanjung, Si Anak Singkong", sekitar tahun 2011. Dalam percakapan di telepon, MN meminta saya untuk menuliskan buku perjalanan perusahaanya PT KML yang kemudian berubah menjadi Kelola Grup pada ulang tahun ke 25 perusahaan tersebut di bulan September 2019 lalu. Kemudian saya katakan kepada Pa Nadjikh, "Kalau hanya menulis perjalanan perusahaan kurang menarik. Akan lebih menarik kalau saya menulis perjalanan hidup Pa Nadjikh sejak dari kecil sampai sekarang. Mulai dari nol hingga mampu mendirikan dan mengembangkan perusahaan selama 25 tahun". Singkat cerita, akhirnya beliau setuju dan saya pun ngebut mulai wawancara sana-sini. Tidak hanya ngobrol dengan sejumlah karyawan dan direksi perusahaan, tetapi saya juga pergi ke tempat kelahiran Pa Nadjikh di Desa Karangrejo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Bukan hanya menemui keluarga dan kerabat Pa Nadjikh, tetapi saya juga sengaja mendatangi Pondok Pesantren Maskumambang, di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Orangtuanya memang menginginkan anak sulung dari tujuh bersaudara ini bisa menguasai ilmu agama sejak kecil karena orangtua Pak Nadjikh dikenal sebagai pedagang ikan yang juga aktif di organisasi Muhammadiyah. Rumah pasangan Pak Moenardjo dan Ibu Asnah (keduanya sudah almarhum), sering digunakan untuk berbagai kegiatan Muhammadiyah di Desa Karangrejo. Orangtuanya sangat terkagum-kagum dengan sosok dan keteladanan KH Nadjih Ahjad, generasi terdahulu Ponpes Maskumambang. Oleh karena itu, orangtuanya menanamakan anak sulungnya Mohammad Nadjikh. Dalam berbagai obrolan saya dengan Pa Nadjikh, selalu dia berkaca-kaca bahkan meneteskan air mata ketika menyinggung pengorbanan orangtuanya. Demikian juga adik-adiknya Pa Nadjikh, mereka selalu merasa terharu dengan perjalanan hidup kedua orangtuanya. Ayahnya Pa Nadjikh dikenal sebagai pedagang ikan tetapi ketika usahanya bangkrut, Ibu Asnah terpaksa berjualan bubur. Ini dilakukan agar selain untuk dijual untuk umum sekaligus juga untuk sarapan pagi anak-anaknya yang masih kecil. Pada masa-masa sulit ketika orangtua sudah tidak mampu lagi membiayai sekolah anak-anaknya, tanggungjawab terpaksa diambil alih Mohammad Nadjikh sebagai anak tertua. Sementara waktu itu, Nadjikh masih kuliah di IPB. Dia harus membiayai kuliah dan biaya hidup di Bogor, pada saat yang sama Pa Nadjikh juga harus bisa mengirim uang untuk orangtua dan adik-adiknya di kampung. Bagaimana dia mencari uang selama masa sulit di IPB diceritakan lengkap dalam Buku “Mohammad Nadjikh, Sang Teri Menggurita”, yang rencananya akan dicetak PT Gramedia Pustaka Utama (GPU). Menjadi pengusaha sukses seperti Mohammad Nadjikh atau Chairul Tanjung, bukan semata karena cita-cita mereka tetapi lebih karena kondisi lingkungan yang memaksanya menjadi pengusaha. Sekarang Pa CT sudah menjadi konglomerat, demikian juga Pa Nadjikh merupakan salah satu pengusaha dari daerah yang juga sudah sukses. Keduanya bukan termasuk anak orang kaya atau anak pejabat pemerintah. Orangtua kedua pengusaha ini termasuk orang sederhana. Namun dalam pengamatan saya secara langsung terhadap sosok Pa CT maupun Pa Nadjikh, keduanya bisa meraih sukses karena mereka telah memperlakukan orangtuanya terutama ibunya bagaikan Raja. Adab mereka ini perlu dicontoh oleh siapapun terutama generasi muda. Saya sebagai penulispun suka ikut merinding manakala mendengarkan, melihat langsung kemudian menuangkan dalam tulisan tentang keteladanan dan sikap mereka terhadap orangtuanya masing-masing. Mereka sangat paham betul ungkapan dalam hadist Nabi yang berbunyi: “Ridha Allah tergantung pada ridha orangtua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua”. Engkau akan menjadi Raja kalau engkau juga memperlakukan orangtua sebagai Raja. Sebelum saya menulis buku biografinya, Pa Nadjikh selalu menakankan kepada saya bahwa dirinya sama sekali tidak bermaksud untuk pamer atau ingin diacungi jempol melalui bukunya itu. “Saya hanya ingin orang lain melihat saya apa adanya dan buku biografi tentang saya ini sengaja dibuat agar orang lain mengetahui apa yang saya lakukan dalam merintis dan mengembangkan perusahaan selama 25 tahun ini. Semoga nilai-nilai positif yang ada dalam dalam buku ini bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi masyarakat luas,” kata Pa Nadjikh. Dengan begitu, diharapkan bisa menjadi sarana pembelajaran bagi siapa pun terutama mereka yang ingin terjun ke dunia swasta, berwirausaha menjadi pengusaha maupun mereka yang ingin merintis pekerjaaan dan karier di lingkungan perusahaan swasta. “Buku ini diharapkan bisa memberikan inspirasi dan motivasi bagi siapa saja, tentunya setidaknya bagi keluarga kami,” begitu kata pengantar Pa Nadjikh dalam buku biografinya. Nadijikh adalah sosok yang sederhana dan low profile. Namun skala perusahaannya telah membesar dan tumbuh pesat, tetapi ketokohannya hampir tidak banyak dimuat di media massa, khususnya media mainstream. Ketika penulis masih bekerja sebagai wartawan di salah satu media mainstream di Ibu Kota, saya harus berulang kali membujuk dan meyakinkan Nadjikh agar dia mau ditulis sekaligus berbagi cerita tentang cerita sukses membangun usahanya. Waktu itu, kata Nadjikh, tidak penting siapa dirinya, yang lebih utama usahanya bisa berkembang menjadi perusahaan yang besar dan bermanfaat bagi masyarakat dan bisa bersaing di dunia global. Dalam buku biografi Pa Nadjikh, sejumlah kalangan telah memberikan testimoni. Mereka itu adalah pengusaha Chairul Tanjung, dan Dahlan Iskan, Rektor IPB Dr Arif Satria Spi Msi, dan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Dr KH. Haedar Nashir MSi, Guru Besar IPB Prof Dr Eriyatno, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS, mantan Mendiknas yang sekarang menjadi Ketua Dewan Pers Prof Dr Ir Muhammad Nuh dan mantan Bupati Bojonegoro, Dr Suyoto MSi. Pa CT dalam testimoninya antara lain menyebutkan, sukses yang diraih Nadjikh itu tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Nadjikh merangkak dari bawah dalam memulai usahanya. Dia kerja keras berjibaku dalam mencari dan menciptakan peluang usaha, membangun jaringan bisnis dan meniti anak tangga dari usaha yang bersifat informal sampai menjadi usaha berskala besar seperti saat ini. “Nadjikh cerdas dalam mengembangkan arah perusahaannya,” kata Pa CT. Sementara itu Dr KH. Haedar Nashir MSi, dalam testimoninya mengaku sudah lama mengenal Mohammad Nadjikh. “Warga dan kolega Muhammadiyah memanggil namanya Pak Nadjikh. Pembawaannya ramah dan riang sebagaimana pada umumnya kawan-kawan dari Jawa Timur. Orang dibuatnya tidak sungkan, sehingga nyaman dalam berinteraksi. Saya mengenal lebih dekat setelah Pak Nadjikh diamanati sebagai Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah periode Muktamar Makassar 2015-2020,” kata Haedar. Pak Nadjikh sebagai pengusaha sukses memperoleh amanat menjadi Ketua MEK karena keberhasilan dan pengalamannya dalam dunia usaha atau bisnis. Setelah merintis dan mengembangkan usaha selama 25 tahun, selanjutnya pada 25 tahun selanjutnya Nadjikh berencana untuk membentuk yayasan yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Menurut Nadjikh, yayasan ini nantinya akan dipimpin oleh seorang profesional, dimana sumber pendanaannya tidak hanya bersumber dari perusahaan (Kelola Group) tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain melalui kerjasama dengan berbagai lembaga resmi maupun organisasi sosial lainnya. Nama yayasan tersebut kemungkinan bernama Nadjikh Foundation. Sebenarnya ide untuk mendirikan yayasan ini sudah ada sejak beberapa tahun sebelumnya, namun selama ini Nadjikh masih fokus mengembangkan perusahaan. Nadjikh khawatir kalau terlalu awal dibentuk nanti malah kegiatan yayasan yang lebih menonjol ketimbang aktivitas perusahaan. Selama ini kepedulian sosial perusahaan disalurkan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR (Corporate Social Responsibility). Mengenai kegiatan yayasan yang nanti akan dibentuk, Nadjikh memberikan gambaran besarnya. Di bidang pemberdayaan ekonomi, yayasan akan membantu daerah-daerah tertentu dan orang-orang yang membutuhkan modal usaha kecil. Melalui konsep dana bergulir, nanti yayasan memberikan pinjaman tanpa bunga namun tetap harus dikembalikan oleh si penerima modal. Meski bukan berupa lembaga perbankan, namun nantinya yayasan akan membantu membuat analisa kelayakan usaha dari setiap pinjaman yang diberikannya. Ini hanya modal awal saja sebagai stimulan, nanti kalau sudah berjalan dan butuh pengembangan usaha lebh lanjut akan dihubungkan oleh yayasan ke lembaga perbankan. Jenis usaha yang akan mendapat bantuan modal misalnya pembuatan perahu atau kapal untuk menangkap ikan, kemudian bantuan dan pinjaman modal kepada para petani dan nelayan yang menjadi mitra perusahaan. Bantuan modal juga diberikan kepada usaha rumahan yang terkait dengan rantai distribusi produk-produk perusahaan. Jadi misi yayasan membantu keluarga tidak mampu melalui pendidikan adalah untuk mendongkrak ekonomi keluarga. Ini dilakukan tidak lepas dari pengalaman Nadjikh sendiri, dimana dulu dia betapa susahnya mencari uang untuk membiayai sekolah dan kuliahnya di IPB Bogor. Untuk itu, melalui yayasan yang akan didirikannya, Nadjikh akan mencari orang-orang pintar berprestasi untuk disekolahkan hingga jenjang pendidikan sarjana. Program pemberian beasiswa ini akan bekerja sama dengan lembaga dan organisasi lain yang mempunyai misi dan visi yang sama. Kegiatan yayasan yang terakhir tidak lepas dengan pesan dari alamarhum ibunya Mohammad Nadjikh yang selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak melupakan shalat lima waktu dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Suatu waktu Ibu Asnah, ibunda Pa Nadjikh pernah mengatakan: “Kulo namung donga nyuwun Gusti Allah supados lare-lare sehat lan pangestu. Kulo ditinggal sedo bapake, lare-lare taksih alit-alit sedoyo. Kulo tansah sholat tahajud nyuwun dumateng gusti. Mboten nyuwun sinten-sinten. Nggih Alhamdulillah sedoyo saged mentas. Sedoyo seger-waras. Pokokipun dalem namun nglakoni sholat tahajud, dhuha, fajar. Menawi kepanggih siapa saja, putra-putri maupun cucu-cucunya yang ditanya pasti sholatnya. Meskipun putra dan cucunya sekolah di luar negeri, setiap memberi pesan pasti yang utama dan pertama adalah sholatnya”. Saya cuma bisa berdoa kepada Allah supaya anak-anak sehat dan berkah hidupnya. Waktu saya ditinggal bapak, usia anak-anak masih kecil. Saya selalu shalat Tahajud (shalat tengah malam) meminta kepada Allah, tidak pernah minta kepada siapa-siapa. Ya Alhamdulillah semua anak-anak telah berhasil dan semua sehat-sehat. Pokoknya saya hanya melakukan shalat Tahajud, Dhuha dan shalat Fajar. Kalau bertemu siapa saja, putra-putri maupun cucu-cucu, yang saya tanya pasti shalatnya. Meskipun mereka sekolah di luar negeri, setiap memberi pesan kepada mereka pasti yang utama dan pertama adalah sholatnya. Semoga Allah SWT menerima ibadah dan amal kebaikan almarhum Mohammad Nadjikh dan mengampuni segala dosa-dosanya. Amiin yaa robbal alamin.

Kiai Muchith: Ikhtiar Usir Corona, Muslim-Non Muslim Indonesia Ayo Puasa Ramadhan!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020, hingga update terakhir Jumat (17/4/2020) pukul 12.00 WIB dilaporkan telah ada 5.923 kasus virus corona Covid-19 di Indonesia. Dari jumlah 5.923 kasus positif virus corona di Indonesia tersebut, Indonesia menjadi yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Selain itu, dengan jumlah itu juga menjadi yang terbanyak ke-11 di Asia, melihat data Worldometers. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto, ada penambahan 407 kasus positif baru virus corona pada Jumat. Terjadi juga penambahan 59 pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh, sehingga total pasien sembuh 607 orang. Sedangkan jumlah total pasien meninggal karena virus corona berjumlah 520 orang setelah ada tambahan 24 pasien meninggal. Kasus terbanyak di ASEAN. Jumlah kasus virus corona di Indonesia melonjak dengan adanya tambahan 407 kasus baru. Sebelumnya, Filipina memiliki kasus virus corona tertinggi di ASEAN melaporkan 218 kasus positif baru pada Jumat. Selain memiliki kasus positif terbanyak, korban meninggal pasien virus corona di Indonesia juga yang tertinggi di ASEAN. Sementara itu, selain memiliki kasus virus corona terbanyak di ASEAN, dengan total 5.923 kasus, Indonesia juga menjadi yang terbanyak ke-11 di Asia, menurut rekap Worldometers. Jadi kasus virus corona di Indonesia masih cukup tinggi. Meningkatnya angka kematian akibat virus corona di Indonesia ini membuat prihatin seorang ulama yang juga Guru Tariqat Mursyid, KH Abdulloh Muchith, 82 tahun. Sabtu (18/4/2020) pagi, tiba-tiba pendiri IPIM Indonesia ini menelpon saya. Apa yang disampaikan dalam pembicaraan kepada saya menarik untuk disampaikan. Berikut petikan wawancara dengan Kiai Muchith: “Assalamu’alaikum. Mas Toha, apa kabar? Gimana perkembangan virus corona yang terjadi di Indonesia? Koq semakin besar jumlah korbannya,” begitu Kiai Muchith mengawali bicara dengan saya. “Alhamdulillah, sehat Yai. Wonten dawuh?” Menurut Kiai Muchith sendiri bagaimana? Ini sungguh sangat memprihatinkan. Apalagi, jika dilihat angka kematiannya semakin tinggi. Kita tidak bisa tinggal diam melihat kenyataan ini. Harus ada gerakan puasa bersama dalam bulan Ramadhan 1441 Hijriah mendatang. Maksudnya puasa bersama itu apa ya Kiai? Puasa Ramadhan itu kewajiban umat Islam. Tapi, dalam menghadapi pandemi virus corona ini kita tidak bisa kita hadapi sendirian. Umat non-Islam juga harus membantu melakukan puasa Ramadhan. Tujuannya untuk membantu agar corona keluar dari Indonesia. Dasarnya apa Kiai menghimbau seperti itu? Begini. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Puasa itu bisa menghilangkan dan menjauhkan dari berbagai penyakit”. Intinya begitu. Puasa itu menyehatkan. Orang yang semula sakit itu bisa sembuh karena puasa. Itulah dasarnya. Mengapa harus mengajak umat non-Muslim? Perlu diketahui, umat non-Muslim itu sebenarnya juga mengenal puasa. Sehingga, tidak ada salahnya jika mereka juga membantu ikut puasa di bulan Ramadhan mendatang. Sehingga ini bisa menjauhkan virus corona dari Bumi Pertiwi. Menurut Kiai Muchith, apa yang diketahui soal virus corona? Virus atau bakteri itu sebenarnya juga salah satu makhluk Allah SWT yang ada di Langit dan Bumi. Mereka itu juga hidup berpasangan seperti halnya manusia. Mereka juga ikut bertasbih kepada Allah. Mereka ini ada sebelum manusia hadir di muka bumi. Mungkin saja mereka ini merasa sudah disakiti oleh manusia. Mereka merasa kehidupannya terancam, karena diburu dan dibunuh, sehingga mereka berusaha bertahan hidup. Yang lolos dari semprotan Desinfektan (alkohol) akan semakin kuat dan berkembang. Makanya, jangan heran kalau di China sana tempat awalnya virus corona, pemerintah China mulai khawatir dengan adanya peningkatan jumlah kasus virus corona dalam enam minggu terakhir ini, pada Minggu (12/4/2020) lalu. Mungkin bisa dijelaskan maksudnya? Di China, dalam enam minggu terakhir ini membuat para ahli di China sana khawatir akan datangnya gelombang kedua dari penyakit infeksi ini lagi. Pemerintah China mengklaim lonjakan kasus ini terjadi karena banyaknya orang-orang yang pindah dari negara lain. Di China, total kasusnya mencapai 82.160 orang dan jumlah kematian menjadi 3.341 orang. Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan, Senin (13/4/2020), ada 98 kasus baru impor yang terjadi berkaitan dengan orang-orang dari negara lain yang masuk ke China. Kembali ke Indonesia, bagaimana dengan himbauan untuk tidak berjamaah di Masjid? Itu pula yang membuat saya prihatin. Kemarin saya pas ke Surabaya dan mendatangi Masjid Ampel yang tertutup, saya langsung meminta supaya segera dibuka. Aparat yang menjaga di sana pun tidak keberatan. Ini hanya soal komunikasi saja. Tidak masalah, koq! Jadi, sebenarnya tidak masalah jika umat Islam shalat berjamaah di masjid saat ini? Silakan saja datang dan berjamaah di masjid. Perlu diingat, masjid itu adalah rumah Allah yang selalu dijaga kesuciannya. Sebagai tamu, tentu saja Allah sebagai pemilik rumah itu akan menjaga sehingga tamu-Nya merasa aman dan nyaman. Jadi, kita tak perlu khawatir jika harus berjamaah di dalam masjid. Jangan dalam menghadapi virus corona ini, kita justru menjauhi masjid. Bagi Allah itu sangat mudah untuk memerintah atau menahan virus corona agar tidak masuk Rumah Allah. Jika dengan pendekatan tauhid dan keimanan, mustahil Allah akan membiarkan hamba yang menyembah-Nya di Rumah Allah celaka terkena virus corona. Jika kita menggunakan logika iman, pasti meyakini hal itu, tidak mungkin hal itu terjadi. Mungkin Kiai Muchith bisa memberi contohnya? Itu 144 jamaah yang dikarantina di Masjid Kebon Jeruk, Tamansari, Jakarta Barat, semuanya negatif corona. Hasil tesnya, mereka dinyatakan negatif terpapar Covid-19. Padahal, diantara mereka sebelumnya ada yang terpapar virus corona. Anggota tubuh yang sudah dalam kondisi suci (berwudhu) itulah yang menyebabkan mereka dijauhkan dari virus corona. Jika ada virus yang menempel pada anggota badan, niscaya virus sudah hanyut terbawa limbah air wudhu. Dalam surah Ath Thalaq 2-3 Allah berjanji: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bila datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan dibelenggulah para setan." (HR. al-Bukhari dan Muslim) Sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam (dibukalah pintu-pintu surga) yang membuka Dia-lah Allah Ta'ala. Hanyalah dibuka pintu-pintu surga dikarenakan Allah menginginkan orang-orang memasukinya, terutama pintu yang khusus untuk orang yang berpuasa. Yaitu pintu yang dinamakan Babur Rayyan. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian termasuk orang yang memasukinya. Ditutup pintu-pintu neraka sampai tidak seorang pun ingin memasukinya. Sehingga, diketahui bahwa yang dimaksud dengan sabda Beliau ini adalah sebab-sebab masuknya surga dan sebab-sebab masuknya neraka. Seakan-akan Nabi SAW menginginkan dengan berita yang mulia ini, agar kita bersemangat melakukan ketaatan yang merupakan sebab masuknya surga dan menjauhi kemaksiatan yang merupakan sebab masuknya neraka. Mengapa Masjidil Haram di Mekkah juga harus ditutup? Itulah yang saya tidak mengerti. Padahal, justru dari dalam Ka’bah itu memancar sinar Illahi yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk virus corona. Kalau ada jamaah yang terpapar corona, insya’ Allah akan sembuh. Itu saya yakini sesuai janji Allah. Dengan adanya wabah virus corona ini justru dimanfaatkan pihak lain yang selama ini tidak suka kalau Islam berkembang, untuk menjauhkan umat Islam dari masjid. Mereka sekarang ini sedang bertepuk tangan gembira karena umat Islam sudah menjauhi masjid. *** Penulis Wartawan Senior.

Apa Dibalik Horor Perpu Nomor 1 Tahun 2020?

By Dr. Ahmad Yani SH. MH. (Bagian Pertama) Jakarta FNN – Kamis (09/04). Saya merasa tersentak ketika membaca secara keseluruhan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Memghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabiltas Sistem Keuangan. Dari Judul Perpu Nomor 1 Tahun 2020, yang begitu panjang dan menimbulkan banyak pertanyaan yg mendasar. Pertama, apakah Perppu ini mau Melindungi dan Menyelamatkan nyawa rakyat, termasuk di dalamnya tenaga medis dari ancaman Covid-19 ? Atau hanya mau melindungi dan menyelamatkan kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan pemerintah? Atau mau melindungi dan menyelamatkan pemerintah yang keliru dan tidak profesional dalam tata kelola kebijakan ekonomi dan keuangan negara? Perppu Nomor 1 Tahun 2019 dapat disebut sebagai Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Adapun Istilah Pendemi Corana Virus Desease 2019 (Covid-19) hanya sebaga alasan pembenaran untuk mengeluarkan Perppu ini. Ditinjau mulai dari konsideran menimbang (fakta), batang tubuh( pasal-pasal) dan penjelasan Perppu yang menjadi tujuan utama bukan untuk menyelamatkan nyawa warga negara. Berdasarkan data resmi tanggal 8 April 2020, sudah 2.956 Positif Covid-19, meninggal dunia 240 orang dant enaga medis yang meninggal sudah 25 orang. Indonesia terbanyak diseluruh dunia tenaga medis yang meninggal. Misi yang lebih mencolok dari keluarnya Perppu ini adalah untuk mengamankan ekonomi yang sudah mengalami devisit anggaran sejak beberapa tahun terakhir, sebelum Covid-19 masuk ke Indonesia. Kenyataan ini akibat kegagalan pengelolaan perekonomian dan keuangan negara yang tidak benar, dan sangat berpotensi mengancam stabilitas keuangan. Kondisi ini sudah seringkali diingatkan oleh pakar ekonomi, khususnya Bang Rizal Ramli, dalam berbagai tulisan atau pandangan yang dikemukakannya dalam berbagai forum. Namun pemerintah menutup kuping dan mata. Ibarat pepatah “biarlah anjing mengonggong kafilah tetap berlalu”. Jadi bukan karena Covid-19 perekonomian dan keuangan negara ambruk. Justru sebaliknya, perekonomian dan keuangan negara sudah dalam keadaan buruk. Kondisi ini menyebabkan pemerintah gagap menghadapi Covid-19. Tanpa Covid-19, Indonesia tetap menghadapi krisis ekonomi dan ancaman resesi. Menurut saya, eknomi kita yang amburadul dan pengelolaan keuangan negara yang tidak tepat membuat kita tidak mampu menghadapi wabah ini. Persoalan utamanya adalah masalah ekonomi. Meskipun dalam Perppu tersebut, Covid-19 menjdi alasannya, namun dalam norma Perppu maupun konsiderannya tergambar jelas untuk mengatas darurat ekonomi. Oleh karenanya, Perppu ini tidak relevan dengan kondisi darurat kesehatan nasional yang sedang dialami oleh Indonesia. Dari postur Anggaran yang digelontorkan sebesar Rp 405,1 triliun, untuk bidang kesehatan sebagai pront terdepan menghadapi serangan Covid-19 hanya Rp 75 triliun. Sebanyak Rp 110 triliun untuk jaring pengamanan social. Sisanya Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional, dan Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pembiayaan dalam bidang kesehatan sangat kecil. Hanya 75 triliun. Sementara alasan bagi keluarnya Perppu adalah untuk menghadapi ancaman Pendemi Covid-19. Kedua, apakah Perppu Nomor 1 Tahun 2020, Telah Memenuhi Syarat-syarat Negara dalam keadaan bahaya, sehingga menimbulkan kegentingan memaksa? Dalam Pasal 22 (1) UUD 1945 disebutkan “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.” Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, menyebut ada tiga syarat sebagai parameter adanya “kegentingan yang memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan PERPPU yaitu: Syarat Pertama, adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang. Syarat Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai. Syarat Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. Apakah negara dalam keadaan bahaya dan ancaman sebagaimana yang dimaksud Pasal 12 UUD? Tentu saja tidak. Karena sampai saat ini Presiden belum mengeluarkan pernyataan Negara dalam Bahaya. Dan dalam Perppu tersebut tidak menjadikan pasal 12 UUD sebagai dasar hukum (mengingat). Kertiga, apakah Perppu Nomor 1 Tahun 2020, dikeluarkan dan diterbitkan karna terjadi kekosongan hukum dalam menghadapi Ancaman dan bahaya Covid-19, serta DPR dalam masa Reses? Syarat bagi keluarnya Perppu adalah karena terjadi kekosongan hukum. Dalam menghadapi Covid-19, pemerintah telah memiliki payung hukum yang jelas. Ada undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang sangat jelas dan terang untuk dijadikan sebagai dasar hukum dalam mengambil kebijakan penanganan wabah Covid-19. Dimulai dengan karantina rumah, karantina pintu masuk, pembatasan sosial berskala besar dan pemungkasnya karantina wilayah. Alasan mendesak pun tidak terpenuhi dalam perppu ini. Sebab DPR masih bersidang, belum memasuki masa reses. Bahkan sampai hari ini DPR masih membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law dan RUU Pemindahan Ibukota Negara. Artinya, Pemegang Kekuasaan pembentuk Undang-Undang masih berfungsi dalam menjalankan tugasnya. Dari tiga hal sebagaimana yang disebutkan dalam Putusan MK, tidak dapat dijadikan alas an. Sebab kekosongan hukum dan keadaan mendesak tidak terpenuhi. Yang lebih mencengangkan, apa yang dibahas dalam Perppu itu adalah tentang masalah keuangan dan anggaran negara. Sementara Anggaran Negara sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Undang-Undang tentang APBN tidak boleh direvisi oleh Perppu. Bukan hanya tidak boleh, tetapi haram hukumnya. Hanya boleh direvisi dengan melalui APBN Perubahan (APBN-P).Dengan Perppu No.1 Tahun 2020 kekuasaan dan fungsi Anggaran DPR sebagaimana diatur Pasal 20 A dan Pasal 23 UUD dan Pasal 28, Pasal 177 huruf C angka 2, Pasal 180 ayat 6 dan Pasal 182 UU MD3 menjadi hilang. Keempat, apakah Perpu Nomor 1 Tahun 2020 bersifat Adhoc (sementara) atau Permanen? Perppu memang bersifat Adhock, tetapi dalam Pasal 22 ayat (2) dikatakan “Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya”. Artinya, berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011,Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut. Yang dimaksud dengan “persidangan berikut” menurut penjelasan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011 adalah masa sidang pertama DPR setelah Perpu ditetapkan. Jadi, pembahasan Perppu untuk di DPR dilakukan pada saat sidang pertama DPR dalam agenda sidang DPR setelah Perpu itu ditetapkan untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR. Tergantung dari DPR. Apabila Perpu itu tidak disetujui oleh DPR, maka Perppu ini akan dicabut atau dibatalkan. Yang menimbulkan persoalan hukum adalah apabila DPR menyetujui. Maka Perppu menjadi UU yang bersifat permanen. Sedangkan tujuan dan maksud Perppu diterbitkan untuk jangka waktu sementara (adhoc). Persetujuan DPR ini sangat penting. Karena DPR lah yang memiliki kekuasaan pembentukan undang-undang (legislatif), dan yang secara obyektif menilai ada tidaknya kegentingan yang memaksa. Kelima, apakah Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dapat mencabut kekuasaan Lembaga-lembaga Negara, seperti Lembaga Peradilan, BPK dan DPR? Padahal lembaga-lembaga negara tersebut mendapat mandatory langsung dari konstitusi UUD 1945. Dalam Ketentuan Penutup Pasal 27 dan 28 Perpu No. 1 Tahun 2020 memberikan kekebalan hukum dan membatalkan fungsi dan kewenangan lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD. Lembaga Negara Inti seperti DPR, BPK dan badan Kekuasaan Kehakiman tidak dapat menjalankan fungsi dan kewenangannya dengan Perppu ini. Saya menyebut Perpu ini begitu “sangat berkuasa”, sehingga Kekuasaan Kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, tidak dapat berbuat apa-apa dengan terbitnya Perppu ini. Padahal dalam teori cabang kekuasaan, kita mengenal Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Masing-masing bertindak menurut ketentuan hukum yang berlaku. Namun dengan Perppu ini tidak memberikan kesempatan chek and balances antara tiga cabang kekuasaan tersebut. Artinya, Presiden memiliki kekuasaan yang besar, yaitu kekuasaan Legislatif, Yudikatif , Eksekutif dan Kekuasaan BPK, sehingga mendapat pelindungan hukum dengan hak Imunitas dari tuntutan pidana, perdata dan TUN. Kewenangan Badan Pemeriksa Kekuangan(BPK) yang diberi amanat oleh Pasal 23E UUD 1945 untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, tidak boleh melakukan tugasnya menurut Perppu ini. Sementara pemerintah atau perjabat seperti Menteri, KSSK, OJK dan lain-lain yang disebutkan dalam Perpu itu, berhak dengan kekuasannya menetapkan secara sepihak defisit maupun realokasi anggaran, tanpa ada persetujuan dari DPR. Luar biasa Perpu ini. Padahal UU No 17/2014 yang diubah dengan UU 13/2019 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3) Pasal 177 huruf c. DPR dalam melaksanakan wewenangnya dapat melakukan kegiatan pembahasan laporan realisasi APBN semester pertama dan 6 (enam) bulan berikutnya, penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan perkiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Apabila terjadi perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN, perubahan pokok-pokok kebijakan fiscal, keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antar-unit organisasi, dan/atau keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. Prosedur Perundang-undangan jelas. APBN itu sesuai Pasal 180 ayat (6) UU MD3 “APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, dan program”. Kebijakan APBN itu sudah terperinci tidak bisa dibuatkan peraturan seperti yang dijadikan alasan dalam Pasal 1 Perpu 1/2020 itu. Kalau terjadi perubahan asumsi ekonomi Pemerintah tidak dapat mengambil kebijakan sendiri. Tetap harus melalui DPR. Ketentuan Pasal 182 UU MD3 jelas dan terang bahwa harus melalui APBN Perubahan. Bukan membuat peraturan yang setingkat UU dengan alasan menyelamatkan ekonomi. Padahal ada prosedur hukum yang jelas yang harus ditempuh. Keenam, apakah Perpu Nomor 1 Tahun 2020 dapat menambah kekuasaan dan kewenangan BI, OJK, Menteri dan khususnya Menteri keuangan, serta KSSK? Banyak celah moral hazard dalam implementasinya. Sebab banyak kewenangan tambahan dan kekebalan hukum (imunitas) bagi para pengambil kebijakan dalam melaksanakan kebijakan tersebut, seperti ketentuan bagi Bank Indonesia. Pemerintah boleh meminta BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Padahal, ini dilarang oleh UU BI. Namun, Perppu No.1 Tahun 2020 tersebut membolehkannya. Aturan yang membolehkan BI bisa membeli SBN di Pasar Primer sangat membahayakan. Selama ini BI hanya diperbolehkan membeli SBN di Pasar Sekunder. Perppu ini bisa disalahgunakan seperti kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dahulu saat krisis moneter menjerat negeri ini tahun 1998. Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2000, BLBI merugikan negara Rp 138,442 triliun, dari yang dikucurkan Rp 144,536 triliun. Kredit itu diberikan kepada 48 bank, dengan rincian 10 bank beku operasi, 5 bank take over, 18 bank beku kegiatan usaha, dan 15 bank dalam likuidasi. Ketika itu, uang BI dikuras untuk menyehatkan perbankan yang katanya mengalami rush, tetapi dalam kenyataannya, cuma dijadikan modus dari para pemilik bank untuk mendapatkan dana segar dalam rakngka menyelamatkan grup usahanya. Wallahualam bis shawab. (Bersambung) Penulis Anggota DPR 2009-2014, Advokat, Dosen FH dan Fisip UMJ, Inisiator Masyumi Reborn.

Obituari Ahmad Iskandar Bait

Innalilahi wainailaihi roji'un.... Jakarta, FNN - Saya kenal Iskandar sudah sejak tahun 1990-an, ketika kami sering bertemu di lapangan meliput kegiatan dan peristiwa di bidang keuangan, perbankan dan ekonomi. Saya dengan Iskandar sering bertemu saat liputan di Bank Indonesia atau Depkeu (sekarang Kemenkeu). Waktu itu Iskandar masih bekerja di RCTI. Dalam berbagai kesempatan, Iskandar selalu mengingatkan saya tentang bahaya kapitalisme dan liberalisme ekonomi. Karena kita bekerja di media yang berbeda, pilihan nara sumber (ekonomi dan bisnis) juga kerap berlainan. Intinya, Iskandar mengingatkan saya agar otak dan pemikiran saya jangan sampai terpengaruh para nara sumber ekonomi liberal sebagaimana yang sering dibaca Iskandar di media tempat saya bekerja. Kemudian pada tahun 1990-an tepatnya di tengah krisis ekonomi tahun 1998, Iskandar juga yang memperkenalkan saya dengan salah satu pengamat ekonomi nyentrik almarhum Dr Hartojo Wignjowijoto. Saat terjadi krisis moneter pertengahan 1997 yang ditandai dengan gejolak mata uang rupiah, bahkan Hartojo dianggap sebagai ekonom gila. Betapa tidak, ditengah situasi masyarakat dan pemerintah sedang panik, tetiba waktu itu Hartojo memprediksi Rupiah bisa menembus angka Rp 5.000 per dollar AS. Sebelum krisis moneter, mata uang rupiah memang dipatok di angka Rp 2.500 per dollar AS. Kebijakan moneter yang diterapkan BI waktu itu adalah managed floating rate. Ini sudah diterapkan selama puluhan tahun. Jadi kalau ada yang berpendapat aneh dan nyeleneh seperti Dr Hartojo waktu itu, kerap dianggap sebagai ekonom yg tidak argumentatif. Bahkan sebagian lagi... menyebut Hartojo, itu tadi sebagai ekonom gila. Namun setelah ada serangan badai krisis moneter, akhirnya BI tidak tahan menahan tekanan terhadap rupiah dan merubah kebijakan moneternya menjadi free floating rata (mengambang bebas) dimana penentuan nilai rupiah ditentukan oleh market, suplai demand di pasar uang (money market). Gubenur BI waktu itu Soedrajad Djiwandono dan juga Menkeu Mar'ie Muhammad, tidak bisa berbuat apa-apa kecuali tunduk dengan keinginan pasar. Dan aksi investor keuangan George Soros yang secara massif menyerang pasar keuangan di Asia melalui money market pun berhasil. Pasar-pasar keuangan di Asia berhasil dikuasainya dan dia menangguk keuntungan yang besar. Malah krisis moneter yang dialami Indonesia merembet ke krisis ekonomi dan sosial politik. Bahkan krisis multidimensi di negara ini sampai melengserkan Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden pada bulan Mei 1998. Nah, interaksi serta diskusi saya dengan Iskandar banyak dilakukan ditengah situasi ekonomi politik Indonesia seperti diatas. Kemudian agar saya mendapat perspektif dari nara sumber ekonomi lainnya yang anti mainstream, Iskandar sengaja mengatur pertemuan saya di rumah Dr Hartojo Wignjowijoto di kawasan Kemang Jakarta. Ternyata tidak mudah menangkap isi pemikiran dari seorang ekonom nyentrik ini karena dia banyak guyon kalau sedang ngobrol serius. "Justru kalau dia sedang guyon artinya dia sedang ngomong serius gun," begitu kata Iskandar ketika saya mengeluhkan "hambatan" saya berkomunikasi dengan Dr Hartojo. Itu sepintas interaksi saya dengan Iskandar di masa masa periode Indonesia in Crisis. Selanjutnya Iskandar bercerita kepada saya tentang konfliknya dengan bos besarnya di tempat dia bekerja. Sampai akhirnya dia resign. Sebelum bekerja di RCTI, sahabat saya ini pernah bekerja pula di Majalah InfoBank. Setelah keluar dari RCTI dia kemudian pernah singgah berkarya di TVOne, kemudian pindah lagi ke media Investor Daily. Nah pada tahun 2000-an, saya jarang bertemu dengan Iskandar. Baru setelah Iskandar bekerja di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saya dipertemukan kembali dengan beliau. Salah satu kisah yang dia ceritakan adalah pengalaman religiusnya yang mendapat pertolongan dan kesempatan untuk hidup yang kedua kali. "Saya pernah mendapat serangan penyakit stroke berat Gun. Memory saya hilang, sama sekali gak ingat apa-apa. Alhamdulillah.. Allah SWT masih memberi kesempatan hidup kepada saya untuk beribadah, beramal dan berbuat kebaikan," kata Iskandar. Dia mengisahkan, secara teknis medis dirinya sudah selesai hidupnya waktu itu. Tapi Allah taala punya kehendak lain. Selanjutnya, kalau saya bertemu dengan Iskandar tidak semata ngobrol santai atau membicarakan situasi negara ini, tapi kita saling bertukar cerita dan pengalaman hikmah. Saya sering mendpatkan pencerahan soal agama dalam praktek kehidupan dari Iskandar. Selain bertemu setiap mendapat undangan dari PT Astra Internasional (PT AI) saat acara buka puasa di bulan Ramadhan, kami juga kerap bertemu dan berdiskusi di Jalan Majapahit membicarakan semua hal dalam perspektif keagamaan dan kebangsaan. Tidak hanya itu, Iskandar yang juga aktif menulis novel kerap mengajak saya untuk menjenguk sesama wartawan yang sakit atau meninggal dunia. Bahkan saya pernah diajak Iskandar utk Takziah pada salah satu bekas anak buahnya di Investor Daily yang meninggal beberapa waktu lalu. Walaupun secara pribadi saya tidak kenal, tapi Iskandar memberi info pada saya bahwa almarhum adalah orangnya baik, pekerja keras dan kepala rumah tangga yang sangat bertanggung jawab. Akhirnya, kita bertemu di rumah alamarhum bekas anak buahnya itu. Sebelum Allah SWT mencabut roh dari jasad Iskandar pada hari Senin sore (2/3) beberpa hari sebelumnya saya sempat menjenguk dia di RS Premier Bintaro. Cuma waktu itu, Iskandar sudah dipindahkan dari ruang rawat inap ke ruang ICU dimana jam besuk dibatasi hanya satu jam. Saya hanya bertemu dengan istrinya Iskandar di luar ruang ICU. Dari cerita istrinya, aktivitas Iskandar sebelum masuk rumah sakit seperti biasa berangkat kerja ke kantornya di OJK. Selain itu, setiap hari Sabtu dia mengajar di Universitas Ibnu Chaldun di Rawamangun Jakarta. "Bahkan mas Iskandar ditunjuk pihak kampus utk menjadi Ketua Program Pendidikan Ekonomi Syariah. Dia juga aktif di komunitas Betawi. Dia pernah tidak tidur mas semalaman karena harus merampungkan buku Betawi," cerita istrinya yang didampingi dua yunior Iskandar yang masih muda. Umur saya dengan Iskandar hanya terpaut dua bulan. Iskandar lahir 1 Januari 1966 saya baru brojol dari rahim Ibu pada bulan Maretnya. Ketika melayat Iskandar Senin malam, banyak teman2nya yang pernah sekantor di RCTI, InfoBank, InvestorDaily, TVOne dan OJK, yang datang menjenguk, mensholatkan dan mendo'akan Iskandar. Melalui tulisan ini kami bersaksi sahabat tercintaku H. Ahmad Iskandar Bait adalah salah satu orang yang baik (min ahlil Khoir). Semoga Allah SWT mengampuni segala dosanya, menerima ibadah dan amal baiknya sehingga bisa dimasukkan Surga FirdausNya. Aamiin yaa robbal alamin. Alfatihah. By Tjahja Gunawan.

Zeng Wie Jian, Dengan Asyari Usman Saja Anda Kalah Jam Terbang!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Kalah Jam Terbang? Asyari Usman sudah menjadi wartawan cetak Harian Sinar Indonesia Baru di Medan (1982 hingga 1988). Sedangkan, Zeng Wei Jian alias Ken Ken sendiri baru menjadi wartawan Majalah d'FISH (2003/2004). Dari sisi pendidikan, Zeng adalah lulusan kursus jurnalisme sastrawi Yayasan Pantau & Eka Tjipta Found. Sedangkan Bang AU itu alumni Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara (USU). Itulah bedanya Anda dengan Bang AU, Zeng! Bang AU itu belajar jurnalistik sejak SMA. Melanjutkan pendidikannya di USU Medan. Lalu, menjadi wartawan cetak di Medan, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) antara 1982 hingga 1988. Menangani berita-berita internasional dan menulis kolom editorial. Pada 1987, Asyari Usman terpilih sebagai pemenang lomba tulis wartawan internasional yang diselenggarakan oleh United Nations Correspondent Association (UNCA). Pemenang untuk kawasan Asia-Pasifik. Sebagai hadiahnya, alumni Komunikasi FISIP USU ini diberi kesempatan untuk magang di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York City (NYC). Di mabes PBB, banyak belajar tentang cara kerja badan dunia itu. Di NYC, Bang AU berkesempatan meliput langsung sidang tahunan Majelis Umum (General Assembly) PBB. Juga meliput berbagai sidang Dewan Keamanan (Security Council). Ia melanjutkan perjalanan jurnalistik ke beberapa kota di Kanada, termasuk Ottawa, Montreal, dan Toronto. Dari Kanada, persinggahan berikutnya adalah Inggris. Sewaktu berkunjung ke markas BBC World Service di London, Asyari Usman ditawari bekerja di Siaran Indonesia. Dimulai sejak Juli 1988, Bang AU mengakhiri tugas sebagai wartawan dan penyiar radio BBC Indonesia hingga menjelang akhir 2011. Sekembali di Indonesia, Asyari mencoba profesi lain. Memulai beberapa usaha. Dia kembali ke dunia tulis-menulis menjelang Pilkada DKI 2017 hingga hari ini. Dalam menulis, kepada siapa saja, isinya selalu kritis. Narasi tulisannya pun mudah dicerna. Setiap tulisannya itu berdasarkan data dan fakta lapangan, bukan hoax, bukan pula abal-abal! Jadi, kalau pun Zeng Wei Jian melabeli Bang AU dengan sebutan penulis “abal-abalan” itu sangat jauh dari kenyataan. Yang dia tulis itu adalah fakta nyata! Dalam menulis pun, Bang AU selalu objektif dalam melihat suatu peristiwa. Tidak subjektif membabi-buta dalam “membela” suatu kelompok atau tokoh tertentu. Dia menulis didasari oleh nuraninya, bukan oleh nafsunya! Bagaimana dengan Anda, Zeng? Sebagian catatan tentang Zeng Wei Jian alias Ken Ken itu ditulis di Chirpstory.com, Selasa (28/11/2017 21:12:13 WIB). Sejauh ini tidak ada bantahan atau klarifikasi dari Zeng sendiri terkait dengan isi tulisannya. Nama Zeng sebelumnya tidak begitu dikenal jika pada 2015 tidak “menyerang” Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melalui Facebook yang kemudian diviralkan via WA oleh pendukung Jokowi-Ahok. Pokoknya Anti Jokowi-Ahok. Zeng, disebut-sebut sebagai Ketua III Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Budhist Indonesia / HIKMAHBUDI (2001); Pendiri Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KOMTAK) (2006/2007) bersama Pdt. Nathan Setiabudi, Lius Sungkarisma, Eddie Kusuma, dll. Ia pernah menjadi Wakil Sekjen DPP Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat (PDPR) (2003); Bapilu DPD PDIP Jakarta (2004); Deklarator Relawan Perjuangan Demokrasi (REPDEM), Jakarta Selatan; Pendiri Confusian Centre (2002); Zeng itu pendiri PROUT (Progressive Utilisation Theory) Discussion Forum, Jakarta (1999); Koordinator Interbuddy (International Buddhist Youth) Asia Pacific Region (2000); Head of Political Department, Centre for Democracy and Transparancy (CDT31); Researcher SINERGY Indonesia (2005/2006); Ketua Forum Multikulturalisme Indonesia (2003-2007); Sukarelawan AMURT (Ananda Marga Unit Relief Team) (1998-2004); Zeng pernah menjadi Wartawan Majalah d'FISH (2003/2004); Zeng lulusan kursus jurnalisme sastrawi Yayasan Pantau & Eka Tjipta Found; Assistant Manager CV. Primacolour Printing (Adidas & Nike Major Printing) (2010-2013); Sales Manager PT. Benteng Multi Indotama/Indoscreen, Jakarta (2013); Owner CV. Tantra PITH: 2013 – kini; Pada 2006-2008 Zeng Wei Jian aktif di Milis Budaya Tionghoa id-nya extrim_bluesky. Dulu Zeng juga dikenal Anti Pribumi. Dia itu Pasukan Pembela China. Ini bisa lihat di arsip milis mail-archive.com/search?q=kenke… Pokoknya kalau ada Front Pembela China, dipastikan Zeng Wei Jian jadi Ketuanya. Saking belagunya dia, akhirnya pengurus milis Budaya Tionghoa Memberi Peringatan Keras Atas Kelakuannya. mail-archive.com/budaya_tionghu… Pada 2008 dia masuk Center For Democracy and Transparency (CDT) dan baru ketemu Ahok. Begitu melihat kemampuan Ahok, Zeng Wei Jian terkesima. Kaget ada orang China hebat gini pikirnya. Dan, mulailah Zeng Wei Jian cari muka sama Ahok. Karena Zeng jago nulis. Dia bikin blog tulisannya puji-puji Ahok. Tapi, sayang blognya sudah ditutup oleh dia karena kecewa sama Ahok. Disebutkan, dulu nama blog-nya zengweijian.blogspot.com, tapi sekarang sudah ditutup oleh Zeng. Pokoknya isinya puja-puji kinerja Ahok sejak Bupati Belitung sampai Anggota DPR. Konon, pada 2012 Zeng Wei Jian katanya sempat bantu-bantu Kampanye Pilgub DKI Jakarta menjadi relawan darat (kata Zeng yang belum terkonfirmasi), pokoknya Dukung Ahok 100%. Karena mentang-mentang dekat dengan orang-orang kuat, duit banyak. Dan, akhirnya Zeng Wei Jian mulai menggunakan Narkoba (Sabu). Entah bagaimana awalnya Zeng pakainya. Tapi, yang jelas pada 2013-an Zeng sudah jadi pecandu. Sampai pada akhir 2013-an, Zeng tertangkap lagi pesta narkoba di Kampung Ambon, Jakarta Barat. Mungkin bagi Zeng, dipikir punya kenalan banyak pejabat bisa lolos dari jeratan hukumnya. Ternyata para beking pejabat tak ada yang mau menolongnya. Beberapa kali hubungi Ahok minta jaminan agar dibebaskan. Sambil ungkap jasa-jasa dia bantu Ahok. Rupanya, Zeng salah orang. Ahok kalau sama orang pamrih malah dibiarkan. Menurut Ahok juga, Zeng sok-sokan, pokoknya ngaco abis lah, ada beberapa kali ketahuan mainin proyek. Sampai hujan berkelir juga tak bakal dibantu Ahok untuk jeratan hukum. Zeng ngadu ke Ahok dengan alasan dijebak polisi. Ahok tanya lagi, elo ketangkep di mana? Dijawab, Kampung Ambon. Yaelah itu mah bukan dijebak, emang elo pemadat.. elo urus sendiri, gue gak mau bantu. Begitu kira-kira kata Ahok. Dari sinilah dendam ke Ahok dimulai. Singkat cerita Zeng, akhirnya menginap di hotel prodeo chapter Salemba selama 2 tahun. Pada 2015 Zeng bebas dan mulai balas dendam ke Ahok. Setelah bebas, mulailah Zeng bikin propaganda Anti Ahok di Facebook atau tulisan Anti Ahok via WA. Kasus yang paling viral adalah kasus @amaliaayuningts Teman Ahok yang dibilang orang Kristen nyamar pakai Jilbab. Dengan sotoynya Zeng search FB cari yang namanya Amalia tanpa Hijab. Yang jelas-jelas beda orang. Fitnah seorang Zeng memang dahsyat. Sampai-sampai isteri Amalia yang tak berhijab klarifikasi. Hasil hoax pertama Zeng yang viral ini, sampai teman kecil @amaliaayuningts gemes sama kelakuan Zeng. Pokoknya hoax tentang Ahok diproduksi terus. Pokoknya, saat Pilkada Jakarta 2017 Zeng Wei Jian produktif hampir setiap hari tulisan Hoax Anti Ahok & Jokowi beredar di WA. Ternyata, dari 10 tulisan Zeng Wei Jian tentang Ahok 15-nya Hoax. Zeng Wei Jian akhirnya diinterview oleh Gubernur @aniesbaswedan di Balaikota. Mudah-mudahan masuk TGUPP. Lumayan gaji Rp 27 juta/bulan. Ketika diinterview di Balaikota, Zeng menulis status @geloraco: Zeng Wei Jian Kaget. Ternyata Ada Ruang Tidur di Kantor Gubernur Zaman Lama. Sekarang sudah dibongkar Anies. Padahal, ruang tidur itu sudah ada sejak lama. Ahok juga sudah cerita ke berbagai media. Oleh Gubernur Anies, ruang tidur beneran dibongkar dan djadikan War Room. Perlu dicatat juga, kalau @Fahrihamzah cuma 1 TV besar. Anies pakai 2 TV besar. Zeng tidak tahu fakta bahwa Gubernur @aniesbaswedan merupakan satu-satunya gubernur yang punya War Room. Jadi, semua akun sosmed yang kritik dia dipantau. War Room sang Gubernur Anies bener-benar steril. PNS saja tak bisa bebas keluar masuk. Yang bebas keluar masuk cuma tukang angkut TV. Itulah sebagian fakta sisi lain terkait Zeng. Sekarang ini silakan menilai sendiri, Anda Pembaca Budiman, lebih percaya Zeng Wei Jian atau Asyari Usman! Penulis wartawan senior.

Obituari Gus Sholah (1): Kiai Pejuang Kebenaran dan HAM

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Pada Minggu malam, 2 Februari 2020, KH Salahuddin Wahid telah meninggal dunia dalam usia 77 tahun. Ulama yang akrab dipanggil Gus Sholah itu telah dimakamkan di pemakaman umum Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Posisinya bersebelahan dengan makam kakak yang paling dikasihi, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Semasa hidupnya, ikatan persaudaraan yang cerdas antara Gus Sholah dengan Gus Dur nyaris tak bisa dilepaskan. Banyak pengamat menilai ikatan kedua Gus dari Bani Hasyim itu seperti dua sisi mata uang logam. Mereka saling melengkapi. Meski terkadang keduanya saling berseberangan, namun mereka justru saling mengasihi antara adik dan kakak. Gus Sholah dalam politik praktis tidak pernah sekalipun memikat hatinya. Dia lebih tertarik pada dunia pendidikan. Sejak kecil sangat fokus dalam menggembleng diri dengan membaca beragam buku. Namun dunia pendidikan yang membetot hatinya bukan pendidikan keagaman sebagaimana saudaranya. Putra ketiga dari enam bersaudara putra pasangan KH Wahid Hasjim dan Hj. Sholehah ini lebih memilih pendidikan umum. Karena itu, pada 1962 setamat SMA Negeri 1 Jakarta melanjutkan pendidikannya ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Gus Sholah memilih jurusan arsitektur, meski sebenarnya sangat berminat masuk jurusan ekonomi atau hukum. Semasa kuliah di Bandung, ia aktif dalam kegiatan Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa. Minatnya berorganisasi itu yang terasah sejak SMA dengan menjabat Wakil Ketua OSIS kian terasah dengan mulai aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sejak 1967. Dalam waktu nyaris bersamaan, di menjabat pengurus Komisariat PMII ITB dan Wakil Ketua PMII Cabang Bandung. Tak hanya itu, dia juga menjabat Dewan Pengurus Pendaki Gunung Wanadri. Pada 1968, Gus Sholah ini menikah dengan Farida, putri dari mantan Menteri Agama KH Syaifudin Zuhri. Pernikahan ini cukup unik. Keduanya sama-sama anak mantan Menteri Agama. Peristiwa ini jauh dari unsur kesengajaan, karena Gus Sholah saat mengenal Farida, ternyata tidak tahu calon mertuanya adalah mantan Menteri Agama seperti ayahnya. Dia baru tahu status mertuanya, saat datang melamar. ‘ Dari pernikahan tersebut pasangan ini dikaruniai tiga anak, yaitu Irfan Asy’ari Sudirman Wahid (Ipang Wahid), Iqbal Dorojatun Wahid (Billy Wahid), dan Arina Saraswati Wahid (Rina Wahid). Setelah pernikahan, kuliah Gus Sholah sempat terhenti cukup lama. Dia menekuti kariernya di bidang kontraktor, yang dijalani sejak kuliah. Pada 1970, Gus Sholah mendirikan sebuah perusahaan kontraktor bersama dua orang kawan dan kakak iparnya, Hamid Baidawi. Perusahaan itu bertahan hingga 1977. Selain itu, pernah bergabung dengan Biro Konsultan PT MIRAZH, menjadi Direktur Utama Perusahaan Konsultan Teknik (1978-1997), Ketua DPD Ikatan Konsultan Indonesia/Inkindo DKI (1989-1990); Sekretaris Jenderal DPP Inkindo (1991-1994), Assosiate Director Perusahaan Konsultan Properti Internasional (1995-1996), dan masih banyak yang lain. Singkatnya, sejak 1970 hingga 1997, sebagian besar aktivitasnya fokus di bidang arsitektur dan konstruksi. Dia kembali aktif kuliah di ITB pada 1977. Menyelesaikan studinya pada 1979. Setelah lulus kuliah, aktif di berbagai organisasi. Mulai dari organisasi profesi, organisasi masyarakat, dan organisasi bantuan hukum. Sedangkan kepopulerannya di masyarakat mulai mengkilap sebagai bagian dari trah keluarga pendiri NU, karena perseteruan sengitnya dengan sang kakak Gus Dur sendiri. Pada tahun yang sama, dia kian memanfaatkan waktunya untuk membaca buku dan mulai menulis. Ini karena sejak 1993 menjadi Pimpinan Redaksi majalah Konsultan. Sementara kegiatannya menulis opini banyak dimuat oleh harian Republika, Kompas, Suara Karya, dan beberapa media nasional serta lokal. Tulisannya banyak menyoroti berbagai persoalan yang sedang dihadapi umat dan bangsa. Pemikiran dan gagasannya seringkali berbeda dengan Gus Dur, bahkan pernah berpolemik dengan Gus Dur tentang hubungan agama dan negara di harian Media Indonesia. Hasil polemik tersebut dibukukan oleh Forum Nahdliyyin Untuk Kajian Strategis, Jakarta, dan diberi judul KH. A. Wahid Hasyim Dalam Pandangan Dua Putranya. Dialog antara GusDur-Mas Sholah Mengenai Pandangan Politik Keislaman Sang Ayah (1998). Selain menulis di media massa, Gus Sholah juga banyak menulis buku. Karya-karyanya yang telah dibukukan, antara lain Negeri di Balik Kabut Sejarah (November 2001), Mendengar Suara Rakyat (September 2001); Juga, Menggagas Peran Politik NU (2002), Basmi Korupsi, Jihad Akbar Bangsa Indonesia (Nopember 2003), Ikut Membangun Demokrasi, Pengalaman 55 Hari Menjadi Calon Wakil Presiden (Nopember 2004). Sejak medio 2007, Gus Sholah mengumpulkan naskah-naskah tulisannya yang pernah terbit di berbagai media, untuk diterbitkan dalam bentuk buku. Selain itu, pria kelahiran Jombang ini sering diminta memberikan pengantar pada buku-buku karya penulis lain. Kemampuan menulis Gus Sholah tidak lepas dari kegemarannya membaca sejak usia muda. Kebiasaan itu terus dipertahankannya hingga usia tua. Setiap ada waktu longgar, dia selalu menyempatkan diri membaca. Kebiasaan ini semakin intens di bulan Ramadhan. Dalam satu bulan, sepuluh judul buku bisa habis dibacanya. Pengakuan Gus Sholah saat ditemui pada Ramadhan 2019, dia biasanya menyediakan waktu untuk membaca sebelum dan sesudah makan sahur, setelah Shalat Shubuh, pagi hari, dan sore hari. Karena itu, Gus Sholah sudah memakai kacamata sejak usia muda. Demikian pula, nasib semua saudaranya yang sejak kecil sudah berkaca mata, seperti tampak dalam foto buku Karangan Tersiar karya Abu Bakar Atjeh. ​Sejak bergulirnya Era Reformasi, keterlibatan Gus Sholah dalam bidang politik semakin intens. Pada 1998 ditawari menjadi Sekjen PPP dengan calon Ketua Umum Amien Rais. Namun rencana itu gagal, karena Amien Rais menolak dan memilih mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN). Beliau pun bergabung dengan pamannya KH Yusuf Hasyim alias Pak Ud mendirikan Partai Kebangkitan Umat (PKU), selanjutnya mendapat amanah sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat dan Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu PKU. Saat menjabat pengurus PKU, perseteruan Gus Sholah dan Gus Dur kian menyedot perhatian. Masing-masing memegang kuat prinsip yang berbeda. Gus Dur lebih moderat dan banyak yang menyebut sekuler, sementara Gus Sholah lebih berprinsip Islami. Fakta itu tercermin dari partai yang mereka dirikan. PKU berasaskan Islam, sementara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan Gus Dur berasaskan nasionalis. Perbedaan tersebut membuat keduanya sering saling melontarkan kritik pedas. Bila Gus Dur pernah mengeluarkan ungkapan “Telor dan Tahi Ayam” untuk membedakan PKU dan PKB. Kritikan itu dibalas Gus Sholah dengan membongkar rahasia dapur PKB dengan mengatakan, “Mereka membohongi umat dengan menyatakan PKB partainya NU. Itu pembohongan publik. PKB bukan partai Islam, tetapi partai sekuler”. “Bahkan, saat Muktamar NU di Cipasung dan Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU, ternyata Gus Sholah berada di pihak yang berseberangan dengan Gus Dur,” ungkap seorang santrinya yang menuliskannya dalam sebuah blog. Namun, ada sepenggal cerita yang patut menjadi renungan di balik perseteruan kedua saudara kandung tersebut. Kendati keduanya sangat keras dalam adu kritik, tapi dalam kesehariannya Gus Dur dan Gus Sholah bergaul dengan baik. Gus Sholah bersama istri dan tiga anaknya rajin mengunjungi Gus Dur di Ciganjur. Dalam pertemuan keluarga tersebut, ternyata keluarga Gus Sholah tetap bersenda-gurau dengan isteri dan puteri-puteri Gus Dur. Demikian pula Gus Dur dan Gus Sholah. “Anggota Bani Hasyim sangat menjunjung azas demokrasi. Kami bebas saling kritik terhadap yang lain saat dinilai berbeda prinsip, tapi silahturahmi keluarga juga wajib dijaga tetap erat. Karena itu, polemik antara saya dengan Gus Dur itu konflik yang sejuk dan menghanyutkan,” kata Gus Sholah menilai hubungannya dengan Gus Dur. Sedangkan keterlibatan Gus Sholah dalam PKU berakhir pada September 1999. Mundur dari PKU, Gus Sholah mulai fokus pada NU. Dalam Muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Gus Sholah ikut maju sebagai salah seorang kandidat Ketua Umum PBNU. Gus Sholah kemudian terpilih sebagai salah satu Ketua PBNU periode 1999-2004. Pada Muktamar NU tahun 2004 di Solo, Gus Sholah kembali dipinang menjadi Ketua PBNU. Namun, pinangan tersebut ditolak secara halus. Keterlibatan Gus Sholah di NU sebenarnya sudah dimulai sejak lama. Pada 1977 bersama aktivis muda NU membentuk ”Kelompok G” yang kelak menjadi cikal bakal tim yang mempersiapkan materi kembalinya NU ke Khittah 1926. Namun keterlibatan itu baru diketahui publik sejak tahun 1990-an, dan semakin intens sejak tahun 2000-an. Pada akhir tahun 2001, Gus Sholah didaftarkan adik iparnya, Lukman Hakim Syaifuddin (mantan Menteri Agama periode 2014-2019), sebagai calon anggota Komnas HAM. Kendati dengan persiapan sekedarnya, ternyata berhasil lolos uji kelayakan (fit and proper test). Selanjutnya menjadi salah satu komisioner dari 23 anggota Komnas HAM periode 2002-2007. Pada saat sama, terpilih sebagai Wakil Ketua II Komnas HAM. Selama berkiprah di Komnas HAM, Gus Sholah sempat memimpin TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) untuk menyelidiki kasus Kerusuhan Mei 1998 (Januari-September 2003), Ketua Tim Penyelidik Adhoc Pelanggaran HAM Berat kasus Mei 1998; Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pulau Buru, dan lain sebagainya. Sejak saat itu popularitasnya kian berkibar. (Bersambung) Penulis adalah wartawan senior

Ahmad Yani Bantah Bertemu Hakim Agung Syamsul Chaniago

Jakarta, FNN - Sehubungan dengan pemberitaan yang termuat di berbagai media massa, baik media cetak, maupun online, sejak Minggu 29 September 2019 hingga saat ini, ikhwal adanya kontak hubungan, antara antara saya Dr. Ahmad Yani SH. MH dengan Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara BLBI atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung pada tingkat kasasi di Cafe Segafredo di dalam Mall Plaza Indonesia pada tanggal 28 Juni 2019, antara pukul 17.38- 18.30 WIB, maka perkenankan saya menyampaikan sebagai berikut : Pertama, bahwa saya nyatakan tidak ada sama sekali kontak hubungan yang saya lakukan dengan Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago, terkait dengan perkara pada tingkat kasasi dalam kasus BLBI yang menjerat Syafruddin Arsyad Temenggung. Saya mempertegas bahwa di dalam berbagai pemberitaan yang ada, terkesan seolah-olah muncul pra-kondisi yang mengkaitkan adanya kontak hubungan di antara saya dengan Syamsul Rakan Chaniago, yang dihubungkan dengan perkara kasus BLBI atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. Kedua, patut saya jelaskan dan pertegas bahwa tidak ada pertemuan yang terjadi di antara saya dengan Syamsul Rakan Chaniago. Terkesan pertemuan tersebut terjadi atas inisiasi atau perencanaan terlebih dahulu. Saya mengklarifikasi bahwa keadaan yang sebenarnya ialah saya pada waktu tersebut, yaitu pada tanggal 28 Juni 2019 sekitar pukul 17.38 - 18.30 WIB, berada di Cafe Segafredo Mall Plaza Indonesia. Keberadaan saya di tempat tersebut dalam agenda melakukan wawancara interaktif dengan para teman–teman wartawan (journalist). Ketika saya tiba di Cafe Segafredo, Hakim Agung Syamsul Rakan Chaniago juga sedang atau sudah lebih dulu berada di dalam cafe tersebut. Dan akhirnya, saya bertegur sapa secara on the spot pada momen tersebut dengan Syamsul Rakan Chaniago. Perlu diketahui bahwa sejatinya momen sebagaimana dimaksud, terjadi di tempat keramaian atau termpat terbuka. Karena di tempat terbuka, maka dapat diekspose oleh siapapun. Apalagi pertemuan bukan di tempat yang tertutup (privat). Ketika itu, justru terdapat teman-teman media wartawan (journalist), yang akan berdiskusi dan bertemu dengan saya di Cafe Segafredo tersebut. Ketiga, bahwa adapun kronologis pertemuan sebagaimana dimaksud ialah terjadi dalam kurun waktu menjelang ibadah sholat magrib (sore hari), dimana maksud dan tujuan saya datang ke Cafe Segafredo Mall Plaza Indonesia tersebut ialah untuk menemui teman-teman wartawan (journalist) yang memang sudah membuat janji (via handphone) terlebih dahulu dengan saya. Teman-teman wartawan ingin minta keterangan atau pendapat saya ikhwal proses sengketa pilpres di MK, yang banyak berbicara tentang peran dan fungsi MK dalam menangani sengketa pilpres. Oleh karenanya, begitu saya tiba di Cafe Segafredo tersebut, secara tidak sengaja bertemu dengan Syamsul Rakan Chaniago, tanpa ada appoinment sebelumnya. Setelah bertegur sapa sebentar, akhirnya waktu ibadah magrib tiba, sehingga kami beramai ramai bersama menunaikan ibadah magrib di mushola Mall Plaza Indonesia. Setelah selesai sholat maghrib, kami kembali lagi ke Cafe Segafredo untuk melanjutkan pertemuan dengan teman-teman wartawan. Saya tidak hanya terfokus kepada Syamsul Rakan Chaniago, namun saya berpindah-pindah ke tempat duduk yang lain. Sebab keadaan waktu itu ramai atau terbuka untuk umum. Pada saat di Cafe Segafredo, saya memang fokus berdiskusi interaktif dengan teman-teman jurnalis media yang sudah membuat janji untuk mewawancarai saya. Keempat, perlu diklarifikasi dan patut menjadi catatan bahwa di dalam moment yang tidak disengaja tersebut tidak ada sama sekali membicarakan ikhwal perkara BLBI atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. Bahkan saya tidak mengetahui sama sekali jikalau Syamsul Rakan Chaniago merupakan salah satu hakim dalam majelis pada tingkat kasasi yang memeriksa/mengadili/memutus perkara kasasi BLBI atas nama terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. Adapun materi pembicaraan singkat yang terjadi, yang berlangsung secara informal. Pembicaraan hanya terkait dengan berbagai isu di dalam pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 yang lalu. Juga terkait proses pencalegan saya pribadi sebagai Caleg DPR dari Partai Bulan Bintang. Kelima, perlu juga untuk diklarifikasi bahwa status dan posisi saya yang dalam kurun waktu pertemuan tersebut berlangsung, dimana ketika itu saya sudah tidak ikut terlibat secara aktif dan partisipatif di dalam Tim Kuasa Hukum Syafruddin Arsyad Temenggung, khususnya pada saat pengajuan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung. Sedari awal pengajuan upaya hukum kasasi tersebut, saya memang sudah memohon izin (pamit), baik kepada tim kuasa hukum dan khususnya kepada Syafruddin Arsyad Temenggung. Saya tidak lagi terlibat lebih jauh di dalam proses pengajuan upaya hukum kasasi, karena pada kurun waktu yang bersamaan, saya sedang memprioritaskan proses pencalegan saya yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari Partai Bulan Bintang untuk daerah pemilihan DKI Jakarta I periode 2019 - 2024. Berkaitan dengan itu, sedari awal pengajuan upaya hukum kasasi, saya sudah tidak pernah lagi mengikuti rapat-rapat tim kuasa hukum Syarifuddin Arsyad Tumenggung dan atau pertemuan terkait dengan penyusunanpengajuan memori kasasi. Keenam, bahwa sedari awal polemik ini muncul, saya sama sekali tidak pernah diklarifikasi. Oleh karenanya, saya sangat merasa berkeberatan dengan 'simpang siurnya' pemberitaan yang menyudutkan nama baik saya. Kenyataan ini ditambah dengan 'penggiringan opini' yang juga telah dapat dilihat sebagai 'character assassination' terhadap pribadi saya. Perlu saya pertegas kembali bahwa saya secara prinsip sangat mendukung upaya pengusutan kasus BLBI secara tuntas dan menyeluruh. Demikianlah press release ini dibuat sebagai bentuk klarifikasi dengan harapan dapat menjelaskan keadaan, peristiwa yang sesungguhnya terjadi, sehingga dapat meluruskan 'simpang siurnya' pemberitaan yang muncul. Atas perhatian dan atensi-nya saya ucapkan terima kasih.

Mahasiswa, Ternyata Kalian Murni dan Serius

Dalam sejarah politik Indonesia, mahasiswa telah membuktikan dirinya sebagai komponen yang sangat menentukan. Itulah sebabnya para penguasa sepanjang zaman selalu memperhitungkan eksistensi mahasiswa. Dan itulah pula sebabnya ada penguasa yang berusaha agar mahasiswa tidak ikut dalam hiruk-pikuk perpolitikan. Sebab, mahasiswa dianggap sebagai penghambat tujuan busuk mereka. By Asyari Usman Jakarta, FNN - Dalam tulisan kemarin, saya merasa agak ragu terhadap derap langkah para mahasiswa yang berunjuk rasa di Jakarta dan berbagai kota lainnya. Ternyata kalian murni prihatin melihat kondisi negara. Alhamdulillah, kalian bukan mahasiswa hasil kooptasi. Bukan mahasiswa bayaran. Kalian murni terpanggil untuk ikut melakukan perbaikan. Setelah mengamati kronologi sejumlah unjuk rasa (unras), saya sekarang berkeyakinan bahwa para mahasiswa Indonesia telah menyadari posisi mereka sebagai ahli waris negara ini. Sebagai ahli waris, tentu mereka mempunyai kewajiban dan hak atas Indonesia. Mereka wajib mengawal dan mempertahankan negara ini. Sebaliknya, mereka berhak mengetahui apa-apa saja yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola negara ini. Mereka juga berhak menyampaikan protes terhadap kesewenangan para penguasa. Mahasiswa adalah komponen bangsa yang paling relevan mempertanyakan kebijakan-kebijakan penguasa. Pertama, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki intelektaulitas yang cukup untuk mengamati dan menafsirkan langkah-langkah yang ditempuh oleh para penguasa. Kedua, mereka adalah generasi penerus yang akan melanjutkan pengelolaan negeri ini. Para mahasiswa memikul tanggung jawab moral untuk mewakili rakyat. Mereka adalah segmen bangsa yang memiliki banyak kelebihan untuk mengambil posisi sentral dalam setiap proses politik. Mereka memiliki ketajaman berpikir dan stamina fisik yang prima. Dua hal ini sangat diperlukan dalam menghadapi kesewenangan para penguasa. Baik itu kesewenangan eksekutif maupun kesewenangan legislatif Dalam sejarah politik Indonesia, mahasiswa telah membuktikan dirinya sebagai komponen yang sangat menentukan. Itulah sebabnya para penguasa sepanjang zaman selalu memperhitungkan eksistensi mahasiswa. Dan itulah pula sebabnya ada penguasa yang berusaha agar mahasiswa tidak ikut dalam hiruk-pikuk perpolitikan. Sebab, mahasiswa dianggap sebagai penghambat tujuan busuk mereka. Ada penguasa yang mencoba membungkam mahasiswa melalui berbagai cara. Misalnya, dengan siasat akademik. Mahasiswa diwajibkan ini dan itu supaya tak sempat mengamati cara negara ini dikelola. Ada juga yang mencoba memanjakan mahasiswa dengan berbagai stimulus. Tapi, kodrat alami mahasiswa tak bisa dibendung. Mereka adalah anak-anak muda yang sedang membina kapasitas intelektulitas. Pembinaan intelektualitas inilah yang kemudian membawa mahasiswa sampai ke ruang sosial dan politik. Dari sinilah mereka memulai pengamatan sosial-politik. Belakangan ini, mahasiswa kelihatannya mendeteksi sesuatu yang aneh terkait dengan pengelolaan negara. Naluri sosial-politik mereka bekerja. Mereka tersentak oleh sengatan kesewenangan penguasa. Sebagai contoh, mereka pun melihat keganjilan dalam proses revisi UU tentang KPK. Publik non-mahasiswa lebih dulu menilai bahwa revisi itu akan menghasilkan pelemahan lembaga antikorupsi itu. Para mahasiswa sepakat dengan temuan publik. Kalangan mahasiswa terkoneksi dengan suasana penentangan revisi UU KPK itu. Mereka juga sependapat bahwa langkah Presiden Jokowi menyetujui pelemahan KPK itu adalah tindakan yang melawan aspirasi rakyat. Restu Jokowi itu frontal dengan upaya pemberantasan korupsi yang selama ini menjadi musuh keadilan dan kesejahteraan. Keikutsertaan mahasiswa dalam sepekan ini di arena gelar aspirasi tentulah akan memperkuat upaya untuk meluruskan cara berpikir para penguasa. Bahkan, mahasiswa sangat diharapkan menjadi pemeran utama dalam rangkaian koreksi terhadap kekeliruan penguasa. Sebab, bangsa dan negara ini adalah warisan untuk mereka. Mahasiswa berhak memantau dan memastikan agar negara ini tidak dikelola sesuka hati oleh para penguasa. Sebab, para mahasiswalah yang nantinya akan merasakan dampak buruk jika negara dikelola secara semberono. Mari kita berikan dukungan penuh kepada para mahasiswa. Mereka kini terpanggil untuk ikut menyelamatkan negara ini dari kesewenangan para penguasa. Kepada aparat keamanan kita meminta supaya tidak berlebihan dalam menghadapi para mahasiswa yang hanya ingin menyampaikan aspirasi mereka. Mereka bukan musuh negara. Kita doakan agar perjuangan untuk menjaga kedaulatan negara dan menegakkan keadilan, tidak terlalu berat. Amin, Allahumma amin! Penulis adalah Wartawan Senior