Terorisme Tak Melulu Bermotif Agama Tertentu, Tegas Mahfud MD
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan terorisme tidak selalu memiliki motif agama tertentu, melainkan bisa terkait politik dan ideologi, sehingga paham itu bukan semata-mata soal akidah.
Dia mencontohkan gerakan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) termasuk terorisme dengan motif politik dan ideologi, katanya saat memberikan sambutan mewakili Presiden Joko Widodo di acara peringatan HUT ke-12 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa.
"Misalnya gerakan di Papua yang disebut OPM, sehingga yang dikatakan terorisme itu sebenarnya bukan hanya terkait dengan agama tertentu. OPM itu kan motifnya politik dan ideologi," kata Mahfud.
Motif politik gerakan OPM itu, lanjutnya, ialah ingin membuat Papua terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga kelompok tersebut melakukan kekerasan untuk menyebarkan ideologi tersebut.
"Politiknya ingin memecahkan diri, ideologinya tidak mau bersatu, tidak mau Pancasila, lalu melakukan kekerasan di tempat-tempat umum, membakar bandara, menembak warga sipil," tambahnya.
Mahfud kemudian menyinggung pandangan sebagian masyarakat yang kerap mengaitkan terorisme dengan agama tertentu. Dia menegaskan dan membantah tudingan gerakan antiterorisme adalah gerakan anti-Islam.
"Saya ingin sampaikan secara khusus karena sering dikaitkan dengan agama. Ada tudingan kenapa di Indonesia kalau bicara terorisme kok selalu Islam, berarti gerakan antiterorisme itu gerakan anti-Islam? Justru sebenarnya yang akan kita bangun adalah untuk menunjukkan Islam itu bukan agama teror, karena Islam itu adalah agama yang menerima kosmopolitanisme," jelasnya.
Menurut dia, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang pernah dibacakan Presiden Soekarno, memiliki substansi sama dengan Piagam Madinah dari Nabi Muhammad Saw.
"Nabi Muhammad itu, saat mendirikan negara adalah negara kesewargaan atau kosmopolit. Buktinya apa? Piagam Madinah. Piagam Madinah itu substansinya sama dengan proklamasi kemerdekaan," tegasnya.
Kesepakatan mendirikan negara Indonesia, lanjutnya, adalah kesepakatan luhur yang harus ditaati. Menurut dia, begitu ada yang ingin mengubah akte kesepakatan yang bernama Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 itu, berarti ingin mengubah Indonesia dan membongkar kesepakatan.
"Kalau itu dilakukan tanpa proses kesepakatan baru, maka namanya itu pemberontakan, apalagi caranya dengan cara-cara melanggar martabat kemanusiaan. Kenapa harus menjaga keutuhan Indonesia?" katanya.
Indonesia dibangun dari perbedaan, yang kalau itu tidak dikelola dengan baik atau tidak disadari oleh warganya, maka akan menimbulkan konflik-konflik yang mengarah ke radikalisme dan terorisme.
"Jadi yang dilakukan kami di BNPT ini adalah menimbulkan kesadaran bahwa negara Indonesia ini dibangun di dalam keberbedaan," ujarnya. (Sof/ANTARA)