ALL CATEGORY

Advokat Sahlan: Status Medsos Istri Dandim Tidak Ada Unsur Pidana!

Jakarta, FNN - Seorang advokat asal Kota Surabaya, Sahlan, tertarik dengan polemik status hukum Ny. Irma Purnama Dewi Nasution, istri mantan Dandim 1417 Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi. Ia membuat Pendapat Hukum terkait dengan persoalan tersebut. Alumni STIH Sunan Giri Malang itu tertarik untuk memberikan pendapat hukum karena ada yang janggal dalam sanksi yang diberikan KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa pada Kolonel Hendi. Banyak pertanyaan seputar persoalan suami-istri itu. Bagaimana pendapat hukum Sahlan terkait dengan persoalan yang menimpa Kolonel Hendi dan istrinya tersebut, berikut petikan wawancara Mochamad Toha dari FNN dengan advokat muda ini: Apa yang bisa Anda sampaikan dalam permasalahan Kolonel Hendi Suhendi dan istrinya, Irma Nasution ini? Perlu dicatat, TNI tidak boleh terlibat dalam politik praktis sedangkan istrinya diperbolehkan. Hal itu sesuai UU TNI Nomor 34 Tahun 2014 tentang TNI hanya mengatur prajurit TNI yang tidak boleh terlibat dalam politik praktis. Kalau itu yang menyangkut suaminya selaku anggota TNI. Untuk istrinya? Ada Surat Telegram Panglima TNI Nomor: ST/1378/XI/ 2014 tanggal 24 November 2014 disebutkan, istri para prajurit TNI diperbolehkan untuk melakukan kegiatan politik sehingga nanti ada yang bisa menjadi bupati atau gubernur. Jadi, tidak ada larangan berpolitik pada istri tentara? Di dalam undang-undang, yang dilarang berpolitik praktis adalah prajurit TNI, sedangkan bagi istri prajurit TNI tidak ada larangan dan hal tersebut diperbolehkan. Ini tidak melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit & UU Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8a dan Pasal 9 karena yang melakukan adalah istrinya. Maksudnya? Komandan Korem 143/Ho Kendari Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto mengatakan, dasar hukum pencopotan Dandim Kendari karena dianggap melanggar Sapta Marga di tubuh TNI sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Pasal 8a dan Pasal 9. Mungkin bisa dijelaskan lebih lanjut? Baiklah. Kita coba baca dulu tentang Sapta Marga TNI dan Ketentuan Pasal 8a dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014. Sapta marga TNI adalah sebagai berikut: 1. Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila 2. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi Negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah 3. Kami Kesatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan 4. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, adalah Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia 5. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, paruh dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit 6. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa 7. Kami Prajurit Tentara Nasional Indonesia, setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit. Ketentuan Pasal 8a dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014. Ketentuan Pasal 8a dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 2014 adalah mengatur tentang Jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Militer. Ketentuan Pasal 8a, menyebutkan, "Segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer”. Sementara, Pasal 9 mengatur tentang dua jenis hukuman disiplin militer yang bisa diberikan jika seorang anggota melakukan pelanggaran, Hukuman bisa berupa teguran dan penahanan. Penahanan disiplin ringan paling lama adalah 14 hari, sedangkan penahanan untuk kasus disiplin berat bisa mencapai 21 hari. Pasal 10, yang berbunyi, "Penjatuhan Hukuman Disiplin Militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diikuti dengan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam pasal tersebut bukankah tidak ada kaitannya dengan perbuatan istrinya? Benar. Seharusnya, pencopotan jabatan suaminya itu dilakukan setelah dibuktikan tindak pidana yang dilakukan istri. Sebagai negara hukum dengan asas praduga tidak bersalah maka harus terlebih dahulu dibuktikan dan berkekuatan hukum tetap. Jadi, sanksi KSAD terhadap Kolonel Hendi tidak tepat? Penghukuman yang diberikan tersebut memang tidak tepat. Meskipun hukuman itu terkait pembinaan, kurungan 14 hari dalam sel tahanan yang dikenakan kepada para prajurit, sekali lagi menurut kami, tidaklah tepat. Apakah status Facebook Irma Nasution itu ada unsur pidananya? Status Facebook istri Kolonel Hendi tersebut tidak mengandung unsur pidana. Berdasarkan informasi yang beredar terdapat 2 (dua) status istri eks.Dandim Kendari yang dipersoalkan, yaitu: “Jangan cemen, Pak … Kejadianmu, tak seberapa dibanding dengan jutaan jiwa yang melayang”. “Jadi teringat kasus Setnov. Ada lanjutannya ternyata. Menggunakan peran pengganti”. Berkaitan dengan hal tersebut bagaimana pendapat hukum Anda? a. Bahwa status “Jangan cemen, Pak … Kejadianmu, tak seberapa dibanding dengan jutaan jiwa yang melayang”. Menurut pendapat saya dapat dinilai sebagai bentuk “curahan hati” dan/atau “panggilan hati” melihat kondisi negeri ini. Dan/atau juga dapat dinilai sebagai motivasi agar segera bangkit dan tidak merasa kalah atau lemah atau Cemen; b. Bahwa apabila ada maksud melaporkan istri eks Dandim Kendari ke aparat, atas dasar apa? Atas unsur-unsur pidana apa? Apabila atas dasar pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008 tentang hoax dan ujaran kebencian. Di mana letak frasa dari status tersebut yang bermuatan ujaran dan/kalimat dan/frasa yang mengandung kebencian? Dan/atau adakah status tersebut berupa ujaran kebohongan? Berita hoax (pasal 28 ayat 1) yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) yang dapat dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang disebarkan. Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE dan Jika bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Saya berpendapat bahwa tidak terdapat keterkaitan antara yang dituduhkan hoax dan ujaran kebencian, dan juga tidak terdapat status yang berupa ujaran kebencian dan/atau yang dinilai sebagai hoax; c. Bahwa apabila akan dilaporkan atas delik pencemaran nama baik, pasal 27 ayat (3) UU ITE. Apakah status tersebut menyebutkan nama Wiranto? Frasa “jangan Cemen, pak….” bisa jadi yang dimaksud adalah bukan Pak Wiranto, barangkali bapak” yang lain? Kalau Wiranto merasa tersinggung mestinya Wiranto yang melaporkan? Karena pasal ini adalah delik aduan; d. Bahwa atas dasar penjelasan di atas, untuk saat ini saya berpendapat tidak terdapat unsur pidana pasal 27 ayat (3), atau pasal 28 (1) dan (2) UU ITE No.19/2016 Jo. UU No. 11/2008. Karenanya, semua polemik hukum terkait status FB istri Eks Dandim Kendari seyogyanya dihentikan. Saran Anda pada institusi TNI? Seharusnya pimpinan TNI tidak menjatuhkan sanksi terlebih dahulu kepada para suami dari istri TNI yang belum tentu bersalah secara hukum. Apalagi, tidak ada aturan dalam UU TNI yang mengatur soal sanksi atas perbuatan istrinya.

Pak Jokowi, Kenapa Pelantikan Dibuat Tegang?

By Asyari Usman (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Pak Jokowi, pelatikan presiden atau perdana menteri adalah saat-saat yang membahagiakan. Di mana pun di dunia ini. Seperti halnya pelantikan Panjenengan pada 2014 tempohari. Rakyat berbondong mengelu-elukan Anda. Berebut jabat tangan. Berlomba-lomba untuk selfi bersama Sampeyan. Semua orang ceria. Banyak tepuk gemuruh. Tapi, kali ini, kenapa suasananya akan berbeda? Kok dibuat tegang, Pak? Terasa seram sekali. Bakal ada pengerahan 27,000 personel keamanan. Tentara dan polisi dikerahkan untuk mengawal pelantikan Bapak. Hampir bisa dipastikan akan banyak “road block” dan kawat berduri di mana-mana. Kenapa, Pak Jokowi? What’s wrong, Sir? Bukankah pelantikan kedua ini momen yang luar biasa bagi Anda, Pak? Menang untuk periode kedua harusnya menandakan pengakuan rakyat terhadap kinerja Anda. Tapi, kok bukan itu yang akan terlihat. Kenapa ‘Njenengan malah membentengi diri di balik kawat berduri? Kenapa Anda harus dilantik di balik barikade barakuda? Di balik barisan keamanan bersenjata lengkap? Memangnya ada yang berani mengganggu Bapak? Siapa berani? Tak bakalan, Pak. Enggak mungkin! Rakyat oposisi takut semua sekarang. Takut dikatakan radikal atau teroris. Dan juga takut dikeroyok brutal. Takut dipentungi ‘gaspol’ dan ditendangi dengan sepatu laras. Terus, polisi mengatakan mereka tidak akan merespon pemberitahuan unjuk rasa (unras) oleh siapa pun. Intinya, tidak boleh ada demo. Mulai 15 Oktober sampai 20 Oktober 2019. Dengan alasan acara pelantikan panjenengan akan dihadiri para tamu VIP dari luar negeri. Karena ada tamu asing itu, perlulah ditunjukkan bahwa kita ini beradab dan santun. Ini yang dikatakan pejabat tinggi keamanan di Jakarta. Hanya saja, Pak, mengapa keberadaban dan kesantunan hanya diperlihatkan kepada para tamu asing saja? Kenapa begitu, Pak? Apakah di hadapan rakyat tidak perlu beradab? Tidak perlu santun? Maaf, Pak. Saya bertanya karena sewaktu berlangsung rangkaian unjuk rasa mahasiswa, pelajar dan komponen rakyat lainnya belum lama ini, tak terlihat aparat keamanan tampil beradab apalagi santun. Begitu, Pak Jokowi. Mungkin Panjenengan tahu juga ada korban yang pecah tempurung kepala. Ada yang wajahnya tak dikenali lagi. Bahkan ada yang langsung masuk surga, insya Allah. Jadi, sekali lagi saya bertanya, Pak Jokowi. Kenapa, pelantikan periode kedua ini terkesan sangar, Pak? Ada apa gerangan? Berbeda kontras dengan pelantikan 2014. Waktu itu, rakyat senang Anda menang. Sekarang, kok ada kesan rakyat tak tenang Anda menang. Mumpung masih ada waktu. Pak Jokowi bisa membuat pelantikan 20 Oktober nanti bersuasana rileks. InsyaAllah, bisa. Dibuat santai saja, Pak. Bukankah koalisi Bapak sekarang menjadi mayoritas besar dan solid? Tidak ada yang harus dicemaskan. Semuanya punya Sampeyan, Pak. Ketua MPR, orang Bapak. Ketua DPD, juga. Ketua DPR, apalagi. Seribu persen. Pak Probowo pun sudah all-out mendukung Panjenengan. Meskipun para pendukung beliau tak ikut. Artinya, yang tidak mendukung itu orang-orang lemah semua. Tak punya apa-apa. Jadi, sangat amanlah, Pak! Tak perlu baridake atau perintang jalan. Tak usah pakai kawat berduri. Karena kesannya mencekam. Terasa tegang, Pak. Ini hanya saran, Pak. Selebihnya terserah Panjenengan. [] 16 Oktober 2019

Tragedi Irma Nasution

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, (Sabang Merauke Circle) Jakarta, FNN - Irma Nasution, istri Kolonel Hendi Suhendi, akhirnya berurusan dengan kepolisian RI dalam sangkaan kasus ITE, yang heboh belakangan ini. Irma dianggap memposting hal hal yang kurang beradab terkait penusukan Jenderal (purn) Wiranto di Pandeglang. Kolonel Suhendi yang dipecat dari jabatan Dandim bangga dengan istrinya, tidak menyesal. "saya bangga telah menjadikan istri saya, istri yang bebas merdeka", kata Kolonel Suhendi. Irma Nasution telah mengukirkan namanya sebagai perempuan merdeka atau independen dalam zaman now ini. Dia telah menjadi perempuan kedua dengan nama yang sama dalam sejarah bangsa kita. Irma Nasution pertama adalah putri Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, yang dibunuh tentara pro komunis, Oktober 34 tahun lalu. Irma binti A. H. Nasution ditembak mati ketika dipeluk ibu asuhnya. Kekerasan politik di masa itu membuat dendam dan membunuh adalah suatu kebiasaan, juga terhadap perempuan dan anak-anak. Istri tentara menurut keterangan resmi Kapuspen TNI, Mayjen Sisriadi, merupakan tanggung jawab tentara itu. UU No 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, menurutnya mengatur "segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan Tata Tertib Militer". Meskipun tanggung jawab tentara alias suami, Irma Nasution juga dinyatakan bertanggung jawab atas dirinya sendiri, sehingga Kepala Staf Angkatan Darat melimpahkan urusan Irma ke ranah sipil, alias kepada polisi. Apa yang ingin kita pahami lebih dalam dari peristiwa ini? Pertama, jika postingan Irma "Jangan Cemen Pak..., kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa yang melayang" benar ditujukan pada Wiranto, sebagaimana juga postingan yang lebih nyata dari istri tentara lainnya istri (Peltu (AU) YNS (dan juga istri Sersan (AD) Z), maka kita dapat melihat bahwa perempuan pendamping tentara di era ini sangat akrab dengan media sosial yang berlatarbelakang politik. Beberapa waktu lalu, Uli Panjaitan, anaknya Luhut Panjaitan dan istri tentara jenderal juga, pernah terlibat adu argumen di medsos soal politik terhadap Erwin Aksa, ketua Golkar. Mungkin ini sebuah keniscayaan bahwa masyarakat kita sebagai pengguna medsos tidak membedakan lagi perempuan atau laki atau istri tentara atau istri tukang sayur, semuanya sudah menjadi nitizen aktif dalam virtual world. Kedua, jika hukuman yang diterima Kolonel Suhendi berupa pemecatan dari jabatam Dandim dan dihukum kurungan atas perbuatan istrinya, lalu mengapa istrinya juga memiliki tanggung jawab atas perbuatannya? Ini mungkin pertanyaan standar buat militer. Tentu saja anggota keluarga militer yang bukan militer terhubung dengan hukum sipil. Namun, dalam perkara menyangkut politik negara, bukankah sebaiknya sanksi militer yang diterima suami cukup untuk itu? Ketiga, bagaimana hak- hak perempuan vs. laki- laki dalam lingkungan militer? Apakah memang kontrak kehidupan militer tetap seperti dahulu kala di mana isu emanspasi perempuan tunduk pada kepentingan militer itu? atau adakah kebebasan perempuan dalam lingkungan keluarga militer yang masih mungkin dikembangkan terkait politik? Pertanyaan ini penting dikembangkan mengingat karir politik perempuan saat ini menjadi agenda pokok bangsa kita. Tuntutan 30% kuota perempuan dalam politik hanya tercapai 20%. Itupun banyak diisi oleh perempuan-perempuan yang di luar maksud pemberdayaan kaum perempuan (just presence not essence). Sehingga kita berharap istri-istri tentara bisa menjadi sumber rekrutmen ke depan. Kita menyaksikan misalnya, istri SBY, alm. Ani Yudhoyono, berhasil membangun partai besar dari nol. Bagaimana naisib bangsa kita jika istri-istri tentara kembali di bawah kendali suami 100%? Penutup Mencermati kasus Irma Nasution tentu penting dilakukan secara hati-hati. Irma Nasution ini bukanlah Irma Nasution binti A. H. Nasution yang masih kecil. Irma ini adalah istri kolonel, artinya istri dengan status sosial yang sangat tinggi. Sebagai orang cerdas dan punya sensitifitas perempuan, mungkin Irma melihat kondisi politik saat ini yang tidak sesuai harapannya. Dan, bisa pula dia melihat Wiranto hanyalah politisi gaek, yang gagal mengendalikan stabilitas politik selama ini. Jadi bukan Wiranto eks tentara. Dalam frame seperti ini tentu saja Irma tidak meletakkan pikirannya pada perlawanan vertikal terhadap kekuasaan, meskipun Wiranto berkuasa dalam kekuasaan sipil. Tentara sebagai alat negara, bukan alat kekuasaan, tentu saja tidak tunduk pada politik kekuasaan. Hal itu yang membuat tentara paska reformasi masih dipisahkan dari proses dipilih maupun memilih dalam pemilu. Namun, jika kita mencurigai pikiran Irma Nasution sebagai bentuk perwakilan pikiran2 istri tentara, maka sebuah gelombang besar keresahan kelompok militer terhadap keadaan politik saat ini, mungkin saja eksis. Sebab, hampir 5 tahun rezim Jokowi, stabilitas politik selalu berguncang, khususnya ketegangan kelompok sosial dan matinya kebebasan ekspresi masyarakat sipil. Kita tentu prihatin atas kekerasan yang dialami Wiranto, semoga beliau lekas sembuh. Sekaligus berharap Wiranto bersimpati pada kematian 5 mahasiswa yang berdemonstrasi serta kematian para pemuda2 dalam demonstrasi lainnya, terlebih kematian orang2 Bugis dan Padang di Wamena beberapa waktu lalu. Semoga kasus Irma Nasution ini menjadi jalan bagi kita mengetahui apa yang sedang terjadi dalam masyarakat kita. Horas Irma, kalau orang-orang Kerawang menawarkan suamimu jadi Bupati Kerawang, anak2 Medan pun siap menawarkan kamu jadi Walikota di Medan. Horas...

Prabowo Minta Jabatan?

Saya selalu melihat Pak Prabowo adalah orang yang tulus. Mencintai Indonesia lebih dari hidupnya. Pak Prabowo itu tidak pernah bisa melupakan kawan. Beliau juga bukan orang yang pendendam. Oleh Naniek S. Deyang Jakarta, FNN - Saya tahu persis Pak Prabowo itu orang yang malu bicara jabatan dan uang. Jadi ketika orang bilang Prabowo datang ke Istana, bertemu Bu Mega, bertemu Surya Paloh dan mungkin bertemu yang lain, saya yakin dia nggak minta jabatan. Bertahun-tahun, kalau saya bertemu Pak Prabowo, pasti yang dibicarakan adalah keutuhan bangsa. Kesedihannya atas nasib rakyat Indonesia, karena masih banyak yang miskin. Sumber daya alam yang tereksploitasi gila-gilaan, tetapi tidak dinikmati oleh rakyat. Pokoknya mau duduk sampai berapa jam pun dengan Pak Prabowo, yang diomongkan pasti seputar itu-itu juga. Bahkan suka sekali diulang -ulang lagi. Kalau sudah bicara tentang kesejahteraan rakyat, maka suaranya pasti bakal meninggi dan emosional. Saya bicara atau menulis ini tidak mewakili siapapun. Saya bukan orang Partai Gerindra. Saya juga tidak bekerja di perusahaan-perusahaan milik Pak Prabowo. Saya sangat mengagumi kecintaan Pak Prabowo yang luar biasa besar kepada Indonesia dan keutuhan NKRI. Namun demikian, dia juga memang bukan manusia yang sempurna. Ada juga sisi kelemahahan yang dimiliki oleh Pak Prabowo. Kelemahan itulah yang menjadi salah satu penyebab kekalahannya dalam beberapa kali pertarungan di Pilpres. Apa saja kelemahannya? Namun pada kesempatan ini, saya tidak tertarik untuk membahas sisi kelemahannya Pak Prabowo. Saya lebih tertarik membahas beberapa kelebihannya yang saya ketahui. Saya selalu melihat beliau adalah orang yang tulus. Mencintai Indonesia lebih dari hidupnya. Pak Prabowo itu tidak pernah melupakan kawan. Beliau juga bukan seorang yang pendendam. Jadi, meski Pak Prabowo keliling ke Surya Paloh, Bu Megawati, Ketua Umum PPP dan lain-lain, saya haqul yakin dia nggak akan pernah meninggalkan PAN dan PKS. Pak Prabowo itu punya hubungan perkawanan yang luar biasa istimewa dengan Ketua Dewan Syuro PKS, Ustazd Salim Segaf Al-Jufri. Demikian juga dengan Pak Amien Rais (pendiri PAN). Waktu Pak Amien diperiksa di Polda, dan lama tidak selesai-selesai, Pak Prabowo terlihat sangat pilu dan stress. Lalu semua orang -orang penting ditelepon, agar mengusahakan Pak Amien segera disudahi pemeriksaannya. Pak Amien sendiri kalau sama Pak Prabowo sadah seperti ke adiknya sendiri. Begitu juga hubungan Pak Prabowo dengan Pak SBY. Hormatnya sama Pak SBY minta ampun. Saat Pilpres lalu misalnya, setiap kali Pak SBY minta bertemu, maka Pak Prabowo memilih untuk mendatangi Pak SBY di rumanya. Padahal Pak Prabowo ketika itu adalah Capres. Meski dilarang banyak orang, Pak Prabowo nggak peduli. Pak Prabowo selalu bilang "Beliau Pak SBY itu mantan Presiden, dan senior saya. Biar saya saja yang mendatangi Pak SBY, "uajarnya. Lalu dengan ulama? Tidak bergeser sedikitpun sikap hormatnya. Pak Prabowo selalu hormat kepada ulama. Juga tidak pernah meninggalkan ulama. Makanya lihatlah sikapnya kepada Haeres, UAS, dan ulama lain. Apakah Pak Prabowo pernah menghujat ulama? Tidak kan? Ini hanya catatan pribadi saya, mau dibaca, ya monggo, nggak dibaca juga, ya silahkan saja. Nggak percaya juga nggak apa-apa. Bully saja terus Pak Prabowo. Soalnya kalau membully Pak Prabowo, pasti anda-anda juga nggak bakalan dilaporkan ke polisi. Jadi, bully saja sesuka hatinya teman-teman. Hitung-hitung buat pelampiasan, karena nggak bisa membully penguasa Penulis adalah Wartawan Senior

Alipay dan WeChat Pay Masih Menanti Tahun Depan

Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Belakangan ini viral di media sosial tentang beroperasinya dompet digital China, Alipay. Dalam berita viral itu menyebut Alipay, anak perusahaan Alibaba China, disahkan menjadi alat bayar nontunai di Indonesia. Mereka tidak menggunakan nama "Alipay" di sini tapi menggunakan nama "DANA" supaya tidak dicurigai rakyat. Serta menggandeng EMTEK Group. “Dengan disahkan Alipay maka sirnalah kedaulatan keuangan di Republik Indonesia karena Alipay adalah e-money asing pertama yang disetujui pemerintah,” begitu sang pemosting kabar itu yang viral di Facebook dan WhattApps. Benarkah kabar itu? Kerja sama PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTEK) dan Ant Financial (Alipay) memang sudah terjadi sejak tahun lalu. Pada 21 Maret 2018, keduanya meluncurkan aplikasi uang elektronik bertajuk DANA. Ini adalah sistem yang terintegrasi dengan aplikasi lain atau open platform. Uang yang disimpan di DANA bisa digunakan di merchant lain yang menjadi mitranya. DANA memanfaatkan lisensi e-money PT Espay Debit Indonesia Koe (Espay) yang telah diakuisisi Emtek pada awal 2017. Oleh sebab itu, untuk isi ulang (top up) DANA, baru bisa dilakukan melalui Bank Virtual Account. Sejauh ini, DANA masih memproses perizinan ke Bank Indonesia (BI) agar bisa melakukan top up secara tunai atau offline seperti Alfamart, Alfamidi, dan sebagainya. EMTEK juga mengajukan izin untuk kode Quick Response (QR) supaya bisa menyasar pelanggan offline. Saat ini, DANA baru hadir dalam versi beta di BBM (Blackberry Messenger). Dengan begitu, pengguna harus mengunduh BBM terlebih dulu, baru bisa mengakses DANA pada tab ‘discover’. Masa Transisi Dompet elektronik asal China tak cuma Alipay. WeChat Pay juga sudah masuk ke sini. Kedua dompet digital ini beroperasi di Indonesia bekerjasama dengan PT Alto Halo Network Digital (ADHI), entitas anak lembaga switching PT Alto Network. Alto Halo telah menjadi mitra resmi WeChat Pay sejak 2017, meski operasinya baru berlangsung pada Januari 2018. Sedangkan dengan Alipay, perseroan telah bekerjasama sejak November 2018 dan langsung memulai operasinya. Operasi Alipay dan WeChat Pay memang kontroversial, sebab dua dompet elektronik berbasis QR Code asing ini wajib bekerjasama dengan bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 untuk beroperasi di Indonesia. Sementara Alto Halo adalah merchant agregator. Kerjasama dengan BUKU 4 dilakukan guna menjamin kepastian penyelesaian transaksi, sebab pelaku asing punya kewajiban untuk menempatkan dana floating minimum 30% di BUKU 4. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Sugeng, mengatakan mereka diberikan waktu untuk menyesuaikan ketentuan yang berlaku hingga Januari 2020 mendatang. Ini seiring dengan terbitnya Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk pembayaran. “Semua transaksi pembayaran berbasis kode QR mesti memenuhi standar QRIS (QR Code Indonesia Standard) di mana kewajibannya akan mulai berlaku pada Januari 2020. Selama masa transisi, pelaku asing mesti meminta izin ke BI, dan memenuhi ketentuan bekerjasama dengan BUKU 4,” ujar Sugeng seperti dikutip Kontan, belum lama ini. Urusan Teknis Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik telah mengatur penerbit asing mesti bekerja sama dengan BUKU 4 salah satunya untuk menyimpan floating money minimum 30% dari portofolionya di BUKU 4. Ketentuan ini bertujuan agar transaksi penerbit asing juga masuk dalam sistem keuangan nasional. Ada dua BUKU IV yang ingin bekerja sama dengan Alipay dan WeChat Pay. Bank itu adalah BRI dan BCA. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengatakan belum dapat memastikan kapan finalisasi kerja sama itu. “Pembahasan teknikal dan pola kerja samanya masih berlangsung sambil kita mempersiapkan proses izin ke regulator,” ujar Jahja kepada Bisnis, Minggu (13/10). Sedangkan Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., Handayani, mengatakan tengah menunggu izin dari bank sentral untuk menjadi acquiring dan accpetance atas kerja samanya dengan penerbit asing. Ia memperkirakan akhir tahun ini, izin tersebut bisa didapatkan. Jika proses perizinan berjalan lancar, nantinya setiap mesin electronic data capture (EDC) BCA maupun BRI dapat digunakan untuk transaksi menggunakan Alipay dan WePay. Kedua aplikasi ini juga bisa digunakan untuk bertransaksi menggunakan Quick Response (QR) Code Indonesian Standard (QRIS) yang digagas BI jika sudah resmi menjalin kerja sama dengan bank di Indonesia. Sistem QRIS akan berlaku secara nasional mulai 1 Januari 2020. Sistem ini akan fokus pada penerapan QR Code payment model merchant presented mode (MPM), yakni penjual menampilkan QR Code pembayaran untuk dipindai pembeli ketika melakukan transaksi pembayaran. Nantinya seluruh aplikasi penyedia jasa pembayaran digital harus menyeragamkan QR Code mereka agar bisa membaca QRIS. Sederhananya, jika kebijakan ini berjalan para merchant tak perlu lagi memasang beragam QR Code karena hanya perlu satu QRIS yang bisa dibaca seluruh layanan pembayaran digital. Pasar uang elektronik nasional memang terakselerasi sedemikian cepat. Dari Januari 2019 hingga Juli 2019 nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp69,04 triliun dengan volume transaksi sebanyak 2,73 miliar kali. Nilai transaksi tersebut tumbuh 184% dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp24,25 triliun. Sedangkan volume transaksinya tumbuh 83,99% dibandingkan periode Januari 2018-Juli 2018 sebanyak 1,48 miliar kali. Di pasar yang terbuka, pemain dompet digital pun akan bisa masuk ke mana saja. Jadi, kenapa mesti tergaget-kaget?

Pengorbanan Jari Kelingking Wiranto dan Jualan Narasi Radikalisme

Oleh : Nasrudin Joha Jakarta, FNN - Akhirnya publik mendapat petunjuk baru yang mencerahkan. Petunjuk itu berasal dari Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie, yang baru saja menjenguk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Menurut Ical (sapaan akrab Aburizal Bakri) mengatakan bahwa jari kelingking Wiranto terluka karena menangkis serangan pelaku penusukan. Begitu ujar Aburizal seperti yang dikutip dari Antara, Minggu (13/10). Padahal, akibat luka jari kelingking Wiranto ini publik sejagat, jutaan rakyat Indonesia dibuat heboh, juga bingung. Pelaku awalnya diberitakan tukang mabok, tukang judi dingdong. Di pemberitaan yang lain dikabarkan taat ibadah, rajin sholat. Pelaku katanya terpapar ISIS, anggota JAD. Namun kemudian, muncul berita pelaku adalah korban penggusuran oleh Jokowi di Medan. Akibat luka jari kelingking Wiranto, Dandim Kendari dicopot dan istrinya dilaporkan polisi. Anggota TNI AU di Surabaya di sanksi. Muncul narasi bersihkan TNI dari radikalisme. Karena jari kelingking Wiranto, segenap elemen anak bangsa berubah menjadi sosok yang peduli pada kondisi negeri. Presiden langsung berdiri berpidato mengajak segenap elemen anak bangsa untuk menyatakan perang pada radikalisme, Menag, mengutuk radikalisme dan menekankan pentingnya reinterpretasi pemahaman agama. Ketua MPR mengutuk radikalisme, Prabowo mengutuk radikalisme, Megawati kirim karangan bunga untuk jari kelingking Wiranto, KSAD menjadi 'garang kepada dandim', penggerebekan dan penangkapan rakyat dilakukan oleh aparat di Bali, Bekasi dan Bandung. Bahkan, hingga Yakult selaku pimpinan Bani Majengjeng Hemereketehe ikut menebar fitnah dan tudingan berdalih narasi radikalisme. Padahal, untuk kasus Wamena itu yang luka bukan hanya jari kelingking. Bahkan, bukan hanya meninggal biasa, atau karena ditusuk kunai, tetapi meninggal karena dibakar hidup-hidup, ada yang mati setelah diperkosa. Mana suara Jokowi? Mana suara Menag? Mana suara ketua MPR yang kala itu juga ketua DPR? Mana karangan bunga Mega untuk korban Wamena? Mana suara Prabowo? Mana pidato KSAD yang tegas pada pelaku genosida Wamena ? Mana itu Yakult yang sok paling NKRI ? Terima kasih Bang Ical, terim kasih atas pencerahannya karena memberi kabar luka jari kelingking ini kami segenap rakyat Indonesia tak lagi khawatir tentang usus yang dipotong, darah mengucur 3,5 liter, dan yang lebih penting kami tidak perlu khawatir dan mengindahkan narasi radikalisme. Pengorbanan jari kelingking Wiranto ini layak untuk dikenang dan diapresiasi oleh segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kelak, jika Wiranto meninggal dunia di atas pusaranya perlu untuk dibangun 'Monumen Jari Kelingking', dalam bentuk patung jari kelingking berukuran besar. Di atas pusara Wiranto, ditulis pesan bagi segenap anak bangsa: " di sini telah ditanam jasad yang sangat berjasa mengorbankan jari kelingkingnya demi menjaga kedaulatan negara dari ancaman radikalisme." [].

Surat Terbuka buat Presiden Joko Widodo, INPRES BPJS? JANGAN. PLEASE, DEH!

Oleh Edy Mulyadi (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Pak Presiden Joko Widodo, saya mau tanya, kabarnya sampeyan tengah menyiapkan Instruksi Presiden (Inpres) yang menetapkan penunggak iuran BPJS Kesehatan tidak bisa mengakses pelayanan publik. Benarkah? Pak Joko, kabarnya, aturan ini bakal mengatur penunggak iuran BPJS Kesehatan tidak akan bisa memperpanjang paspor, SIM, mengurus anak sekolah, tidak bisa mengajukan kredit perbankan, hingga tak bisa mengurus administrasi pertanahan. Benarkah? Kata Direktur Utama PT BPJS Fahmi Idris, Inpres yang bakal sampeyan terbitkan itu kabarnya bertujuan untuk meningkatkan kolektibilitas iuran BPJS Kesehatan. Benarkah? Draft Inpres itu, kabarnya, tengah disiapkan Kantor Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Benarkah? Mas Joko (biarkan saya memanggil sampeyan dengan mas, biar terasa ‘lebih akrab’. Lagi pula, selisih usia kita tidak terpaut jauh, kan? Cuma sekitar lima tahun saja. Dan, yang lebih penting lagi, memanggil presidennya dengan ‘mas’ bukanlah pelanggaran hukum apalagi dituding terpapar radikalisme. Betul begitu, kan, mas?), saya ingin sedikit mengingatkan sampeyan. Pertama, bahwa iuran BPJS itu pada hakekatnya adalah premi asuransi yang dibayarkan peserta kepada perusahaan penyelenggaranya. Di belahan bumi mana pun, tidak ada secuil pun aturan yang mewajibkan rakyatnya ikut asuransi, apalagi membayar premi kepada perusahaan. Kedua, di belahan dunia mana pun, premi asuransi bukanlah pajak dan atau pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Untuk dua jenis pungutan kepada rakyat tersebut, ada dasar hukumnya. Kita menyebut itu dengan Undang Undang. Salah satunya, UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Mungkin ada UU Perapajakan yang lebih baru, saya _Ndak tahu. Barangkali sampeyan bisa tanya sama Sri Mulyani, Menteri Keuangan terbalik negeri ini. _Ndak_ sulit, kan, mas Joko tanya kepada si mbak yang jadi anak buah sampeyan itu? Oya, saya juga mau mengingatkan sampeyan, mas Presiden, bahwa UU itu produk bersama antara Pemerintah dan DPR. Sampayan pasti tahu, kenapa pemerintah harus melibatkan DPR dalam membuat UU, kan? Ndak perlulah saya mengajari lagi, lha wong sampeyan pasti lebih tahu daripada saya. Ketiga, bahwa karena bukan pajak atau PNBP maka negara sama sekali tidak boleh memaksa rakyat membayar. Apalagi ini cuma premi perusahaan asuransi. Kalau negara sampai memaksa rakyat membayar, lalu apa bedanya pemerintahan sampeyan sekarang dengan Kompeni saat menjajah Indonesia? Maaf, lho ya, kalau saya langsung menyebut Kompeni. Maksudnya supaya lebih jelas saja dan ndak bertele-tele. Keempat, jika mas Joko jadi menerbitkan Inpres sanksi bagi pelanggar iuran BPJS tidak bisa memperolah layanan publik, ini kan lebih zalim lagi. Mosok sebagai Presiden sampeyan akan memerintahkan aparat negara menolak rakyat yang mau memperpanjang SIM, Paspor, mengurus anak sekolah, akses perbankan, hingga tak bisa mengurus administrasi pertanahan hanya karena menunggak iuran BPJS. Jangan begitulah, mas. Bukankah tugas aparat dan birokrasi negara memang untuk melayani rakyatnya? Saya ingatkan mungkin saja sampeyan lupa, bahwa menunggak iuran BPJS bukanlah tindakan kiriminal. Lha wong mereka yang jelas-jelas melanggar hukum saja masih berhak memperoleh pelayanan publik, kok. _Ndak_ percaya, lihat saja rekam jejak orang-orang di Senayan itu. Beberapa dari mereka (untuk tidak menyebut ‘banyak’) yang tersangkut masalah hukum? Tidak tanggung-tanggung, mereka mencuri uang rakyat dalam jumlah puluhan miliar, ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah! Atau, mungkin sampeyan akan mengelak dengan mengatakan, lho orang-orang terhormat di Senayan itu belum terbukti secara hukum melakukan korupsi. Begitu? Alahhhh..., mas Joko, sampeyan lebih tahu permainan dan campur aduk antara soal hukum dan politik di negeri ini ketimbang saya. Kelima, kalau sampeyan jadi juga menerbitakn Inpres ini, mas Joko bisa diakegeorikan melanggar UU, lho. Minimal, sampeyan melanggar prosedur penerbitan peraturdan dan perundangan. Sebab, setiap aturan yang isinya memungut uang rakyat harus berbentuk UU, harus dibuat bersama-sama DPR. Lalu, pungutan itu harus benar-benar masuk ke kas negara, bukan kas perusahaan. Apalagi kalau tujuan diterbitkannya aturan tersebut hanya untuk memperbaiki kolektibilitas iuran BPJS. Keleru, mas, keleru! Keenam, sampeyan pasti masih ingat tujuan para bapak pendiri bangsa ini membentuk Indonesia, kan? Kalau lupa atau ndak sempat mencari referensinya, ini saya kutipkan paragraf keempat Pembukaan UUD 1945, konstitusi kita: "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa..." Jadi mas Joko, bapak-bapak pendiri bangsa membentuk negara yang amat kita cintai ini antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Nah, bagaimana mungkin rakyat bisa sejahtera kalau mereka tidak bisa bekerja narik ojek atau jadi sopir karena tidak bisa memperpanjang SIM hanya disebabkan telat membayar iuran BPJS? Bagaimana rakyat bisa cerdas kalau anak-anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah hanya karena orang tuanya telat membayar iuran BPJS? Bagaimana kesejahteraan rakyat meeningkat, kalau mereka tidak bisa mengakses kredit perbankan untuk memulai atau mengembangkan usaha hanya karena menunggak iuran BPJS? Bagaimana rakyat bisa menjual lahan atau rumahnya, hanya karena telat membayar iuran BPJS? Padahal, bisa jadi mereka menjual lahannya yang cuma seuprit untuk melunasi tunggakan iuran BPJS. Ketujuh, saya ingin mengingatkan sampeyan, bahwa negara bertanggung jawab menjamin kesehatan seluruh warga negara. Ini amanat konstitusi, lho. Silakan baca pasal 34 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi, “ negara wajib memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.” Jadi, berdasarkan konstitusi kita yang dalam sumpah jabatan sampeyan harus junjung tinggi itu, jelas-jelas Pemerintah wajib menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Wajib! Jangan pula kewajiban ini Pemerintah manipulasi dengan membentuk perusahaan asuransi yang menarik premi dari rakyat, wajib plus sanksi-sanksinya pula! Saya serius, kalau sampai Inpres tertsebut terbit, artinya sampeyan bisa disebut melanggar UU bahkan konstitusi kita. Agar tidak lupa, dalam sumpah jabatan, mas Joko mengucapkan ini: “ Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban sebagai Presiden/Wakil Presiden dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan semua undang-undang dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.” Mas Joko, sumpah ini serius banget, lho. Berat! Karena siapa pun Presidennya yang mengucapkan sumpah ini, artinya dia sudah berjanji kepada rakyat Indonesia. Melanggar sumpah ini, bisa berujung pada pemakzulan. Sesuai Konstitusi kita, Presiden juga bisa diberhentikan di tengah jalan. Jadi, di negeri ini memakzulkan Presiden dan atau Wapres di masa jabatannya bukanlah tindakan inkonsititusional. Pasal Pasal 7A, menyebutkan: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tapi, ah sudahlah. Aturan main pemberhentian Presiden di tengah masa jabatannya di pasal-pasal berikutnya dibuat begitu rumit, njelimet, berbelit. Singkat kata, nyaris tidak mugkin! Apalagi dengan komposisi anggota DPR sekarang, semuanya jadi nyaris mustahil! Tapi sebagai orang beragama, saya yakin sampeyan pasti paham dan mengerti benar, bahwa sumpah ini juga disaksikan para malaikat juga Allah Tuhan Yang Maha Berkuasa lagi Maha Perkasa. Allah akan minta pertanggungjawaban pelaku sumpah ini di akhirat kelak. Allah juga telah sediakan balasan, baik siksa yang amat pedih maupun ganjaran kenikmatan, atas orang yang bersumpah ini. Dan, semua balasan itu abadi, kekal, tidak berkesudahan. Tidak seperti masa jabatan di Indonesia yang maksimal hanya dua periode alias 10 tahun. Sungguh suatu sumpah yang tidak boleh dan bisa dianggap main-main. Atau, barangkali, maaf, sampeyan berpendapat, ah itu kan di akhirat. Masih lama. Masih bisa tobat, minta ampun kepada Allah. Tunggu dulu. Tidak ada yang tahu, kapan kiamat akan terjadi. Jangankan kiamat, setiap kita pun, tentu saja, termasuk sampeyan, tidak tahu kapan akan mati. Siapa yang bisa menjamin, sampeyan akan tetap hidup setelah menandatangani Inpres tersebut? Ndak ada, kan? Kalau sebagai Presiden sampeyan mau membantu menyelamatkan BPJS, masih ada bahkan banyak cara lain. Misalnya, sepertinya yang dipaparkan ekonom senior Rizal Ramli. Dia punya jurus-jurus jitu untuk menyelematkan BPJS tanpa harus memberatkan rakyat. Ndak perlu saya ulang di surat terbuka ini. Sampeyan bisa perintahkan staf untuk googling untuk mencarinya. Jadi, mas Joko please, deh, jangan terbitkan Inpres superngawur itu. Kalau semua ini terjadi, kasihan saya, saudara saya, tetangga saya, kenalan saya. Kasihani penduduk Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Papua, dan peduduk ratusan pulau lain. Kasihanilah kami, mas. Kasihanilah rakyat Indonesia! Dah, gitu aja! [*] Jakarta, 15 Oktober 2019

Deklarasi Oposisi Rocky Gerung, Siapa Mau Bergabung?

Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Manuver dan pilihan politik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo membuat Rocky Gerung “ingkar” janji. Tanpa menunggu pelantikan presiden, dia sudah mengumumkan sikapnya: Oposisi terhadap Prabowo! Rocky bahkan berjanji akan berkeliling Indonesia, mengajak para kampret (mantan pendukung Prabowo) bergabung bersamanya. “Benar. Deklarasi sebagai oposisi terhadap Prabowo terpaksa saya majukan,” ujar Rocky dalam tayangan perdana resonansi.tv ( berbasis youtube ) Selasa (15/10). Bagi yang tidak paham konteks dan sikap politiknya, keputusan Rocky ini agak membingungkan. Pada kampanye pilpres lalu Rocky berjanji. "Pak Prabowo akan saya kritik 12 menit setelah dia dilantik, catat jejak digital hari ini," kata Rocky di hadapan ribuan alumni perguruan tinggi pendukung Prabowo-Sandi di Gedung Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta Timur, Sabtu (26/1/2019). Apa lacur ternyata Prabowo kalah. Seharusnya tidak ada pelantikan. Seharusnya Prabowo tetap bersama kampret. Bersama Rocky menjadi oposisi. Mengkritik pemerintah. Bukan dikritik. Namun melihat manuvernya dalam beberapa hari terakhir, semakin meyakinkan publik, Prabowo tidak akan pernah menjadi oposisi. Tidak akan timbul tenggelam bersama rakyat, seperti yang dia janjikan. Safari politiknya menunjukkan dia telah menjadi bagian terpenting dari pemerintahan Jokowi. Menjadi aktor utama mewakili kepentingan Megawati dan Jokowi. Jumat (11/10) Prabowo bertemu dengan Jokowi di Istana. Saat itu dia mengaku memenuhi undangan Jokowi. Kepada media secara diplomatis Prabowo menyatakan siap membantu Jokowi bila dibutuhkan. Namun seandainya tidak berada di kabinet, Gerindra akan loyal sebagai penyeimbang. Bukan oposisi. Basi-basi politisi yang sudah basi! Setelah bertemu Jokowi, Ahad malam (13/10) Prabowo melanjutkan safari politiknya. Secara mengejutkan dia bertandang ke rumah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Sebelumnya sulit membayangkan kedua figur ini bisa bertemu. Apalagi kemudian saling rangkul, peluk, tertawa bersama dan mengaku punya banyak kesamaan pandangan. Prabowo selama ini secara terbuka menyatakan ketidak-sukaannya terhadap Surya Paloh. Dia selalu menolak diwawancarai oleh Metro TV milik Surya. Prabowo menyebut Metro TV tidak punya akhlak dan pencetak kebohongan. Sebaliknya Metro TV juga selalu memberitakan Prabowo secara miring. Termasuk dalam editorialnya sebagai sikap resmi redaksi. Hubungan keduanya seperti anjing dan kucing. Seperti tokoh kartun legendaris Tom and Jerry. Tak pernah akur. “Permusuhan” keduanya terus berlanjut. Pada saat Prabowo bertemu Megawati dalam diplomasi nasi goreng, pada saat yang sama Surya menggelar pertemuan dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. Setelah itu Surya maupun media miliknya Metro TV dan Media Indonesia mulai menyuarakan pentingnya oposisi. Surya juga mulai melakukan kritik dan bersuara miring terhadap beberapa kebijakan pemerintahan Jokowi. Pada pelantikan anggota DPR RI (2/10) terjadi drama politik yang cukup menarik. Mega tidak menyalami Surya. Padahal Surya sudah berdiri menyambutnya. Mustahil pertemuan Prabowo dengan Surya kali ini tanpa sepengetahuan dan restu Megawati. Mereka saat ini telah menjadi satu paket yang solid. Pemilihan ketua MPR adalah salah satu contohnya. Gerindra akhirnya sepakat mendukung Bambang Soesatyo sebagai ketua MPR setelah Prabowo menemui Megawati. Padahal sebelumnya mereka ngotot mengajukan Ahmad Muzani. Sehari kemudian, Senin malam (14/10) Prabowo bertemu dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Setelah itu dia juga direncanakan akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Pertemuan Prabowo dengan para ketua umum partai pendukung Jokowi ini tentu saja sangat menarik dan menimbulkan tandatanya. Dalam kapasitas apa, dan apa pula kepentingannya? Prabowo tampaknya telah mendapat peran baru. Dia menjadi semacam mediator mempertemukan kepentingan Megawati sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah, dengan para partner pemegang saham lainnya. Safari politik itu juga sekaligus menjadi semacam pemberitahuan resmi kepada partai-partai pendukung pemerintah. Bahwa saat ini dia yang mengendalikan permainan. Bila tidak mencapai titik temu, maka seperti dikatakan Rocky, bisa terjadi kampret mengusir cebong. Menjadi Perdana Menteri “Kelihatannya Prabowo akan menjadi semacam Perdana Menteri. Menjalankan peran yang selama ini dimainkan Luhut Panjaitan. Bahkan lebih besar,” ujar Rocky. Rocky mendapat informasi Prabowo akan menempati posisi sebagai Menkopolhukam, sesuai dengan latar belakang dan keahliannya. Bukan posisi Wantimpres seperti yang selama ini diduga. Dengan posisinya tersebut, Prabowo juga akan mengambil alih peran Wapres Ma’ruf Amin, termasuk dalam diplomasi internasional. Peran itu selama ini dijalankan oleh Wapres Jusuf Kalla dan tidak mungkin dimainkan Ma’ruf. Hanya saja dalam catatan Rocky kemungkinan besar Prabowo akan menghadapi persoalan, terutama catatan lamanya yang berhubungan dengan kasus HAM. Bila itu bisa diatasi, maka dia akan menjadi tokoh nomor dua di republik ini setelah Jokowi. Besarnya peran Prabowo itu tak lepas dari kepentingan politik Ketua Umum PDIP Megawati. “ Dia merasa lebih nyaman, dan sudah paham luar dalam soal Prabowo,” ujar Rocky. Megawati ingin mengamankan kepentingan politik dan keberlangsungan kekuasaannya pasca Jokowi. Prabowo merupakan sekutu politik yang paling tepat dibandingkan ketua umum partai lain, termasuk Surya. Pertemuan Prabowo dengan para ketum parpol menjadi semacam negosiasi, bagi-bagi kapling di kabinet. Pos-pos penting dan strategis secara politik dan menghasilkan uang dikuasai oleh Megawati dan Prabowo. Sementara pos-pos kabinet yang menghabiskan uang, silakan dibagi-bagi ke parpol lainnya. Baku atur, cincai di antara para oligarki. Tinggal rakyat bingung sendiri. Baik pemilih Jokowi, maupun Prabowo cuma bisa melongo. Akal sehat mereka tidak bisa mencerna. Mereka masih gontok-gontokan. Para politisi junjungan mereka rangkul-rangkulan, bagi kapling rezeki dan kekuasaan. Tak perlu ada oposisi, sehingga mereka bebas tanpa kontrol, melakukan apa saja. “Beli nomor 1, kok dapatnya nomor 2. Promo Berlaku Selama 5 Tahun.” Begitulah meme menggambarkan suasana hati rakyat. Getir dan bikin kita hanya bisa tersenyum kecut. Demokrasi khas ala Indonesia. Ala Nusantara! Tanpa representasi parpol sebagai oposisi di DPR, rakyat akan berhadapan langsung dengan pemerintah. Hanya dengan PKS sebagai oposisi, perannya tidak signifikan. “Bila situasi ekonomi dan politik memburuk, sulit terhindarkan munculnya DPR jalanan. Anak-anak STM bisa kuasai kabinet,” terang Rocky. Itulah pentingnya rakyat yang tetap berakal sehat bergabung. Menjadi kekuatan kontrol dan kritis terhadap pemerintah. Apakah Rocky Gerung bersedia menjadi pemimpinnya? End

Nggak Butuh Prabowo, Nyampah-nyampahin Negeri Aja

Oleh Dimas Huda (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Urat malu para politisi terlalu tipis sehingga mudah putus. Prabowo Subianto mungkin salah satunya. Capres yang selalu kalah ini belakangan menghiasi layar kaca. Ia bersafari ke Istana sampai ke rumah ketua parpol. Publik menduga, tujuannya satu: kursi menteri “demi nusa dan bangsa”. Langkah Prabowo ini bisa dibilang tak tahu malu, karena Prabowo sudah jelas-jelas kalah dalam pemilu dan pilpres kemarin. Bisa-bisanya ia ikut berebut kursi menteri. Dengan dalih demi nusa dan bangsa pula. Pretttt. Padahal, akibat dari tindakan Prabowo ini justru akan buruk bagi nusa dan bangsa. Jika sampai Gerindra dan Prabowo berkoalisi dengan pemerintah, maka pemerintahan mendatang tanpa penyeimbang. Oposisi mati. Itu buruk bagi demokrasi. Di sisi lain, sikap Prabowo juga mengecewakan sebagian besar pendukungnya. Pantas saja, jika Rocky Gerung bertekad akan “road show” berkeliling Tanah Air untuk mengajak “kampret” –pendukung Prabowo-Sandi dalam pilpres kemarin-- beroposisi pada Ketua Umum Gerindra itu. Tokoh yang memopulerkan kata-kata ‘dungu” ini juga mengajak “cebong” –pendukung Jokowi-Makruf Amin—untuk menolak masuknya Prabowo ke dalam barisan pendukung pemerintah. “ Nggak butuh tokoh seperti dia, nyampah-nyampahin negeri aja,” tandasnya. Merapatnya Prabowo ke Jokowi mengundang banjir cemoohan dari pendukungnya. Prabowo bilang rekonsiliasi demi bangsa dan negara. Agar bangsa ini tidak lagi terbelah. Dia beranggapan bermesraan dengan penguasa, serta merta para pendukungnya bakal ikutan mesra. Seorang pensiunan wartawan, Balya Nur menulis, Prabowo terlalu pede. Percaya diri. Dia mengingatkan pendukung Jokowi dengan pendukung Prabowo sangat berbeda. Pendukung Jokowi adalah mereka yang habis-habis mendukung bekas Wali Kota Solo ini karena sosoknya. Pokoknya walau langit runtuh, Jokowi harga mati. Lain lagi dengan pendukung Prabowo. Mereka mendukung Ketua Umum Gerindra ini karena nilai. Bukan sosoknya. Kini, Prabowo sudah membuang nilai itu, sehingga ia sudah meninggalkan pendukungnya. Cara yang ia tempuh pun sangat menyakitkan dan juga memalukan. Prabowo lupa bahwa dirinya didukung oleh Ijtima Ulama. Ada nilai-nilai islami pada nilai program pada capres Prabowo-Sandi, kala itu. Kini, para pendukung Prabowo yang didorong oleh nilai itu sudah membaca, Prabowo jauh dari nilai-nilai tersebut. Selain membangun koalisi dengan pemerintah, Prabowo dan Gerindra sudah menunjukkan bahwa dirinya memang tidak pantas didukung umat Islam. Setidaknya ada dua parameter soal itu. Pertama, Gerindra menunjuk Rahayu Saraswati Djojohadikusumo untuk tampil membaca doa di acara resmi sidang paripurna MPR. Rahayu adalah keponakan Prabowo. Dia perempuan, selain itu juga nonmuslim. Untung Ketua MPR Zulkifli Hasan mengambil alih dengan membaca doa pendek. Gerindra protes dan keluar ruang sidang. Mereka menuduh Zulkifli Hasan intoleran. Padahal, Ketua MPR itu telah menyelamatkan Gerindra. Kalau sampai terjadi Rahayu membaca doa, sudah pasti akan ramai di medsos. Sejak zaman Bung Karno sampai zaman Jokowi, tidak ada pada acara resmi kenegaraan, pembacaan doa diserahkan kepada perempuan dan nonmuslim. Bahkan sejak zaman Soeharto pada masa dia tidak mesra dengan umat Islam juga tidak ada. Sampai zaman Jokowi yang dituduh sebagai era liberal juga nggak ada. Bukan mereka nggak paham soal toleransi. Mereka paham soal kepatutan. Mereka tidak mau menyinggung perasaan mayoritas. Itu baru namanya toleransi. Kedua, Gerindra berencana memperjuangkan RUU PKS atau Penghapusan Kekerasan Seksual. Itu bisa dicermati dari semangatnya Rahayu Saraswati memperjuangkan hal itu. Padahal para ulama yang tergabung dalam ijtima ulama menentang sebagian pasal pasal dari RUU PKS. Dari dua parameter ini saja jelas bahwa Prabowo telah membuat para pendukungnya menyesal telah memperjuangkan dirinya waktu pilpres yang lalu. Lebih dari itu, eks pendukung Prabowo juga malu. Malu karena pilihannya dulu tidak punya malu. Kembali ke soal rekonsiliasi. Prabowo menyebut bahwa langkah itu dilakukan agar tidak ada perpecahan anak bangsa hanyalah pemanis bibir saja. Sepanjang penguasa adil pada rakyatnya, rakyat tidak akan terbelah. Kalau rakyat merasa penguasa tidak adil, mereka tetap akan protes. Apalagi jika buzzer pro penguasa terus saja memanas-manasi. Presiden terpilih adalah milik rakyat bukan hanya milik relawan. Selama masih ada relawan pro penguasa, selama itu pula rakyat tidak merasa memiliki presiden. Dan akan terus terbelah. Rakyat di satu sisi, buzzer pemerintah di sisi lain. End

Jangan Cemen, Berlaku Adil-lah, Jenderal!

Oleh Mochamad Toha (Wartawan Senior) Jakarta, FNN - Sanksi pencopotan jabatan Dandim 1417 Kendari Kolonel Kav Hendi Suhendi hanya karena postingan istrinya, Irma Purnama Dewi Nasution, soal penusukan Menko Polhukam Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Banten, justru menyalahi Undang-Undang. Yakni, UU No 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Menurut Kapendam XIV Hasanuddin Kolonel Inf Maskun Nafik, postingan istri Dandim Kendari itu dinilai TNI AD menjatuhkan martabat prajurit. Di mana letak pelanggaran Dandim? Cermati, postingan Irma Nasution itu hanya mengatakan, “Jangan cemen pak,…Kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa yg melayang”. Ungkapan hiperbola (makna berlebihan) ini jelas tanpa mempersonifikasi kepada individu tertentu (Wiranto). Tulisan “jangan cemen pak” itu bisa ditujukan kepada semua orang pria yang dipanggil Pak! ‘Pak’ ini tidak bisa diarahkan dan ditujukan secara khusus kepada Wiranto. Kalau ada yang merasa itu ditujukan kepada Wiranto, itu tafsiran bukan konteks bahasa. Dalam postingan kedua berupa sebuah nasehat untuk mengingatkan peristiwa yang pernah terjadi dialami mantan Ketua DPR Setya Novanto. Posting-an kedua tertulis “Teringat kasus pak Setnov,.. bersambung rupanya, pake pemeran pengganti’. Untuk postingan kedua itu, juga tidak ada kata yang menyebut nama Wiranto. Jika sampai ke peradilan umum, peluang untuk lolos dari tudingan ujaran kebencian sangatlah besar. Jaksa pun tidak akan gegabah menuduh Irma Nasution melanggar UU ITE. Jika “tindak pidana” Irma Nasution ini dikaitkan dengan jabatan suaminya sebagai Dandim Kendari, di mana letak pelanggaran disiplin militer Kolonel Hendi? Bukankah UU 25/2014 itu hanya berlaku bagi anggota TNI, bukan istri tentara (anggota Persit)? Meski secara yuridis formal belum diproses hingga vonis hakim, KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa sudah menjatuhkan sanksi kepada Kolonel Hendi dan seorang anggotanya. Keduanya dihukum karena istri mereka mem-posting soal penusukan Wiranto di medsos. Boleh jadi, sebagai istri Dandim Kendari, Irma Nasution sering mendengar keluh-kesah para istri anggota Kodim Kendari terkait dengan kesulitan ekonomi yang dialami mereka. Mereka tidak berani bicara terbuka. Di sinilah Irma Nasution kemudian “bicara”. Jenderal Andika mengatakan pihaknya menindak suami mereka. Kolonel HS dan Serda Z disebut telah memenuhi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 yaitu Hukum Disiplin Militer. “Sehingga konsekuensinya kepada Kolonel HS tadi sudah saya tandatangani surat perintah melepas dari jabatannya dan akan ditambah dengan hukuman disiplin militer berupa penahanan selama 14 hari, penahanan ringan selama 14 hari,” ujarnya. “Begitu juga dengan Sersan Z, telah dilakukan surat perintah melepas dari jabatannya dan kemudian menjalani proses hukuman disiplin militer,” lanjut Jenderal Andika. Nasib yang sama juga menimpa anggota POMAU Lanud Muljono Surabaya. Peltu YNS dicopot dan ditahan karena istrinya mengunggah opini negatif terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto. Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Fajar Adriyanto mengatakan, Peltu YNS mendapat teguran keras, dicopot dari jabatan dan ditahan dalam rangka penyidikan oleh Pomau karena melanggar UU 25/2014 tentang Hukum Disiplin Militer. “Dalam urusan politik, posisi prajurit TNI AU dan keluarganya (Keluarga Besar Tentara-KBT) sudah jelas, netral. Oleh karena itu, KBT dilarang berkomentar, termasuk di media sosial yang berdampak pendiskreditan pemerintah maupun simbol-simbol negara,” ujarnya. Menurutnya, FS telah menyebarkan opini negatif terhadap pemerintah dan simbol negara dengan mengunggah komentar yang mengandung fitnah, tidak sopan, dan penuh kebencian kepada Menko Polhukam Wiranto yang terluka karena serangan senjata tajam di medsos. FS sudah dilaporkan ke Polres Sidoarjo karena melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal Penyebaran Kebencian dan Berita Bohong. “KBT yang kedapatan melanggar, dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku,” katanya saat dihubungi iNews.id, Jumat (11/10/2019). Sebenarnya hak politik bagi para istri prajurit TNI sudah pernah dikeluarkan oleh Panglima TNI semasa Moeldoko. Mantan Panglima TNI yang kini menjadi Kepala Staf Presiden (KSP) itu telah mengeluarkan kebijakan baru dengan memberi izin dan mengembalikan hak politik bagi para istri prajurit TNI. Mereka bisa menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih. Dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor: ST/1378/XI/ 2014 pada 24 November 2014 disebutkan, istri para prajurit TNI diperbolehkan untuk melakukan kegiatan politik sehingga nanti ada yang bisa menjadi bupati atau gubernur. ”Di dalam UU, yang dilarang berpolitik praktis itu prajurit TNI, sedangkan bagi istri prajurit TNI tidak ada larangan dan hal tersebut diperbolehkan,” tandas Pembina Utama Dharma Pertiwi ini pada acara HUT ke-51 Dharma Pertiwi di Balai Sudirman, Jakarta. Hal ini sudah masuk dalam agenda program sekaligus mempertegas dan memperjelas posisi istri prajurit TNI dalam politik. Tugas pokok Panglima TNI adalah tugas komando, yakni menyiapkan pasukannya agar siap tempur, menjaga dan meningkatkan kesejahteraan, serta menjaga dan memelihara kesejahteraan prajurit dan keluarganya. Rencana pemberian izin kepada istri prajurit TNI untuk bisa memenuhi hak-hak politiknya seperti dipilih dan memilih dalam pemilu sudah lama menjadi bahan kajian di Mabes TNI. Namun, rencana itu baru terwujud pada masa Panglima Jenderal Moeldoko. Pakar Hukum Prof. DR. Suteki SH MHum dalam tulisannya mencoba mencari tahu pasal mana yang mengatur bahwa apabila seorang istri anggota TNI melakukan pelanggaran hukum maka suaminya turut menanggung kesalahan. “Bahkan harus dihukum double, yaitu dicopot jabatannya, dikurung dalam sel 14 hari, serta belum lagi istrinya akan diajukan di peradilan umum. Kalau saya lihat misi UU Hukum Disiplin Militer adalah Pembinaan,” katanya. “Mengapa bukan aspek ini yang diutamakan melainkan terkesan “pembinasaan”,” lanjut Prof. Suteki yang menggugat Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang karena mengalami peristiwa serupa akibat dugaan mal administrasi. Pembianan oleh seorang atasan itu penting, sehingga tidak keburu menjatuhkan hukuman disiplin pegawai. “Saya dapat merasakan kepedihan anggota TNI itu, karena juga mengalami pencopotan jabatan karena diduga melakukan perbuatan melanggar disiplin pegawai.” Kasus seorang istri yang diduga melakukan pelanggaran hukum lantas berakibat dicopot dan dihukumnya suami yang anggota TNI itu. “Saya kira hukuman itu tidak adil dan cenderung menimbulkan rasa gelisah, resah pada anggota lainnya,” ungkap Prof. Suteki. Rasanya memang tak mungkin semua suami anggota TNI itu bisa mengawasi tindak-tanduk perilaku istrinya selama 24 jam. Para istri juga memiliki kelompok atau relasi dengan warga bangsa lain, apalagi sekarang eranya medsos. “UU Nomor 25 Tahun 2014 setahu saya hanya mengatur hukum disiplin yang melibatkan militer atasan dan bawahan. Bawahan yang dimaksud tidak termasuk istri dan anaknya,” ungkap Prof. Suteki. Sebagai Bawahan, seorang TNI itu juga manusia yang harus pula dilindungi hak-hak asasinya untuk diperlakukan adil dan tak sewenang-wenang. “Misalnya dihukum tanpa kesalahan yang dilakukannya secara langsung,” tegasnya. Menurut Prof. Suteki, sangat janggal bila ada prinsip tanggung renteng dalam penjatuhan hukuman terhadap suami TNI atas dugaan penggaran hukum yang dilakukan oleh istrinya. “Seandainya pun itu diatur dalam UU maka secara tegas saya nyatakan hal itu tidak adil dan cenderung terjadi pelanggaran atas HAM,” tegasnya. Jadi, mustahil suami anggota TNI dapat memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh istrinya selalu dalam koridor hukum. Lalu, adilkah bila seorang anggota TNI dihukum disiplin dan kurungan ketika istrinya diduga melakukan pelanggaran hukum yang juga belum terbukti di depan pengadilan? Adilkah? Inikah yang disebut Pidana Tanggung Renteng padahal tidak ada unsur penyertaan suami TNI pun dalam dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh istrinya. “Saya tidak setuju kesalahan jempol istri, suami kena hukuman administrasi. Jika tujuannya untuk pelajaran bagi suami istri lain, ya cukup pidanakan istri yng berbuat salah,” komentar Advokat Muhammad Sholeh, SH. Meski belum diproses secara hukum, sebanyak 52 pengacara yang tergabung dalam kantor pengacara Supriadi & Co di Kota Kendari siap mendampingi istri Kolonel Hendi itu. Opini publik sudah menunjukkan empati kepada Irma Nasution, Kolonel Hendi, dan kawan-kawan. Pada intinya, publik menghendaki TNI tetap pada jalurnya dan tidak ikut mempermainkan hukum. Jadi, berlaku adil-lah, jenderal. Jangan cemen! ***