Ambisi Terus Berkuasa, Jokowi Bisa Berakhir Seperti Soeharto

Rocky Gerung dan Hersubeno Arief

Jakarta, FNN - Dunia politik makin seru berkaitan dengan soal perpanjangan masa jabatan yang disampaikan oleh ketua MPR. Di media sosial muncul poster-poster tentang yang disebut “penjahat konstitusi Indonesia”.  Bahkan, ada yang bilang begal konstitusi dan sebagainya. Beberapa nama masuk dalam hal yang dimaksudkan, termasuk Ketua MPR,Bambang Soesatyo, Ketua DPD La Nyalla Mattaliti, Ketua Umum Partai yang di kabinet, karena dianggap berkaitan dengan soal perpanjangan masa jabatan atau jadwal ulang Pemilu. Yang menarik, kelihatannya PDIP masih dalam posisi yang yang cukup kritis dan melalui Masinton menyatakan agar Pak Jokowi hati-hati karena bisa berakhir seperti Pak Harto. Pembahasan lebih jauh mengenai hal ini ditayangkan dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Selasa (13/12/22), bersama Rocky Gerung dan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung mengatakan bahwa emosi publik atau kemarahan publik mulai terarah pada keangkuhan Pak Jokowi. Dan orang akhirnya melupakan seluruh pagelaran pesta perkawinan yang adalah pesta budaya macam-macam.  “Pada akhirnya, orang hitung termasuk pesta itu juga dimaksudkan untuk mengumpulkan konstituen. Kira-kira begitu. Dan pada akhirnya, pada satu masalah inti kita, Presiden Jokowi berambisi untuk terus berkuasa. Jadi, itu saja base line dari politik kita,” ujar Rocky.

Menurut Rocky, dalam keadaan itu, yang paling terganggu adalah capres capres, termasuk mungkin Pak Prabowo. Mungkin Prabowo sudah kesal juga, tapi belum bisa bicara karena ada di dalam kabinet. Ibu Mega pasti tahu bahwa itu untuk menghalangi PDIP supaya tunduk nanti pada negosiasi. Jadi, kira-kira kalau kita dengar keterangan dari itu Masinton, itu pasti keterangan dari Ibu Mega.

Masalahnya, Ibu Mega  juga kirim-kirim sinyal untuk yang nego kecil-kecilan, tambah Rocky. Harusnya, kalau memang menganggap bahwa tiga periode itu buruk, lakukan sesuatu untuk betul-betul membatalkan ide itu. PDIP, misalnya, bisa bilang bahwa merka akan workout  atau membubarkan fraksinya di DPR. “Jadi, mesti ada satu siasat yang betul-betul menunjukkan bahwa PDIP itu betul-betul tegak lurus dengan konstitusi, bukan tegak samping,” tegas Rocky.

Ini menarik karena kita berharap kepada partai politik bahwa sebenarnya moral hazardnya luar biasa. Partai-partai politik itu kemungkinan dijanjikan hal-hal tertentu jika terjadi perpanjangan yang intinya semua mendapat jatah. “Saya kira sudah dapat  jatah itu kan? Karena nggak ada yang kritis. Artinya, memang negonya sudah selesai di tingkat partai, tinggal dinaikkan ke tingkat regulasi. Itu yang terjadi. Dari mana uangnya? Ya pasti dari oligarki, enggak ada uang-uang dari negara buat itu,” tuding Rocky.

Menurut Rocky, jadi dengan mudah kita melakukan analisis politik bahwa ide ini adalah ide dari mereka yang ingin memperpanjang akumulasi modalnya dengan memperpanjang kekuasaan orang yang akan menjamin itu. “Tetapi, intinya adalah tidak ada calon dari Pak Jokowi yang mampu untuk menandingi Anies,” ujar Rocky.

 Jadi, menurut Rocky, menunda justru membuat mereka mungkin mampu untuk menambahkan jadwal kampanye dan sebagainya dalam 2 tahun ke depan. Demikian juga anggota DPR-nya bisa langsung mendapat gaji tanpa Pemilu. “Jadi, pragmatisme itu sudah ada di dalam otak busuk dari partai politik kita,” ungkap Rocky.

“Jadi, selama Anies bergerak di daerah, selama itu juga ide menghalangi Anies adalah dengan menunda Pemilu, supaya Anies tidak bisa ikut pemilu,” ujar Rocky. Ini beban pada Anies sekaligus tantangan pada Anies. Jadi, mau isu apapun, itu karena Anies jadi calon presiden. 

Kembali pada pernyataan Masinton, kita perlu belajar dari sejarah karena sejarah selalu berulang  dan Anies pasti juga menganggap itu akan terjadi. Oleh karena itu, dia mesti bersiap jadi pemimpin non-elektoral yang memungkinkan grup Ciganjur dibentuk lagi, di mana sama-sama datang ke istana dan meminta Presiden Soeharto untuk mundur. “Sekarang juga bisa terjadi, Presiden Jokowi bisa ditekan dengan cara yang sama oleh masyarakat sipil, dan beban Pak Jokowi justru lebih ringan untuk dijungkirkan daripada Pak Harto,” ujar Rocky.(sof)

572

Related Post