Anies Bapak Politik Identitas, Katanya
“Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Khawatirnya itu ada yang kurang memahami bahwa dalam diri setiap orang sudah melekat identitasnya. Apa yang ingin mereka hilangkan? Agamanya? Jenis kelaminnya? Sukunya?
Oleh: Sulung Nof, Penulis
ANIES Baswedan sedang dilabel sebagai “Bapak Politik Identitas”. Serangan ini lucu sekaligus pandir. Mengapa? Sebab tuduhan yang diarahkan kepada Anies tampak inkonsisten dan selalu berubah sesuai pesanan.
Mantan pemimpin dan pelayan warga DKI Jakarta tersebut dianggap sebagai gubernur penjual ayat. Padahal yang jelas-jelas membawa ayat adalah Basuki Tjahaja Purnama-BTP alias Ahok saat menyebut “jangan mau dibohongi pakai surat Al-Maidah”.
Anies juga dituding gubernur yang jual mayat gegara ada spanduk di sebuah masjid yang menolak untuk menyalati jenazah pendukung penista agama. Faktanya, justru beliau yang menawarkan diri menjadi imam shalat jenazah.
Bakal Calon Presiden itu juga dituduh sebagai pemimpin sektarian. Faktanya, Anies justru diusung pertama kali oleh Partai Nasdem. Konsekuensinya parpol ini dimusuhi Istana dan para pendengung. Jadilah ia disebut Nasdrun.
“Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Bahkan, sebelumnya Anies disebut beraliran Syiah, Salafi/Wahabi, dan lainnya. Padahal semua sebutan itu saling bertentangan. Kita jadi meragukan nalar mereka karena racauan tersebut.
Anies Baswedan sendiri adalah aset penting yang entah mengapa dilepas oleh penguasa. Tengoklah videonya saat beliau berikan arahan kepada relawan di Pilpres 2014. Semua menyimak dengan rasa kagum, betapa hebatnya sosok pembicara itu.
Maka ketika posisinya berhadapan pada Pilgub DKI 2017, amarah mereka jadi tidak terkendali sampai ubun-ubun. Tahu sendirilah kalau orang emosi, yang keluar dari mulutnya tidak diayak. Orang Betawi menyebutnya “ngebacot”.
“Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Tapi mengapa saat putrinya menikah tempo hari tidak 'dipaksa' menggunakan hijab? Sebab, beliau tahu bahwa hal itu baiknya lahir dari keyakinan diri sendiri, bukan dari tekanan dan paksaan.
Hanya karena cucu dari Pahlawan Nasional Indonesia itu didukung oleh Imam Besar Habib Rizieq Syihab dan organisasinya ini lantas Anies dituduh menjual agama? Bukankah beliau juga dekat dengan semua pemuka agama yang ada tanpa kecuali? Sehingga beliau lebih tepat digelari Bapak Kesetaraan.
Serangan sporadis yang ditujukan kepada Anies tampak ambivalen saat beliau dianggap tidak satupun membangun masjid. Namun, faktanya di masa beliau beberapa masjid terbangun. Buktinya adalah Masjid Amir Hamzah. Ditambah lagi ada kebijakan dana BOTI.
“Anies Bapak Politik Identitas”, katanya. Khawatirnya itu ada yang kurang memahami bahwa dalam diri setiap orang sudah melekat identitasnya. Apa yang ingin mereka hilangkan? Agamanya? Jenis kelaminnya? Sukunya?
Jangan berlindung di balik propaganda politik identitas, tapi sebenarnya ada agenda tersembunyi melawan konstitusi. Dalam Pembukaan UUD 1945 jelas disebut bahwa kemerdekaan Indonesia diraih “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.
Anies sudah membuktikan kinerja dan prestasinya di ibukota. Saat ini beliau ingin menunaikan janji kemerdekaan dalam cakupan yang lebih besar, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Selama Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, adakah rumah ibadah dirobohkan? Atau adakah deretan rumah warga dibuldozer? Atau adakah kebijakan yang diskriminatif? Atau adakah perilaku beliau yang intoleran dan radikal?
Jika hanya katanya bukan faktanya, maka jangan terjebak pada propaganda. Sebab, faktanya, di masa kepemimpinan Pak Anies, Jakarta meraih indeks demokrasi, toleransi, dan kohesivitas yang terbaik. Dan alhamdulillah tingkat kepuasan publik mencapai 83%.
Bandung, 03122022. (*)