Ada Apa di Antara Hendropriyono, Abu Janda, dan Pigai?

PUBLIK negeri ini dibikin terkaget-kaget. Tidak ada hujan, tidak juga ada angin. Namun Abu Janda secara masif dan terang-terangan menyerang habis-habisan tokoh pegiat Keadialn dan Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, dengan prilaku yang sangat rasis. Anehnya, Pigai tidak sedikitpun menyerang balik Abu Janda. Pigai membiarkan publik untuk menilai sendiri prilaku Abu Janda yang sebenarnya.

Abu Janda selama ini dikenal sebagai figur yang dekat dengan lingkaran Istana. Sehingga prilakuknya yang kadang melanggar hukum sekalipun, sulit disentuh aparat penegak hukum. Apalagi Abu Janda selalu memperkenalkan diri sebagai figur terdepan kader Banser, organ Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Selalu menonjolkan diri sebagai yang paling Nahdatul Ulama (NU) melebihi orang NU asli.

Perseteruan Abu Janda dengan Natalius Pigai bermula dari kritik Pigai kepada mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jendral TNI (Purn.) Kehormatan (Hor.) Hendropriyono di twitternya. Sebagai pegiat Keadilan dan HAM, Pigai mempertanyakan kapasitas Hendropriyono yang menyatakan “organisasi lain yang melindungi eks Front Pembela Islam (FPI) tunggu giliran”.

“Organisasi pelindung eks FPI dan para provokator, tunggu giliran”, cuit Hendropriyono di akun twitternya. Walaupun demikian, dia tidak menyebutkan nama organisasi pelindung FPI yang dimaksud. Hendropriyono yakin masyarakart lega dengan pembubaran FPI. “Tanggal 30 Desember 2020 rakyat Indonesia merasa lega, karena mendapat hadiah berupa kebebasan dari rasa takut yang mencekam selama ini”, ujar Hendropriyono.

Mennggapi pernyataan Hendropriyono yang bercitarasa ancaman ini, sebagai pegiat Keadilan dan HAM, Pigai mempertanyakan kapasitas Hdnropriyono sebagai Apa? Apakah sebagai Penasehat Presiden atau pengamat? “Ortu, maksudnya orang tua, mau tanya. Kapasitas bapak di negara ini sebagai apa ya? Penasehat Presiden? Pengamat? Aktivis? “Biarkan saja negara diurus oleh gen abad 21 yang egaliter, humanis, dan demokrat”, ujar Pigai.

Pigai mengatakan, pernah ditawari Hendropriyono jabatan sebagai Wakil Kepala BIN dan Duta Besar. Akan tetapi tawaran tersebut ditolaknya. “Kami tidak butuh hadirnya dedengkot tua. Sebab itulah, tawaran sebagai Wakil Kepala BIN dan Duta Besar yang bapak tawarkan, saya tolak mentah-mentah. Maaf”, kata Pigai.

Menanggapi pernyataan Pigai di akun twitternya inilah yang membuat Abu Janda naik pitam. Melalui akun twitternya @Permadiaktivis1, Abu Janda menaggapi Natalius Pigai yang mempertanyakan kapasitas dalam sebuah berita berjudul “Pigai ke Jendral Hendropriyono, apa kapasitas Bapak di negeri ini”.

Abu Janda kemudian memaparkan sejumlah jabatan yang pernah dijabat Hendropriyono, baik semasa pemerintahan Presiden Soeharto, BJ. Habibie dan Megawati. Misalnya, sebagai Direktur BAIS di eranya Soeharto, Menteri Transmigrasi di eranya Habibie. Abu Janda lantas mempertanyakan kapasitas Pigai dalam ciutannya. Kau @NataliusPigai, apa kapasitas kau? Sudah selesai evolusi belum kau?

Pernyataan Abu Janda soal “sudah selesai evolusi belum” inilah yang memicu kemarahan dari Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI). Ketua Umum DPP KNIP Haris Pratama bersama sejumlah pengurus lainya melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri. Laporan DPP KNPI lantas mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat, terutama kaum Nahdiyin dan Parai Politik.

Tidak kurang dari mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) periode 2010-2015, KH As’ad Said Ali memberikan tanggapan atas prilaku Abu Janda. Selaku Ketua Dewan Penasehat GP Ansor, KH As’ad pernah mempertanyakan kepada pimpinan GP Ansor tentang Abu Janda setelah melihat Abu Janda bicara di televisi tentang NU.

KH As’ad yang mantan Wakil Kepala BIN untuk tujuh Kepala BIN, sejak dari Letjen TNI. Moetayib di era Soeharto, sampai Letjen TNI Marciano Norman di akhir eranya Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, berkesimpulan bahwa Abu Janda adalah orang yang sangaja disusupkan ke dalam Ansor dan NU. Untuk itu, perlu ditelusuri kenapa Abu Janda bisa ikut Pendidikan dan Latihan (Diklat) kader Asnor dan Banser.

Setelah dicek, ternyata tidak ada rekomendasi dari Wilayah dan Cabang Ansor dan Banser untuk Abu Janda. Padahal rekomendasi Wilayah dan Cabang adalah syarat untuk bisa diterima sebagai peserta kaderisasi Ansor dan Banser. Namun setelahb ditelusuri lebih lanjut, Abu Janda diterima atas rekomendasi dari seorang tokoh penting NU.

“Saya kira rekomendasi dari tokoh NU itu dengan peritmbangan prasangka baik. Tanpa mengecek ke dulu belakang siapa sebenarnya Abu Janda. Pimpinan Banser sudah menegur Abu Janda untuk tidak lagi bicara tentang NU atas nama Ansor. Beberapa media nasional juga sudah diingatkan untuk tidak lagi menggunakan Abu Janda untuk bicara atas nama NU.

Masalahnya, Abu Janda suah terlanjur memakai seragam Banser di media. Sehingga publik menyangka dia bagian dari NU. Padahal fikrah dan akhlaknya bukan sebagai pengikut Ahli Sunnah Wal Jamaah (Aswaja). Dampak provokasi yang ditimbulkan di lingkungan NU selama ini cukup besar. Beberapa Pondok Pasantren sampai terusik. Ada yang sampai menjauh (mufarakah) dari struktur NU.

Menurut KH As’ad, beberapa Pondok Pasantren di Daerah Bogor mufarakah dari struktur NU, karena yang disampaikan Abu Janda bertolak belakang dengan fikrah an nahdiyah. KH. As’ad mensinyalir masih ada Abu Janda-Abu Janda lain, yang berpura-pura membela NU melalui medosos. Tetapi sesuangguhnya meraka adalah musang berbulu ayam.

Keras dan tegas sikap KH. As’ad kali ini. Padahal sebagai orang intel, KH As’ad jarang bicara ke publik. Namun sebagai nahdiyin asli, terpaksa KH As’ad memberikan saran kepada PBNU. “Bahwa sudah saatnya PBNU bersikap tegas secara resmi terhadap Abu Janda. Sebab dia memanfaatkan nama besar NU untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini kalau dibiarkan, akan merusak keutuhan NU”, kata KH As’ad.

Pertanyaannya, siapa orang yang telah berhasil menyusupkan Abu Janda ke tengah- NU? Sampai-sampai bisa mengakibatkan terjadinya mufarakah di internal NU? Lalu siapa juga orang yang berhasil meloby tokoh penting NU, sehingga bisa memberikan rekomendasi kepada Abu Janda untuk mengikuti Pendidikan dan Latihan (Diklat) Banser?

Jangan cepat-cepat dulu berprasangka buruk (su'udzon). Meskipun Abu Janda sangat mengagumi Hendropriyono, yang biasa disapa dengan “Om Eddo” tersebut, sampai menyerang Natalius Pigai dengan tidak pantas. Namun belum tentu “Om Eddo” sebagai orang yang menyusupkan Abu Janda ke NU, sehingga berhasil menciptakan perpecahan di internal NU.

Berprasangka baik (husnudzon) juga penting. Sebaiknya juga jangan dulu ber-su’udzon kepada “Om Eddo”, karena berburuk sangka itu adalah dosa. Mungkin lebih baik bertanyalah saja kepada tokoh penting NU yang memberikan rekomendasi kepada Abu Janda mengikuti Diklat Banser. KH As’ad tentu saja yang paling tau siapa tokoh penting NU tersebut?

1755

Related Post