Adu Cepat: Vaksin vs Mutasi Covid-19, Pemerintah Harus Tanggap!

By Mochamad Toha

Surabaya FNN - Senin (28/12). Seperti yang saya tulis sebelumnya, varian Covid-19 yang mutasinya yang begitu cepat akan membuat Vaksin Covid-19 yang kini dikembangkan di berbagai negara bakal masuk kategori “vaksin jadul”, karena tak akan bisa mengimbangi Covid-19 yang terus bermutasi.

“Sudah pernah saya uraikan tentang Covid-19, adanya gelombang 1, gelombang 2, gelombang 3, dan akan ada gelombang ke 4,” ungkap seorang sumber yang selalu mempelajari karakter Covid-19 sejak pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubai, China, akhir 2019.

Covid-19 semula menyerang saluran pernafasan, kemudian saluran pencernaan, syaraf, mata, yang diikuti dengan berbagai gejala-gejala yang menyertainya.

Orang-orang yang di tubuhnya ada proses infeksi, tentu wajar kalau diikuti dengan keluhan linu-linu di berbagai persendian, lemah, loyo, pengantukan, dan sebagainya. Itu gejala-gejala wajar yang menyertainya.

Salah satu ciri khas dari virus Covid-19 itu akan mudah menempel, dan meriplikasi selnya, setelah menempel pada selaput mukosa-mukosa. Pada selaput mukosa-mukosa itulah protein sarana mereka regeneratif itu menjadi mudah berkembang .

Mukosa itu lapisan lembut berlendir, seperti bibir mulut, tenggorokan, hidung, dan mata. Dari mukosa-mukosa itulah, mereka akan menyebar ke saluran pernafasan atau pencernaan, dan seterusnya.

“Dan amat sering kami temukan kasus-kasus yang ditandai dengan gejala-gejala sakit perut, diare, setelah sekian hari, di paru-parunya sudah terjadi pneumonia advanced/serius, merata,” ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya itu.

Menurutnya, ada yang positif thypus lewat tes widal, tapi imunoserologinya negatif. Bahkan, ada yang fungsi livernya terganggu, yang ditandai dengan SGPT, SGOT tinggi, “tapi HbsAg-nya negatif. Setelah di-swab, positif.”

“Makanya kami amat sering menyampaikan ke siapapun yang sakit panas, disertai dengan gejala-gejala di saluran pernafasan, saluran pencernaan, atau lainnya, sebagai berikut: Lebih baik kita menduga positif covid,” tambahnya.

“Sehingga segera bisa mengantisipasi secara maksimal. Daripada menduga minimal (non covid), tapi akhirnya kecolongan. Toh, jika menggunakan protokol covid dengan formula yang kami buat, tidak ada efek buruknya,” jelasnya.

“Dengan konsep itulah, kami sudah membantu menyelamatkan ribuan orang pasien yang terpapar covid,” ujar sumber tadi. Mengapa mutasi Covid-19 yang menghasilkan berbagai varian itu begitu cepat? Inilah yang perlu dikaji.

Perlu diketahui, sifat dasar antibodi, bakteri/virus/hewan, tanaman, dan manusia, jika disakiti, pasti akan melawan, karena untuk mempertahankan keberadaan dirinya. Dipastikan, mereka akan melawan semaksimal yang bisa mereka lakukan, atau menyerah.

Pada saat disakiti dengan disinfektan atau apapun sejenisnya, mereka yang tidak mati (tentu sebagian mati, sebagian hidup) itu membiakkan diri beratus-ratus atau beribu-ribu kali lipat, dibanding kalau tidak disakiti.

Padahal konsep yang ada saat ini, corona harus dibunuh dengan antivirus atau antiseptik/disinfektan. Naluri virus, yang tidak mati, akan menggandakan diri sebanyak-banyaknya agar eksistensi mereka tetap ada di muka bumi ini.

Mereka sebenarnya tidak ingin menyakiti, tetapi setiap ketemu media baru, seperti tangan manusia, bagi mereka, itu media asing yang menakutkan, sehingga mereka meriplikasi diri berkali lipat.

Pada saat mereka mampu bertahan hidup, tentu saja mereka sudah menjadi lebih kuat, sudah mengenali semua zat yang membunuhnya, atau sudah merubah asesoris tubuhnya, sehingga bisa dipahami kalau akhirnya sekarang diketahui sudah ada 500 jenis virus corona.

Sehingga, menjadi wajar, kalau corona yang tersebar itu: jumlahnya jauh lebih banyak; telah mengalami mutasi genetik; dan lebih kuat. Masalahnya, “siapa yang mempercayainya konsep itu”?

Andaikan penglihatan dan pendengaran kita ini dibukakan hijab-nya oleh Allah SWT, bisa berkomunikasi dengan virus itu, bisa memahami sifat mereka, tidak tega menyemprotkan cairan disinfektan kepada mereka.

Mereka juga menderita. Mereka takut mati, seperti halnya manusia. Bagaimana gemuruhnya di kalangan mereka ketika itu datang. Serupa dengan hebohnya di kalangan manusia sendiri. Tapi sayangnya, siapa yang mempercayai ungkapan ini?

Varian Corona

Setelah munculnya laporan mutasi D614G pada Febuari, mutasi A222V dan N439K pada Maret, dan mutasi Y453F pada April, pada 14 Desember 2020, pihak berwenang Inggris Raya (UK) dan Irlandia Utara melaporkan kepada WHO.

Yakni varian SARS-CoV-2 baru yang diidentifikasi melalui pengurutan genom virus yang disebut sebagai SARS-CoV-2 VUI 202012/01 (Variant Under Investigation, year 2020, month 12, variant 01) atau B.1.1.7.

Publik dikejutkan dengan adanya peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang signifikan di Inggris pada Desember 2020 ini.

Terkait hal itu, pakar Epidemiolog Inggris bernama Tim Spector menyampaikan, setidaknya ada 6 gejala Covid-19 yang kemungkinan muncul disebabkan oleh varian baru virus tersebut.

Menurut tim yang juga seorang ilmuwan di aplikasi ZOE Covid Symptom Study dan Profesor Epidemiologi Genetik di King's College London itu, varian baru virus corona tersebut telah menyebabkan lonjakan infeksi di Inggris secara keseluruhan.

Sebelumnya Lembaga Kesehatan Nasional atau NHS di Inggris merilis tentang tiga gejala utama dari Covid-19 adalah batuk, demam, dan hilangnya indera penciuman.

Hasil analisis genomik virus Corona menunjukkan adanya sekelompok mutasi varian baru pada lebih dari separuh kasus Covid-19 di Inggris tersebut. Varian ini dikenal dengan nama VUI 202012/01 yang terdiri dari sekumpulan mutasi antara lain 9 mutasi pada protein S.

Varian baru juga ditemukan secara signifikan pada kasus Covid-19 di Afrika Selatan yaitu kombinasi 3 mutasi pada protein S.

Hingga sampai hari ini varian VUI 202012/01 telah ditemukan pada 1.2 persen virus pada database GISAID, 99 persen varian tersebut dideteksi di Inggris. Selain di Inggris, varian ini telah ditemukan di Irlandia, Perancis, Belanda, Denmark, Australia.

Sedangkan di Asia baru ditemukan pada tiga kasus yaitu Singapura, Hong Kong dan Israel. Mutan SARS-CoV-2 Spike N501Y telah menjadi berita akhir-akhir ini. Inilah yang mereka ketahui.

Pertama, Awalnya muncul di area London Raya. Kedua, Ini dapat meningkatkan penularan virus sebanyak 70%. Ketiga, Mutasi terjadi di bagian spike protein (yang digunakan virus untuk menempel dan memasuki sel) yang paling penting untuk mengikat ACE2, protein seluler yang sebenarnya ditempelkan oleh tonjolan tersebut.

Keempat, Mutasi tampaknya meningkatkan kemampuan protein lonjakan untuk mengikat ACE2. Kelima, Tidak ada bukti terpercaya bahwa mutasi ini akan mengganggu efikasi vaksin. Keenam, mereka tidak tahu sejauh mana varian baru SARS-CoV-2 ini menyebar.

Menurut Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM dr. Gunadi, SpBA, PhD, ada 9 mutasi itu pada VUI 202012/01, ada satu mutasi yang dianggap paling berpengaruh, yaitu mutasi N501Y.

Hal ini karena mutasi N501Y terletak pada Receptor Binding Domain (RBD) protein S. “RBD merupakan bagian protein S yang berikatan langsung dengan receptor untuk menginfeksi sel manusia,” kata Dokter Gunadi.

Menurutnya, mutasi ini diduga meningkatkan transmisi antar manusia sampai dengan 70%. Namun, mutasi ini belum terbukti lebih berbahaya atau ganas. “Demikian juga, mutasi ini belum terbukti memengaruhi efektivitas vaksin Corona yang ada,” lanjutnya.

Varian mutasi virus ini, kata Gunadi, bisa mempengaruhi hasil tes swab PCR apabila tes PCR menggunakan gen S.

Sebab, varian baru ini terdiri dari multipel mutasi pada protein S, maka diagnosis Covid-19 sebaiknya tidak menggunakan gen S karena bisa memberikan hasil negatif palsu.

Oleh karena itu, peran surveilans genomik (whole genome sequencing) virus corona menjadi sangat penting dalam rangka identifikasi mutasi baru, pelacakan (tracing) asal virus itu dan dilakukan isolasi terhadap pasien dengan mutasi ini.

Sehingga penyebaran virus corona bisa dicegah lebih lanjut. Ia mengimbau masyarakat lebih waspada dengan adanya mutasi baru itu, namun tidak perlu disikapi dengan kekhawatiran berlebihan.

“Masyarakat tetap harus menerapkan 3M, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak dengan menghindari kerumunan,” pungkasnya.

“Mutasi ini diduga meningkatkan transmisi antar manusia sampai dengan 70 persen. Namun, mutasi ini belum terbukti lebih berbahaya/ ganas. Demikian juga, mutasi ini belum terbukti mempengaruhi efektivitas vaksin Corona yang ada,” ucapnya.

Jika menyimak mutasi Covid-19 D614G di atas tadi, apakah belanja vaksin Sinovac masih efektif dan tetap mau dilakukan? Sebab, varian baru ini, bisa terjadi pada orang yang terkena tidak bergejala, tiba-tiba diketahui sudah pada stadium lanjut.

Bisa diketahui, kondisi paru-parunya sudah dipenuhi cairan, dan akhirnya saturasi oksigen sudah rendah, dan sulit tertolong. Sebenarnya dengan varian ini, otomatis vaksin yang kini sedang uji klinis, tidak ada gunanya.

Karena ada cairan yang banyak di paru-paru ini, maka kadar oksigen yang bisa diserap oleh paru-paru menjadi sangat sedikit/terbatas.

Bisa dibayangkan, jika lendir itu tidak keluar, dan ada di dalam tenggorongkan. Sehingga, menyebabkan saluran nafas buntu. Masih tetap mau menggunakan vaksin Sinovac?

Penulis wartawan senior FNN.co.id

337

Related Post