Adzab Untuk Penguasa Yang Sukses Infrastruktur
by M Rizal Fadillah
Bandung FNN – Ahad (01/11). Banyak penguasa terlalu berorientasi pada pembangunan fisik semata. Lupa pada kewajiban fundamental untuk membangun kekuatan nilai spiritual keagamaan. Prestasi kekuasaan diwujudkan dengan sukses membangun infrastruktur fisik. Inilah fatamorgana kehidupan berbangsa dan bernegara.
Wisata sejarah itu penting untuk menemukan kearifan memimpin, khususnya dalam menata sistem kemasyarakatan dan kenegaraan. Belajar dari sejarah yang diinformasikan oleh Maha Pencipta tentu sarat dengan nilai, tingkat akurasi yang tidak diragukan. Nilai-nilai keberannya menjadi mutlak dan hakiki. Tidak ada yang perlu diragukan.
Sayangnya, penguasa zaman sekarang, masih banyak yang mau meragukan kebenaran yang datangnya dari Maha Pencipta tersebut. Dalam QS Al Fajr, Allah Subhanahu Wata’ala mengingatkan tiga jenis penguasa dan kaum yang salah orientasi, yaitu kaum Aad, kaum Tsamud, dan Fir'aun. Ketiga-tiganya digambarkan sukses melakukan pembangunan fisik.
Kaum Aad dipuji. Karena kemampuan dalam membuat istana dengan bangunan yang indah dan megah "iroma dzatil 'imaad". Nabi Hud Alaihi Salam yang mengajak takwa diabaikan. Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan angin badai dingin selama delapan hari yang menghancurkan kau Aad.
Kaum Tsamuud juga memiliki kemampuan dalam bidang teknologi tinggi "alladziina jaabuush shohro bil waad". Gunung atau lembah yang dibuat rumah dan bangunan megah. Gunung batu yang ditatah rapi. Seruan moral Nabi Saleh tidak didengar.
Lalu Fir'aun juga yang disebut Qur'an memiliki bangunan-bangunan yang tinggi dan kokoh "wa fir'auna dzil autaad". Oposisi Fir'aun adalah Nabi Musa Alaihi Salam yang melakukan gerakan pembebasan Bani Israel. Fir'aun berusaha menumpas Musa dan pengikutnya.
Kepada tiga penguasa atau pengendali sistem yang sewenang-wenang di muka bumi tersebut Allah Subhanahu Wata’ala beri hadiah kehinaan berupa adzab. Sebutannya adalah cemeti adzab "shobba 'alaihim shauto adzaab". Dicambuknya kaum dan penguasa infrastruktur yang hebat-hebat tersebut dengan variasi model.
Kaum Aad diganjar dengan angin badai hingga tak tersisa, kecuali yang beriman. Mereka hancur berantakan dan bergelimpangan. Sedangkan kaum Tsamuud mati dengan cemeti adzab petir dan guntur bersuara keras. Bergelimpangan pula mereka. Sedangkan Fir'aun dan tentaranya ditenggelamkan di laut merah (bahrul ahmar) yang terkecoh pandangan "jalan tol" kezaliman.
Faham materialisme yang sarba materi dalam berbagai bentuk, baik itu yang liberalisme, kapitalisme, komunisme, pragmatisme, atau sekularisme yang dikembangkan dan menjadi filisofi dalam membangun negeri tidak lain adalah Aad, Tsamud, dan Fir'aun kontemporer. Sekarang sedang dicoba untuk dihidupkan kembali pemahaman pembangunan yang serba infrastruktur hebat tersebut.
Agama dan ketauhidan dalam wujud ketaatan ilihiah adalah basis pembangunan yang diridloi Allah Subhanahu Wata'ala. Mengabaikan aspek agama dan ketauhidan ini akan menjadi kausa dari cambukan cemeti adzab (shautho adzab) yang tak tertahankan. Hanya adzab dan kecelakaan yang pasti menanti, entah kapan datangnya. Hanya persoalan waktu saja. Namun pasti datang.
Untuk itu, sebelum segala sesuatunya menjadi terlambat, para pemimpin bangsa dan negara Indonesia harusnya kembali sadar akan makna pembangunan yang hakiki. Agama adalah fondasi bukan periferi. Jangan coba-coba untuk pinggirkan agama. Apalagi sampai hinakan dan permainkan agama.
Jika iya, maka tunggulah datangnya aparat Allah Subhanahu Wata’ala yang akan mencambukan cemeti adzab. Wisata sejarah akan sampai pada pemandangan yang mengerikan akibat dari salah persepsi, ideologi, dan investasi.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Keagamaan.