Aktualisasi Resolusi Jihad Masa Kini

Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta

Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang Presidential Threshold 20% telah menyimpang dari konstitusi. Begitu pula penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah untuk masa dua tahun.

Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta

DI mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 ialah seruan KH Hasyim Asy’ari kepada para ulama dan santri pondok pesantren di berbagai penjuru Indonesia untuk membulatkan tekad melakukan jihad membela tanah air melawan penjajah yang berpuncak pada pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya.

Munculnya resolusi jihad tidak dapat dipisahkan dari peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya. Setelah kemenangan Tentara Sekutu atas Jepang yang ditandai dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat pada 14 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945.

Hari berikutnya, Indonesia menetapkan Undang-Undang dan Pemerintahan Indonesia serta Lembaga Legislatif (PPKI), sehingga dinyatakan merdeka secara de jure. Pendaratan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di Indonesia memicu kemarahan rakyat Indonesia yang tak rela untuk dijajah kembali oleh Belanda.

Saat itu Indonesia tengah mempertahankan kemerdekaan dari tekanan penjajah. Beragam upaya dan provokasi dilakukan dalam menggoyahkan kemerdekaan Indonesia. Kondisi yang kian memanas mendorong Presiden Soekarno untuk berkonsultasi kepada KH Hasyim Asy’ari yang mempunyai pengaruh di hadapan para ulama. Melalui utusannya, Presiden Soekarno menanyakan hukum mempertahankan kemerdekaan.

KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa umat Islam harus melakukan pembelaan terhadap tanah air dari ancaman asing. Pada tanggal 21-22 Oktober 1945 KH Hasyim Asy’ari berinsiatif melakukan rapat konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura di Bubutan, Surabaya. Lahirlah keputusan bernama Resolusi Jihad.

Resolusi Jihad menyatakan perjuangan untuk merdeka adalah perang suci (jihad). Resolusi tersebut ditetapkan sebagai persiapan rakyat menolak pendudukan kembali Belanda yang tergabung dalam NICA. Pemerintah Republik Indonesia pun menyebarkan Resolusi Jihad melalui surat kabar pada 26 Oktober 1945.

Berikut isi teks asli fatwa resolusi.

Bismillahirrochmanir Rochim

Resoloesi:

Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsoel2) Perhimpoenan Nahdlatoel Oelama seloeroeh Djawa-Madoera pada tanggal 21-22 October 1945 di Soerabaja.

Mendengar:

Bahwa di tiap-tiap Daerah di seloeroeh Djawa-Madoera ternjata betapa besarnja hasrat Oemmat Islam dan ‘Alim Oelama di tempatnja masing-masing oentoek mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAOELATAN NEGARA REPOEBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a. Bahwa oentoek mempertahankan dan menegakkan Negara Repoeblik Indonesia menurut hoekoem Agama Islam, termasoek sebagai satoe kewadjiban bagi tiap2 orang Islam.

b. Bahwa di Indonesia ini warga negaranja adalah sebagian besar terdiri dari Oemmat Islam.

Mengingat:

1. Bahwa oleh fihak Belanda (NICA) dan Djepang jang datang dan berada di sini telah banjak sekali didjalankan kedjahatan dan kekedjaman jang menganggoe ketentraman oemoem.

2. Bahwa semoea jang dilakoekan oleh mereka itu dengan maksoed melanggar kedaoelatan Negara Repoeblik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali mendjadjah di sini maka beberapa tempat telah terdjadi pertempoeran jang mengorbankan beberapa banjak djiwa manoesia.

3. Bahwa pertempoeran2 itu sebagian besar telah dilakoekan oleh Oemmat Islam jang merasa wadjib menoeroet hoekoem Agamanja oentoek mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanja.

4. Bahwa di dalam menghadapai sekalian kedjadian2 itoe perloe mendapat perintah dan toentoenan jang njata dari Pemerintah Repoeblik Indonesia jang sesoeai dengan kedjadian terseboet.

Memoetoeskan:

1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja.

2. Seoapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Soerabaja, 22 Oktober 1945

Resolusi Jihad dikukuhkan dalam Muktamar XVI NU di Purwokerto pada tanggal 26-29 Maret 1946 yang menegaskan sikap NU dalam membela kemerdekaan Indonesia sebagai berikut.

Resolusi Jihad NU

1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 harus dipertahankan.

2. Pemerintah RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dipertahankan dengan harta maupun jiwa.

3. Musuh-musuh Indonesia, khususnya orang-orang Belanda yang kembali ke Indonesia dengan menumpang pasukan Sekutu (Inggris), sangat mungkin ingin menjajah kembali bangsa Indonesia setelah Jepang ditaklukkan.

4. Umat Islam, khususnya warga NU, harus siap bertempur melawan Belanda dan sekutu mereka yang berusaha untuk menguasai Indonesia kembali.

5. Kewajiban jihad merupakan keharusan bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer (sama jaraknya dengan qashar, di mana meringkas shalat boleh ditunaikan oleh Muslim santri).

6. Mereka yang berada di luar radius itu mempunyai tanggung jawab mendukung saudara-saudara Muslim mereka yang tengah berjuang dalam radius tersebut.

Presiden Joko Widodo menetapkan Resolusi Jihad sebagai tonggak Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 guna mendorong semangat santri untuk mempertahankan kemerdekaan.

Dalam perspektif Islam jihad fi sabilillah merupakan pengejawantahan iman, sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran,

Orang-orang mukmin ialah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tak pernah ragu, berjuang di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Mereka itulah orang-orang yang tulus hati. (QS Al-Hujurat/49:15)

Mukmin berpredikat sebagai umat terbaik, mengemban amanat menunaikan tugas amar makruf nahi munkar di tengah umat manusia.

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk segenap manusia, menyuruh orang berbuat benar, dan melarang perbuatan mungkar, serta beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, niscaya baiklah bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka orang fasik. (QS Ali Imran/3:110).

Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang menyaksikan kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya, tetapi itulah selemah-lemah iman”. (HR Muslim)

Allah swt berpesan dalam Al-Quran,

Katakanlah, “Kalau kamu mencintai Allah, ikutilah aku; Allah akan mencintai kamu dan mengampuni segala dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran/3:31)

Allah SWT menjelaskan karakter orang-orang munafik yang berlawanan secara diametral dengan orang-orang mukmin sebagai berikut.

Kaum munafik, laki-laki dan perempuan, mempunyai saling pengertian satu dengan yang lain; mereka menganjurkan yang mungkar, dan melarang yang makruf; dan mereka menggenggam tangan. Mereka telah melupakan Allah, dan Dia pun melupakan mereka. Golongan orang munafik itulah orang-orang fasik. (QS At-Taubah/9:67)

Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, saling menjadi pelindung satu sama lain. Mereka menganjurkan yang makruf, dan melarang yang mungkar, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, serta patuh kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan mendapat rahmat Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS At-Taubah/91:71)

Dalam konteks kekinian santri dipanggil untuk mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari rongrongan apa saja dan dari penjajahan siapa saja. Santri niscaya berjihad melawan korupsi, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta segala penyimpangan dari pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 telah menyimpang dari jiwa UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945, dan dari nilai-nilai Pancasila.

Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat dengan system one man one vote (satu orang satu suara) menyimpang dari sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222 tentang Presidential Threshold 20% telah menyimpang dari konstitusi. Begitu pula penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah untuk masa dua tahun.

Menjadi tanggung jawab bersama untuk mengembalikan UUD NRI 1945 pada relnya. Masih ada dan cukup waktu untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala-kepala Daerah sebelum perhelatan akbar nasional Pemilihan Presiden 2024!

Allah SWT berpesan dalam Al-Quran,

Katakanlah, “Bekerjalah demi kebaikan, Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang Maha Tahu segala uang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At-Taubah/9:105)

Gajah mati meninggalkan gading; Harimau mati meninggalkan belang; Manusia mati meninggalkan jasa;

Selamat Hari Santri Nasional. (*)

575

Related Post