Amandemen UUD 1945: Perang Asimetris Meniadakan Bangsa Indonesia dan NKRI
Lebih ekstrim dapat dikatakan bahwa orang-orang bangsa Indonesia asli telah dimusnahkan “genosida” dan NKRI punah tinggal nama, tanpa perlu letusan peluru dan tidak disebut genosida maupun aneksasi.
Oleh: Syarifuddin Simbolon, Advokat/Penasihat Hukum
MENURUT para ahli antara lain:
Plato; “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan manusia dan merupakan sarana untuk tercapainya tujuan bersama”.
Prof. Mr. Kranenburg; “Negara adalah suatu organisasi yang diciptakan oleh sekelompok manusia/orang disebut bangsa”.
G. Priggodigdo, SH; “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi unsur-unsur tertentu yakni harus memiliki pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu bangsa”.
Prof. Mr. Soenarko; “Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan”.
Soekarno; “Negara adalah organisasi. Organisasi yang sangat besar”.
Sebagaimana layaknya organisasi modern, harus dibuktikan adanya suatu anggaran dasar atau akte pendirian. Dalam pergaulan hidup modern, selain manusia diakui adanya organisasi atau perkumpulan sebagai subjek hukum (orang dalam hukum yakni pembawa hak dan kewajiban).
Dalam ilmu hukum, subjek hukum yang bukan manusia itu disebut Badan Hukum (Belanda: Rechts persoon). Sedangkan manusia sebagai Subjek Hukum disebut orang alami (Belanda: Natuurlijkepersoon).
Oleh karena itu tanpa anggaran dasar atau akte pendirian atau statuta sulit diterima atau diakui adanya organisasi atau perkumpulan subagai Subjek Hukum jika tidak boleh menyebutnya tidak mungkin.
Itulah antara lain perbedaan manusia dengan organisasi atau perkumpulan sebagai Subjek Hukum. Keberadaan organisasi/perkumpulan sebagai subjek Hukum mutlak diperlukan adanya surat yakni anggaran dasar atau akte pendirian atau statuta.
Anggaran Dasar atau Akte Pendirian suatu organisasi dapat juga berfungsi sebagai akte kelahiran bagi organisasi. Oleh karena itu UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dapat juga berfungsi sebagai Akte Kelahiran berdirinya NKRI.
Sedangkan keberadaan manusia sebagai subjek Hukum cukup dibuktikan dengan lahirnya manusia tersebut secara fisik. Akte kelahiran baru terbit atau diterbitkan setelah manusia itu lahir. Bahkan sebelum lahir (masih dalam kandungan ibunya) manusia sudah dianggap sebagai subjek Hukum, sudah ada haknya.
Keberadaan manusia tidak tergantung pada adanya akte kelahiran. Sebagaimana layaknya anggaran dasar, suatu organisasi terdiri dari ketentuan-ketentuan dasar. Oleh karena itu Anggaran Dasar disebut juga Hukum Tertinggi atau Sumber Hukum.
Demikianlah antara lain kedudukan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 yang kemudian terkenal dan sering ditulis degan singkatan UUD 1945 adalah merupakan ‘Wujud NKRI’. Tanpa UUD 1945 tidak akan ada NKRI, juga tidak akan ada manusia yang dapat melihat bagaimana rupa dan bentuk maupun susunan Negara Indonesia itu.
Mari perhatikan rumusan Alinea ke 4 UUD 1945:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sesuai dengan rumusan Alinea ke-4 UUD 1945, maka UUD 1945 adalah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Sedangkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu diperjuangkan dan dinyatakan oleh Bangsa Indonesia dan diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh dan Atas Nama Bangsa Indonesia.
Mari kita cermati teks Proklamasi:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan d.l.l, diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta hari 17 bulan 8 tahun 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.
Dengan demikian, menurut hukumnya, mengganti UUD 1945 sama dengan mengganti NKRI yang didirikan pada 18 Agustus 1945 (Pengesahan UUD 1945 oleh PPKI) sekaligus merampas kemerdekaan kebangsaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 (Proklamasi 17-8-05).
Bahkan, UUD hasil amandemen itu tidak hanya sekedar mengganti Negara Indonesia dan merampas kemerdekaan kebangsaan Indonesia, namun juga telah meniadakan atau menghapuskan ‘Orang Bangsa Indonesia Asli’ atau Pribumi atau Bumiputra Indonesia (Pasal 6 ayat 1 UUD 1945). Peniadaan atau penghapusan orang Indonesia asli itu berpotensi sebagai ‘Genosida’.
Mari perhatikan rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945:
“Presiden ialah orang Indonesia asli”.
Rumusan ayat ini telah diamandemen menjadi:
“Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati Negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.
Narasi perubahan ayat ini sekilas sederhana, tanpa makna atau biasa-biasa saja. Tetapi sesungguhnya, kalimat ini memiliki makna yang sangat dalam, dan patut diduga tendensius.
Perlu dipahami bahwa ‘bangsa’ tidak sama dengan ‘warga negara’. Seorang bangsa Amerika, Belanda atau China dapat menjadi warga Negara Indonesia, akan tetapi tidak menjadi bangsa Indonesia. Seorang bangsa Indonesia dapat juga menjadi warga Negara Amerika, Belanda, China, Jepang atau lain-lain negara.
Kewarganegaraan dapat berubah atau berganti-ganti sedangkan kebangsaan tidak. Substansi kebangsaan seseorang merupakan garis keturunan (silsilah, nasab) secara biologis atau genetika sedangkan kewarganegaraan merupakan proses administrasi. Kebangsaan itu merupakan hubungan seseorang dengan bangsa, sedangkan kewarganegaraan merupakan hubungan seseorang dengan negara/organisasi.
Bangsa dan negara adalah dua hal yang berbeda. Dalam ilmu Hukum bangsa itu tergolong subjek Hukum alami (Naturlijkepersoon) sedangkan Negara tergolong subjek Hukum badan Hukum (Rechts person).
Selain menghapuskan atau meniadakan atau memusnahkan orang Indonesia Asli yang berpotensi sebagai genosida, amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 juga mengakomodir kewarganegaraan ganda orang Tionghoa/China.
Amandemen Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 secara juridis menunjukkan bahwa Amandemn UUD 1945 merupakan kepentingan Tiongkok atau China.
Perlu diketahui bahwa;
“Semua warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga dianggap sebagai warga negara RRC. Status kewarganegaraan ganda orang Tionghoa sudah ada, jauh sebelum Republik Indonesia lahir”.
“Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan RRC, tidak ada cara bagi seorang Tionghoa untuk bisa menanggalkan kewarganegaraan China kecuali meminta izin dari Menteri Dalam Negeri China, tetapi Kementerian hanya akan memberikan izin kalau calon telah memenuhi kewajiban terhadap Angkatan Bersenjata China”. (Dr. Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, terjemahan bahasa Indonesia oleh PT Grafiti Pers, Juni 1984, halaman 121).
Sesuai dengan prinsip kewarganegaraan RRC tersebut maka setiap warga negara Indonesia keturunan Tionghoa juga merupakan warga Negara RRC.
Status kewarganegaraan RRC itu bukan karena kehendak WNI keturunan Tionghoa/China menerima kewarganegaraan China akan tetapi oleh karena prinsip kewarganegaraan yang dianut oleh RRC.
Sehingga, dengan demikian semua warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa mempunyai kewarganegaraan ganda yakni kewarganegaraan RRC bukan karena kehendaknya menerima kewarganegaraan RRC tersebut.
Beberapa Pasal dalam UUD hasil amandemen yang meniadakan NKRI antara lain:
Pasal 28 D 4): “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.
Juga Pasal 28 E 1): ’Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Kedua Pasal tersebut sesungguhnya sudah menghapuskan Negara Indonesia (NKRI) yang berdaulat. Tidak ada lagi kedaulatan Negara untuk mengatur dan menentukan atau membatasi siapa yang menjadi warga Negara Indonesia.
Negara Indonesia sudah tidak ada lagi karena setiap orang berhak menjadi WNI atau mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, memilih tempat tinggal di Indonesia, pergi meninggalkan dan kembali.
Di mana lagi letak kedaulatan negara Indonesia jikalau setiap orang seperti orang Aborigin, Amerika, Belanda, China, Denmark, Jepang dll berhak mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Berhak bertempat tinggal di Indonesia, berhak pergi meninggalkan serta berhak kembali.
Setiap orang menjadi bebas sesuka hatinya masuk, keluar dan kembali ke Indonesia. Karena hak adalah kekuasaan atau ijin yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Hak itu disebut juga wewenang (legalized power).
Ketentuan Pasal 28 D dalam UUD hasil amandemen tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 menentukan:
“Yang menjadi Warga Negara ialah orang-orang Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warga Negara”.
Ketentuan Pasal 26 ayat 1 UUD 1945 dengan tegas menentukan dan membatasi siapa Warga Negara Indonesia, bukan setiap orang, melainkan orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warga Negara.
Prinsip-prinsip Hukum yang terkadung dalam UUD 1945 seperti Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 26 ayat 1 telah diperkuat atau diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Deklarasi PBB tentang Hak Hak Masyarakat Pribumi.
Pasal 1: Masyarakat pribumi mempunyai hak untuk menikmati sepenuhnya, sebagai suatu kelompok ataupun sebagai individu, atas segala hak azasi manusia dan kebebasan mendasar seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia Internasional, dan Hukum Hak Azasi Manusia Internasional.
Pasal 6: Setiap individu pribumi mempunyai hak atas kewarganegaraan.
Pasal 27: Negara harus menciptakan dan menerapkan sebuah proses yang adil, independent, imparsial, terbuka dan transparan, sehubungan dengan masyarakat pribumi yang bersangkutan, memberikan hak atas hukum, tradisi, adat-istiadat dan system kepemilikan tanah untuk mengakui dan memutuskan hak dari masyarakat pribumi mengenai tanah, wilayah dan sumber daya mereka, termasuk yang secara tradisi dimiliki atau digunakan. Masyarakat pribumi harus mendapatkan hak untuk berpartisipasi dalam proses ini.
Apabila hukum tertinggi yakni UUD Negara Indonesia sudah menentukan sesuatu seperti status kewarganegaraan itu adalah ‘Hak’ maka tidak dibenarkan adanya Undang-Undang atau ketentuan hukum di bawah UUD itu yang meniadakan atau membatasi atau menunda atau menghambat ‘Hak’ itu melainkan harus menghormati dan wajib memenuhi hak atau memberikan hak itu.
Jika demikian, secara juridis, Bangsa Indonesia dan NKRI itu sudah dihapus, ditiadakan, bubar atau punah, kecuali tinggal nama.
Lebih ekstrim dapat dikatakan bahwa orang-orang bangsa Indonesia asli telah dimusnahkan “genosida” dan NKRI punah tinggal nama, tanpa perlu letusan peluru dan tidak disebut genosida maupun aneksasi.
Demikianlah perang asimetris memusnahkan Bangsa Indonesia dan NKRI, melalui amandemen UUD 1945.
Oleh karena itu, ‘Demi Hukum’ dan ‘Keadilan’, eksistensi dan keselamatan Bangsa Indonesia dan NKRI mari segera kita Kembali Ke UUD 1945.
Barangsiapa yang cinta dan setia serta peduli pada Bangsa Indonesia dan NKRI berjuanglah dengan tindakan nyata agar UUD 1945, tanggal 18 Agustus 1945 jo. 5 Juli 1959 itu segera berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Air Indonesia. Insya Allah. Aamiin. Merdeka! (*)