Amarah Risma: Akibat Lemah Koordinasi dengan Pemprov!
Oleh Mochamad Toha
Jakarta, FNN - Amarah Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang videonya viral di berbagai media, Jum’at, 29 Mei 2010, itu seharusnya tak perlu ditampakkan di muka umum. Dia bisa saja cari tempat lain, aman dari sorotan dan rekaman kamera wartawan.
Sebab, kemarahan terkait bantuan 2 unit mobil Polymerase Chain Reaction (PCR) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang, konon, diserobot Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim itu bisa disalah-artikan warga.
Terutama warga Surabaya yang die hard pada Risma. Apalagi, tudingan Risma itu ditujukan kepada GTPP Covid-19 Jatim yang berada di bawah kendali Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Hal ini juga bisa memancing reaksi Khofifah.
Risma berbicara dengan nada keras. Risma mengamuk karena dua mobil PCR bantuan dari BNPB untuk Surabaya justru diserobot Gugus Tugas (Gugas) Covid-19 Jatim dan dialihkan ke daerah lain.
Dalam video berdurasi 52 detik itu, Risma tampak sedang duduk menelpon seseorang dari dalam sebuah tenda, Jumat 29 Mei 2020. Mengenakan rompi hitam dan kaos merah dan berjilbab merah, Risma duduk dan dikelilingi beberapa anak buahnya.
Melansir Vivanews.co.id, Jumat (29 Mei 2020 | 16:47 WIB), Risma terlihat betul-betul marah dengan pengalihan dua mobil BNPB untuk warga Surabaya yang dialihkan ke daerah lain itu. Tidak jelas dengan siapa ia berbicara di telepon genggam.
Mengetahui bahwa 2 mobil PCR permintaannya diserobot Gugas Covid-19 Jatim, Risma pun melaporkan langsung pada Kepala BNPB Doni Monardo, pihak yang dimintai bantuan secara langsung oleh Risma.
“Dapat sms, dapat WA-nya pak Joni, Kohar. Kalau itu untuk Surabaya. Opo opoan (Apa-apaan) gitu lo pak, kalau mau boikot jangan gitu pak caranya,” ungkap Risma dengan nada emosional dalam percakapan di telepon genggam itu.
“Saya akan ngomong ini ke semua orang. Pak, saya ndak terima lo pak. Betul saya ndak terima pak. Saya dibilang ndak bisa kerja. Siapa yang ndak bisa kerja sekarang,” kata Risma berang.
Yang sangat menarik perhatian tentunya saat Risma juga dengan lantang menyebut dua nama petinggi PDIP yang kini menjabat di pemerintahan, pusat yakni Puan Maharani (Ketua DPR-RI) dan Pramono Anung (Sekretaris Kabinet).
“Kalau mau ngawur nyerobot gitu. Siapa yang ndak bisa kerja. Boleh dicek ke Pak Pramono Anung. Boleh ditanya ke Mbak Puan,” tegas Risma.
Kepada wartawan, Risma membeberkan bukti chatting dirinya dengan Kepala BNPB Doni Monardo soal permintaan bantuan mobil PCR secara khusus untuk warga Surabaya.
“Teman-teman lihat sendiri kan, ini bukti permohonan saya dengan pak Doni, jadi ini saya sendiri yang memohon kepada beliau. Kasihan pasien-pasien yang sudah menunggu,” kata Risma.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya Febria Rachmanita atau Fenny menjelaskan, sebetulnya pada Kamis kemarin, 28 Mei 2020, Surabaya sudah akan dibantu mobil laboratorium itu.
Awalnya disebut akan langsung dipergunakan untuk pasien yang menjalani karantina di Asrama Haji Surabaya di Sukolilo dan Dupak Masigit yang di situ ada warga Krembangan Selatan.
“Jadi, bantuan dari BNPB itu dua unit mobil laboratorium dan sudah kami tentukan titik-titiknya selama mobil itu berada lima hari di Kota Surabaya. Masing-masing titik itu kami siapkan 200 orang untuk dilakukan tes swab,” ungkapnya.
Menurut Fenny, mereka itu yang belum dites swab dan waktunya swab ulang, “supaya cepat selesai penanganannya,” katanya kepada wartawan.
Siapa yang bilang kalau 2 mobil dari BNPB itu yang mengajukan Pemkot Surabaya? Konon, mobil PCR itu realisasi pada, Rabu, 27 Mei 2020 atas pengajuan Pemprov Jatim pada Senin, 11 Mei 2020.
Pemprov Jatim memang sedang memutar kerja dua unit Mobil mesin PCR dari Pemerintah Pusat melalui BNPB ke sejumlah daerah.
Satu unit mobil mesin PCR bernopol B 7190 TDB dari BNPB, itu diserahterimakan BNPB pada Gugus Kuratif Covid-19 ke Pemprov Jatim di halaman Rumah Sakit Lapangan Covid-19 Pemprov Jatim, Jl. Indrapura No. 17 Surabaya, Rabu (27/5/2020) siang.
Sedangkan, satu unit mobil mesin PCR lainnya diterima Kamis (28/5/2020). Usai diserah- terimakan, dua unit Mobil Mesin PCR tersebut langsung dioperasionalkan di Asrama Haji Surabaya serta RSUD Sidoarjo.
Dan mobil mesin PCR juga akan difungsikan sebagai mobile laboratorium untuk daerah-daerah yang membutuhkan di Jatim. Surabaya dan Sidoarjo mendapat layanan pertama.
Kemudian, kedua mobil itu akan melayani masyarakat Lamongan dan Tulungagung. Gubernur Khofifah menyampaikan terima kasihnya kepada BNPB yang terus mendukung Jatim untuk melakukan percepatan-percepatan dalam penanganan Covid-19.
“Alhamdulilah, kami kembali mendapat bantuan dari BNPB, berupa dua unit mobil mesin PCR. Bantuan ini penting, karena saat ini kebutuhan mesin PCR test untuk swab memang yang paling dibutuhkan karena validitasnya paling tinggi,” ujar Khofifah, seperti dilansir Duta.co, Kamis (29/5/2020).
Menurut politisi PAN Mila Machmudah Djamhari, kemarahan Risma itu justru menunjukkan arogansi dia yang tidak tunduk pada birokrasi. Sah-sah saja bila dia berkomunikasi langsung dengan BNPB atau pun Presiden.
“Tetapi untuk koordinasi tetap ada aturannya. Sudah seharusnya Risma berkoordinasi dengan Gubernur terkait kebutuhan penanganan kasus Covid-19 di Surabaya. Bila Risma langsung koordinasi dengan Pusat mana Provinsi mengetahui rencana kerja Surabaya,” tegasnya.
Kota dan Kabupaten lain selalu berkoordinasi sehingga Provinsi mengetahui kebutuhan dan rencana kerja mereka. “Salah besar bila Risma menuduh Provinsi memboikot kerja Risma karena Surabaya tidak berkoordinasi dengan Provinsi,” tegas Mila.
“Risma tidak berhenti playing victim. Arogansi dia, ketidakpatuhan dia berkoordinasi dengan Pemprov sudah menyebabkan berkembang pesat penularan covid-19 di Surabaya,” lanjutnya.
Mila mencontohkan, Malang Raya dengan kasus awal yang kurang lebih sama dengan Surabaya, ternyata berhasil mengendalikan perkembangan kasus Covid-19.
“Bahwa benar kasus di Surabaya cukup tinggi karena banyak dilakukan test. Tapi yang perlu diingat, salah satu penyebab dilakukan ribuan test di Kota Surabaya karena kegagalan Risma mengendalikan kasus di PT HM Sampoerna yang dirahasiakannya,” ungkap Mila.
Menurut Mila, salah besar melihat 2 emak itu sebagai sebuah persaingan. Ini hanya masalah ada yang tidak mau diatur. Khofifah sudah menjadi Menteri ketika Risma masih kepala Seksi di Pemkot Surabaya.
Khofifah memiliki massa lebih besar dari Risma. Khofifah menjabat Ketua Umum Muslimat se-Indonesia. Khofifah pun bukan hanya memiliki back up politik yang cukup kuat tetapi juga back up ulama.
“Secara kapasitas dan kredibilitas Khofifah juga tidak diragukan. Kemampuan komunikasi dan pengendalian emosi sudah sangat jelas Khofifah juaranya,” ungkap Mila.
Menurutnya, Risma sepertinya memang bakal sering ribut gara-gara mispersepsi. Ternyata, mobil PCR dari Badan Intelijen Negara (BIN) itu bukan diberikan pada Pemkot Surabaya, teapi BIN yang menyelenggarakan kegiata tes Covid-19.
“Jadi kelar giat mobil akan dibawa kembali oleh BIN. Rencananya BIN akan melakukan tes Covid-19 massal selama 4 hari di Surabaya,” ungkap Mila.
Giat BIN ini bukan hanya rapid test saja, tapi juga PCR dengan menggunakan peralatan dari Korea Selatan yang paling lama 2,5 jam hasilnya sudah diketahui. Jadi, yang test tidak perlu harus menunggu di hotel 3 hari. Sehari juga kelar.
Pelibatan BIN dalam penanganan Covid-19 ini dinilai Mila bagus. Jadi yang terkonfirmasi positif akan dilakukan contact tracing pada yang bersangkutan.
Perselisihan antara Risma dengan Khofifah ini tidak akan melahirkan pemenang. Yang terjadi justru bakal melahirkan tumpukan pasien Covid-19 di Surabaya.
Risma dan Khofifah jangan larut berselisih. Karena itulah yang diharapkan para petualang politik. Mereka sukses mengadu-domba kedua Srikandi Jatim tersebut.
Penulis Wartawan Senior