Anies Baswedan – Puan Maharani “Kartu Mati”?

Ketika Puan Maharani dan Anies Baswedan menjadi Menteri PMK dan Mendikbud periode pertama Joko Widodo menjabat Presiden. (Foto: Republika.co.id).

Namun, di tengah jalan, 2001, Gus Dur dipaksa lengser oleh MPR juga dengan rekayasa hukum seolah terlibat kasus Buloggate dan Brunaigate. PKB sebagai partai pengusungnya nyaris tidak ada pembelaan sama sekali.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN

WACANA memasangkan Anies Baswedan dengan Puan Maharani pada Pilpres 2024 ditawarkan oleh Puan sendiri saat diwawancarai CNN Indonesia. Dalam politik mungkin saja hal itu bisa terjadi.

Apalagi jika Presidential Threshold 20 persen masih tetap dipertahankan dan didukung oleh PDIP yang salah satu Ketua DPP-nya adalah Puan Maharani. Sebagai Gubernur DKI Jakarta yang tidak punya kendaraan, jelas tawawan Puan ini sangat menggiurkan Anies Baswedan.  

Bahkan, sebelum menyatakan kesediannya bila dipasangkan dengan Anies, Puan juga sudah menjawab isu soal dirinya ditawari menjadi Wakil Presiden menggantikan Ma’ruf Amin.

Tujuannya, agar sikap PDIP yang kukuh menolak penundaan pemilu menjadi goyah. “Itu juga saya bingung ya caranya gimana, caranya pakai apa, karena di aturannya nggak ada kayak begitu,” kata cucu Bung Karno itu.

Puan menegaskan pergantian kepemimpinan di Indonesia punya mekanisme tetap. Dia heran jika ada pihak yang mengusulkan ide-ide di luar konstitusi dengan gampangnya.

“Jadi dua periode, setiap periode itu ada mekanismenya, aturannya, sesuai UU kemudian mau ganti-ganti seenaknya itu dari mana aturannya, saya belum tahu. Coba kasih tahu saya aturannya kayak gimana. Kok terlalu gampang, kemudian mengganti dan menego sesuatu hal yang sangat luar biasa,” tegas Puan.

Dalam wawancara tersebut, Puan Maharani juga bicara soal dugaan orang-orang di sekitar Presiden Joko Widodo yang mencoba mempengaruhi isu soal penundaan pemilu. Puan menyebut kemungkinan itu terbuka.

“Ya mungkin saja, bisa saja, karena ya mungkin dengan menunjukkan data, kemudian mengatakan Indonesia masih membutuhkan Pak Jokowi, kemudian Indonesia masih membutuhkan pemimpin yang sekarang dalam masa sulit seperti ini karena pandemi COVID-19 yang masih ada, dan lain-lain dan sebagainya, itu mungkin saja,” kata Puan, Rabu (23/3/2022).

Menurut Puan, tidak mungkin seorang presiden itu sepertinya terkungkung sendiri tidak punya teman atau tidak punya lingkungan yang datang dari berbagai macam kalangan.

“Namanya lingkungan presiden, itu pasti semuanya mau dekat presiden dan semuanya bisa memberikan masukan atau kemudian memberikan data atau hal-hal yang menurut yang bersangkutan itu akan mempengaruhi presiden,” tambahnya.

Puan yakin Jokowi merupakan sosok yang punya pendirian. Dia juga yakin, Jokowi akan menjaga perasaan dan harapan rakyat.

“Yang bisa saya sampaikan adalah saya meyakini bahwa Presiden Jokowi itu pasti mempunyai keteguhan hati untuk bisa menjaga apa yang (telah) menjadi amanah dan amanat rakyat Indonesia,” ujar Puan.

Puan Maharani menawarkan peluang berduet dengan Anies Baswedan pada Pilpres 2024 mendatang. Puan menegaskan dirinya tidak memiliki masalah, apalagi sampai bermusuhan dengan Anies.

“Mungkin saja (duet dengan Anies), nggak ada yang tidak mungkin di politik. Semua dinamika itu bisa terjadi. Ya tinggal kita lihat lagi tahun depan-lah bagaimana ceritanya, cerita-cerita politik,” kata Puan, Rabu (23/3).

Puan tak memungkiri kerap bertemu dengan Anies secara tak sengaja. Mantan Menko PMK itu juga tak menutupi soal lancarnya komunikasi dengan Anies.

“Saya sering, suka juga secara tidak sengaja bertemu dengan Pak Anies dalam acara-acara. “Komunikasinya, jika ada perlu suka berkomunikasi dan jika ada acara juga komunikasi. Kok jadi kesannya saya musuhan begitu sama Pak Anies, nggak-lah,” tegasnya.

Mengapa tiba-tiba Puan melontarkan dan menawarkan dirinya untuk menjadi pasangan Anies Baswedan kelak pada Pilpres 2024 nanti? Padahal, selama ini PDIP terkesan “memusuhi” Anies terkait kebijakannya?

Mengapa Puan lebih tertarik pada Anies ketimbang Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, atau Menhan Prabowo Subianto? Harus diakui, elektabilitas tiga pejabat ini masuk tiga besar. Puan jelas masih di bawah mereka.

Dengan menggaet Anies, “nilai jual” Puan jelas bakal terdongkrak. Namun, ini belum tentu bagi Anies. Bisa jadi, Anies bakal ditinggal pendukung fanatiknya, seperti halnya setelah Prabowo bergabung dengan Koalisi Pemerintah.  

Kalaupun akhirnya pasangan Anies – Puan ini menang Pilpres 2024, posisinya Anies “belum tentu aman”. Bisa saja suatu saat nanti, Anies dilengserkan dari jabatan Presiden dan digantikan Puan yang sebelumnya Wapres.

Ingatlah, bagaimana Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang melalui rekayasa kasus Buloggate dan Brunaigate, dipaksa lengser dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri (Ketum DPP PDIP) yang sebelumnya Wapres.

Apalagi, Anies yang secara politik tidak punya kendaraan (parpol). Gus Dur yang saat itu masih menjabat Ketum NU “dimanfaatkan” suara pengikutnya untuk kepentingan Pemilu 1999.

Dalam pemilihan presiden di MPR, suara Gus Dur mengungguli Megawati. Ia pun ditetapkan MPR yang diketuai Amien Rais sebagai Presiden ke-4 dengan Wapres Megawati Soekarnoputri.

Namun, di tengah jalan, 2001, Gus Dur dipaksa lengser oleh MPR juga dengan rekayasa hukum seolah terlibat kasus Buloggate dan Brunaigate. PKB sebagai partai pengusungnya nyaris tidak ada pembelaan sama sekali.

Pelajaran dan pengalaman politik seperti itulah yang seharusnya dibaca dan dipelajari dengan cermat oleh Anies Baswedan dan para pendukungnya. Jadi, jangan mudah tergiur dengan tawaran manis dari Puan Maharani.

Dapat dipastikan, sejarah itu akan berulang. Namun, tentunya dalam format yang berbeda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Jasmerah! (*)

 

707

Related Post