Usut Tuntas Dana Konsorsium 303 Supaya Kepercayaan Terhadap Indonesia Tidak Turun
Jakarta, FNN - Aparat penegak hukum diminta supaya menyelidiki dan mengaudit aliran dana konsorsium 303 secara tuntas. Apalagi, jumlah aliran dana yang terdeteksi oleh PPATK sangat fantastis, mencapai Rp 155 triliun dari judi online.
Penyelidikan dan audit terhadap dana konsorsium Sambo tersebut penting dilakukan, sehingga kepercayaan terhadap Indonesia, baik dari dalam negeri maupun internasional tidak turun. "Menko Polhukam harus turun tangan mengaudit dan menyelidikinya," kata pengamat dari Indonesia Club, Hartsa Mashirul dalam diskusi publik Kopi Party Movement, di Jakarta. Rabu, 28 September 2022.
Ia mengatakan, pintu masuk penyelidikan dan audit dana 303 dapat dilakukan melalui keterangan yang disampaikan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana. Perlu didalami, termasuk pembicaraan di media sosial yang dapat dijadikan konstruksi dasar dalam menelusuri aliran dana judi online Rp 155 triliun itu.
Dalam diskusi publik dengan tema "Lacak dan Tindak Sumber-Aliran dana 303 Sambo", Hartsa mengingatkan pentingnya mengusut tuntas aliran dana konsorsium 303 atau juga dikenal dengan "Dana Sambo" itu.
Istilah Dana Sambo merujuk kepada kasus Ferdy Sambo yang sudah dipecat dari anggota polisi. Dana tersebut terkait dengan sepak-terjang Satuan Tugas Khusus (Satgasus) yang dipimpin Sambo, yang kemudian dibubarkan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, setelah terkuaknya kasus pembunuhan Josua Hutabarat.
"Karena di saat internasional mengalami krisis, itu hanya satu yang dibutuhkan oleh sebuah negara supaya mendapatkan kepercayaan, yaitu penegakan hukum. Yang kedua adalah bagaimana penegakan hukum tanpa mencederai rasa keadilan masyarakat atau rakyatnya sendiri," tutur Hartsa menambahkan.
Hartsa mengatakan, jika penegakan hukum berjalan lama, itu akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah yang pada akhirnya akan berefek terhadap kepercayaan internasional kepada Indonesia.
"Internasional tidak akan atau sulit memercayai penegakan hukum di Indonesia jika tidak dilakukan dengan transparan dan seadil-adilnya," ucap Hartsa.
Ia mengharapkan agar masalah yang sudah molor tersebut tidak menjadi sumber persoalan bagi masyarakat. "Jadi, jangan sampai persoalan konsorsium ini berefek kepada kondisi sosial di masyarakat yang sudah mengalami kesulitan ekonomi maupun kepada penegakan hukum yang terjadi saat ini," jelasnya.
Pakar Hukum Pidana UI, Chudry Sitompul; Boyamin Saiman (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI); Iskandar Sitorus (Indonesian Audit Watch atau IAW); Uchok Sky Khadafi (Centre For Budget Analysis); Ade Adriansyah Utama (Komite Pengawal Presisi Polri) dan Alvin Lim (LQ Indonesia Law Firm) ikut menjadi pembicara dalam acara tersebut. (Rac)