Audit Seluruh Tahapan Pemilu!

DR. Ahmad Yani, SH, MH, Koordinator Gerakan Melawan Political Genoside (GMPG), Ketua Umum Partai Masyumi

Bahkan, menurut saya, kepolisian harus mulai mengambil Tindakan aktif untuk membongkar skandal pemilu ini. Ini kejahatan terhadap kedaulatan rakyat, dan merupakan pengkhianatan terhadap suara rakyat.

Oleh: DR. Ahmad Yani, SH, MH, Koordinator Gerakan Melawan Political Genoside (GMPG), Ketua Umum Partai Masyumi

SAYA sedari awal sudah menduga, Proses dan tahapan pemilu 2024 akan dipenuhi dengan masalah-masalah serius. Berkali-kali saya telah mengingatkan KPU baik sebagai pribadi, sebagai ketua umum partai maupun sebagai bagian dari Gerakan Melawan Politik Genosida (GMPG) Bersama kawan-kawan partai lain yang tidak diikut sertakan dalam tahapan verifikasi administrasi maupun faktual.

Tujuan kami mengritik itu untuk meluruskan proses demokrasi politik yang akan kita hadapi 2024 yang akan datang. Tanpa berpikir pragmatis atau kepentingan pribadi, kita harus berdiri sebagai warga negara yang ingin proses demokrasi itu berjalan secara jujur dan adil sesuai dengan UUD NRI 1945.

Apa yang kami sarankan untuk segera diperbaiki oleh KPU telah menjadi masalah sekarang ini. Terbongkarnya upaya terselubung yang dilakukan oleh KPU RI sebagaimana yang diberitakan Koran Tempo, Senin 12 Desember 2022, media mainstream lainnya dan media sosial, memperlihatkan ada indikasi atau dugaan bahwa pengaturan pemilu telah dilakukan mulai dari proses awal yaitu penyusunan dan penetapan regulasi serta pendaftaran partai politik.

Bagi saya masalah utama yang muncul pada awal-awal adalah masalah Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU. Sipol ini tidak memiliki legitimasi hukum apapun untuk dijadikan instrumen dalam pendaftaran, verifikasi administrasi/faktual dan penetapan partai politik peserta pemilu.

Secara hukum, Penggunaan Sipol itu Ilegal dan tidak memiliki dasar hukum apapun dalam Undang-Undang Pemilu. KPU tidak bisa membuat norma tanpa perintah Undang-undang. Undang-undang Pemilu tidak memerintahkan KPU untuk mengatur sipol itu.

Lebih mirisnya, Sipol diatur dalam PKPU 4 Tahun 2022 yang diundangkan pada tanggal 20 Juli 2022. Sementara Akses Sipol sudah mulai dibuka 24 Juni 2022. Bayangkan, tanpa ada aturan apapun sipol dibuka untuk pendaftaran peserta pemilu.  

Karena itu, Proses input data yang dilakukan sejak 24 Juni 2022 adalah proses yang ilegal. Tanpa dasar hukum apapun partai-partai politik yang mengisi data sipol tidak menyadari bahwa instrumen itu adalah ilegal dan tidak memiliki dasar hukum.

Parpol yang menggunakan instrumen sipol dalam mengisi/menginput data dan dokumen sebelum dibukanya pendaftaran partai politik yaitu tanggal 1 Agustus 2022 sampai tanggal 14 Agustus 2022 pukul 23.59 WIB adalah tindakan ilegal, tidak sah dan tidak berdasarkan hukum sama sekali dan karenanya proses yang dilakukan parpol tersebut cacat hukum/yuridis.

Karena itu kami menyatakan sipol itu bukan instrumen utama untuk pendaftaran partai politik. Sebab dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, sipol tidak disebutkan sebagai sarana untuk pendaftaran partai politik dan istilah sistem informasi partai politik pun tidak disebutkan dalam UU tersebut.

Upaya hukum telah kami lakukan, upaya politik juga telah kami tempuh untuk meluruskan proses pemilu ini. Maka untuk proses politik yang demokratis, sah dan konstitusional kami mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung mengenai keberadaan Sipol ini.  

Politik Genosida

Pendaftaran Partai politik peserta pemilu dibuka dari tanggal 1 Agustus 2022 dan ditutup tanggal 14 Agustus 2022 pukul 23.59 WIB. Pendaftaran yang dimaksud adalah penyerahan kelengkapan administrasi partai politik peserta pemilu untuk kemudian dilakukan verifikasi administrasi oleh KPU, dalam tahapan verifikasi administrasi dan faktual, bukan dalam tahapan pendaftaran partai politik.

Namun diluar dugaan, pada tanggal 16 Agustus 2022, petugas KPU telah mengembalikan tanda pengembalian data dan dokumen persyaratan pendaftaran partai politik calon peserta pemilihan umum yang tidak ditandatangani oleh Ketua KPU. Berdasarkan surat yang ditandatangani oleh petugas KPU tersebut yang berakibat kepada 16 partai politik tidak diberikan hak untuk mengikuti tahapan selanjutnya yaitu verifikasi administrasi dan faktual. 

Dengan surat itu Partai Politik dinyatakan tidak dapat mengikuti tahap selanjutnya. Tentu mengherankan, tanggal 14 itu adalah penutupan pendaftaran, bukan penutupan verifikasi administrasi partai politik. Pertanyaannya darimana KPU dapat menyimpulkan bahwa partai politik memenuhi syarat atau tidak, sebelum melakukan verifikasi administrasi?

Verifikasi Administrasi baru dimulai tanggal 15 Agustus sampai tanggal 14 Oktober 2022. Namun KPU dengan “jumawa” mengatakan bahwa mengenai tidak memenuhi syarat pendaftaran partai politik tanpa verifikasi, tanpa surat keputusan dinyatakan tidak dapat mengikuti tahap selanjutnya.

Untuk melawan keputusan KPU yang sewenang-wenang itu, beberapa partai yang tidak diikutkan dalam verifikasi administrasi menggugat dengan mengajukan sengketa Proses  ke Bawaslu RI. Namun seperti paduan suara, Bawaslu mengatakan kami tidak memiliki objek sengketa karena KPU tidak mengeluarkan surat keputusan, padahal pada tanggal 29 Juli 2022 Ketua Bawaslu telah mengirim surat resmi kepada Ketua KPU untuk menuangkan hasil penelitian kelengkapan pemenuhan dokumen persyaratan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu yang dapat atau tidak dapat mengikuti verifikasi administrasi dalam berita acara.

Lalu pertanyaanya apa kerja Bawaslu? Apakah membiarkan KPU melakukan Tindakan sewenang-wenang tanpa menegurnya?

Harusnya Bawaslu menyampaikan keberatan terhadap apa yang dilakukan KPU yang melanggar hukum itu. Tetapi itu tidak terjadi, dan dugaan scenario untuk mengatur proses pemilu berjalan terus tanpa memperdulikan protes dan proses hukum yang diajukan. Sungguh ironis tindakan Bawaslu yang seharusnya menjadi pengawas dalam proses seluruh tahapan pemilu, tidak melaksanakan tupoksinya sebagaimana mandat konstitusi dan Undang-Undang.

Untuk melawan kesewenang-wenangan itu, kami membentuk Gerakan Melawan Politik Genosida (GMPG). Enam partai yang membentuk GMPG ini mendesak KPU untuk segera jujur dan transparan dalam melakukan verifikasi partai politik. dan kami juga menuntut hak-hak partai politik yang dinyatakan gugur dalam pendaftaran itu.

Mengatur Partai untuk Lolos

Penting untuk dicatat pengakuan salah seorang ketua umum partai politik yang menyatakan bahwa partainya dikerjakan oleh KPU untuk lolos mengikuti tahap administrasi. Pengakuan itu bagi saya harus ditelusuri Kembali.

Pernyataan ketua umum partai itu masih beredar, muncul lagi pengakuan komisioner KPU di berbagai daerah, mengaku, KPU Pusat memerintahkan KPU Provinsi, KPU Kab/Kota untuk memanipulasi data partai politik dari tidak memenuhi, menjadi memenuhi syarat. (Lihat Koran Tempo 12 Desember 2022)

Perintah untuk meloloskan tiga partai, yaitu: Partai Gelora; PKN dan; Partai Garuda – yang diberitakan oleh Tempo itu adalah kejahatan pemilu yang nyata. Saya menduga, bukan hanya tiga partai itu, bahkan seluruh partai yang dinyatakan ikut verifikasi factual memperoleh kemewahan dari cara-cara curang KPU ini.

Pengakuan dan pemberitaan media ini harus segera diselidiki. Jika pengakuan itu benar, bahwa ada oknum komisioner KPU ikut menjadi bagian dari partai tertentu dan membantu partai untuk lolos maka ini sungguh keji.

Berbagai pengakuan belakangan ini membuktikan bahwa proses pemilu ini sudah diatur sedemikian rupa untuk menentukan siapa yang dimenangkan dan siapa yang disingkirkan. Cukup beralasan bagi saya untuk menyatakan bahwa pemilu 2024 adalah pemilu yang akan diselenggarakan dengan kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis.

Audit dan Adili Komisioner KPU

Saya kira Sipol KPU harus segera diaudit. Data-data hasil pendaftaran, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang telah dilakukan harus dibuka ke hadapan publik supaya terang permasalahan ini.

Pengakuan-pengakuan yang disampaikan oleh KPU di Daerah dan pengakuan salah satu ketua umum partai yang menyatakan bahwa ada permainan untuk memanipulasi data partai politik atas perintah KPU Pusat jangan didiamkan. Ini kecurangan dan pelanggaran serius.

Demokrasi sedang dibajak, pemilihan umum menjadi mainan segelintir orang, suara rakyat akan diselewengkan. Pemilu ini lebih buruk dari pemilu 2019, karena kebobrokannya sudah terjadi saat mulai proses. Ini mengerikan bagi saya.

Oleh karena itu, sekali lagi saya tegaskan audit investigasi sipol KPU dan hasil verifikasi partai politik. Dan saatnya dugaan koordinasi kecurangan yang dilakukan oleh KPU segera diselidiki. Ini adalah Tindakan menyalahi hukum dan harus dihukum dengan seberat-beratnya.

Kita semua harus bersuara, mendesak Komisi II DPR dan Pemerintah untuk mengevaluasi KPU ini. Bahkan bila perlu mendesak DPR untuk segera membentuk Hak Angket untuk menyelidiki dugaan kejahatan pemilu yang dilakukan KPU.

Bawaslu RI sebagai mitra pengawas KPU harus bersuara, harus melakukan Langkah-langkah peringatan dan menyelidiki pelanggaran ini. DKPP sebagai penjaga etika penyelenggara harus aktif untuk menemukan pelanggaran etika penyelenggara yang sudah menyengat di ruang publik ini.

Bahkan, menurut saya, kepolisian harus mulai mengambil Tindakan aktif untuk membongkar skandal pemilu ini. Ini kejahatan terhadap kedaulatan rakyat, dan merupakan pengkhianatan terhadap suara rakyat.

Semua harus peduli pada urusan ini, proses ini yang akan menentukan pemimpin bangsa kedepan. Ini menyangkut masa depan negara yang Panjang. Pemimpin yang dipilih dengan curang tidak akan membawa berkah. (*)

1586

Related Post