Bayang-Bayang Astra di Pusaran BBM: Kejagung Harus Panggil Djony Bunarto Tjondro

Center for Budget Analysis mendesak Kejaksaan Agung memeriksa Djony Bunarto Tjondro. Ada dugaan aliran dana hampir satu triliun rupiah ke anak usaha Astra dalam skandal impor BBM Pertamina.

JAKARTA, FNN | Gedung Bundar Kejaksaan Agung kini menghadapi ujian baru. Setelah menjerat Riva Siahaan, mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah dan BBM nonsubsidi, radar penyelidikan kini diminta mengarah ke raksasa otomotif dan alat berat, Astra Group. Nama yang mencuat ke permukaan bukan orang sembarangan: Djony Bunarto Tjondro, Presiden Direktur PT Astra International Tbk.

Desakan ini ditiupkan oleh Center for Budget Analysis (CBA). Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, mencium aroma yang tidak sedap dalam relasi antara kebijakan di Pertamina dengan keuntungan yang diraup oleh jejaring bisnis Astra. Fokusnya ada pada angka yang fantastis: Rp 958,3 miliar. Jumlah tersebut diduga menjadi nilai pengayaan bagi PT Pamapersada Nusantara, anak usaha PT United Tractors Tbk yang bernaung di bawah bendera Astra.

Persoalan ini bermula dari karut-marut penetapan harga solar nonsubsidi. Kejaksaan menemukan adanya praktik penjualan di bawah harga pokok penjualan dan di bawah batas harga bawah yang ditetapkan pemerintah. Ironisnya, di saat negara berpotensi merugi, sejumlah perusahaan justru diduga menikmati harga miring tersebut. Pamapersada disebut-sebut masuk dalam daftar penikmat manisnya harga solar yang menyimpang dari aturan itu.

Uchok Sky tidak hanya menyoroti angka, tetapi juga irisan personal dan manajerial. Ia menarik benang merah yang menarik: kesamaan almamater. Baik Djony Bunarto maupun Riva Siahaan merupakan alumni Universitas Trisakti. Djony di Fakultas Teknik, sementara Riva di Manajemen Ekonomi. Meski hubungan almamater bukan bukti hukum, namun dalam kacamata interpretatif, kedekatan latar belakang sering kali menjadi pintu masuk bagi terbangunnya komunikasi khusus dalam dunia bisnis yang penuh lobi.

Lebih dari sekadar urusan kampus, posisi manajerial Djony di internal Grup Astra dianggap sangat strategis untuk mengetahui arus kebijakan perusahaan. Dalam Laporan Tahunan Astra 2024, Djony tercatat sebagai Presiden Komisaris di PT United Tractors Tbk sekaligus di PT Pamapersada Nusantara. Ia juga pernah menjabat sebagai Komisaris United Tractors pada periode 2017 hingga 2020. Dengan rekam jejak yang membentang sejak 1990 di Grup Astra, sulit membayangkan jika kebijakan besar di anak usaha terlepas dari pengamatannya.

Kritik CBA cukup tajam terhadap Kejaksaan Agung. Hingga saat ini, aparat penegak hukum dinilai belum maksimal menyentuh korporasi-korporasi yang diduga menjadi penikmat harga solar murah tersebut. Ada 13 perusahaan yang masuk radar dugaan, namun penyelidikan menyeluruh belum juga dibuka lebar. Langkah memanggil jajaran direksi dan komisaris United Tractors serta Pamapersada dipandang sebagai langkah awal yang tidak bisa ditawar lagi untuk membuat perkara ini terang benderang.

Bagi Kejaksaan, memanggil pucuk pimpinan perusahaan sebesar Astra tentu memerlukan nyali dan bukti permulaan yang kokoh. Namun, bagi publik, transparansi adalah harga mati. Jika benar ada aliran dana hampir satu triliun rupiah yang mengalir secara tidak sah akibat penyimpangan harga BBM, maka siapapun yang menandatangani kebijakan atau yang bertugas mengawasi jalannya perusahaan patut dimintai keterangan.

Hingga saat ini, pihak PT Astra International Tbk masih memilih bungkam. Upaya konfirmasi dari awak media belum membuahkan hasil. Namun, di tengah sunyinya tanggapan dari menara Astra, desakan untuk mengusut keterkaitan mereka dalam pusaran korupsi Pertamina semakin nyaring terdengar. Gedung Bundar kini ditunggu: apakah mereka akan berani memanggil sang Presiden Direktur atau membiarkan kasus ini berhenti di level direksi Pertamina semata.

Di ujung hari, kasus ini bukan sekadar soal angka korupsi, melainkan soal integritas tata kelola energi nasional. Saat subsidi energi seringkali menjadi beban APBN, kebocoran dalam distribusi BBM nonsubsidi kepada korporasi besar adalah luka bagi rasa keadilan masyarakat. Panggilan bagi Djony Bunarto Tjondro mungkin akan menjadi babak baru yang menentukan, sejauh mana hukum bisa menyentuh wilayah yang selama ini dianggap tak tersentuh. (DH)

 

125

Related Post