Begitu Mahalnya Nilai Anies Baswedan Itu: Analisa Tipis-tipis Pertemuan Paloh dan LBP di London

Oleh Ady Amar - Kolumnis 

PRESIDEN Jokowi utus Luhut Binsar Panjaitan (LBP) ke London, Inggris, untuk menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh--atau bisa jadi itu memang inisiatif LBP untuk menemui Paloh. Begitu penting dan mendesaknya pertemuan itu, sampai tidak perlu menunggu Paloh balik ke tanah air.

Mengapa sampai perlu menemui Paloh di tempat yang begitu jauh.  Penerbangan Jakarta-London, itu lebih kurang 17 jam. Bisa jadi pertemuan itu cuma 1-2 jam saja. Menemui Paloh, LBP perlu diantar Peter F. Gontha.

Pertemuan berlangsung 13 Desember 2022, tapi baru dibocorkan sebulan kemudian oleh Gontha sendiri. Sepertinya perlu waktu yang pas untuk membocorkan pertemuan itu. Gontha memang sahabat Paloh dan juga LBP. Saat ini Gontha duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar NasDem.

Mengapa mesti pertemuan dilakukan di London, tidak ada yang bisa memberi jawab pasti. Paloh kabarnya beberapa saat lalu memang tengah berobat ke Eropa. Karenanya, LBP perlu menemuinya. Setelah pertemuan itu dibocorkan, jubir LBP mengonfirmasi, bahwa kebetulan LBP sedang di London urusan tugas pemerintahan, dan akhirnya mereka pun punya kesempatan bertemu.

Pun seperti setali tiga uang apa yang disampaikan  Sekjen NasDem Johnny G. Plate, pertemuan itu secara kebetulan saja. Mereka sama-sama berada di London, dan terjadilah pertemuan itu. Semua seperti serba kebetulan, yang tentu tidak demikian kejadian sebenarnya. Semua pastilah sudah diagendakan dengan rapi. Juga dibocorkannya pertemuan itu sebulan kemudian, itu pun sudah dihitung dengan tepat, sebagaimana yang diharap.

Dalam politik tidak ada yang serba kebetulan, tapi memang bisa diskenariokan seolah (tampak) kebetulan.

Analisa jalannya pertemuan itu bisa dibuat, meski mustahil bisa ditail diberikan. Tapi aroma politik dari pertemuan dua tokoh itu bisa tercium tajam. Dan, itu tentang menyelaraskan siapa yang akan menggantikan Jokowi dalam suksesi 2024.

Jokowi--juga LBP dan siapa saja yang bersekutu di belakangnya--menghendaki penggantinya, itu Ganjar Pranowo. Soal ini umum sudah banyak tahu. Sedang NasDem jelas telah mendeklarasikan Capresnya, Anies Rasyid Baswedan. 

LBP datang menemui Paloh untuk "menawar" agar NasDem mencabut pencapresan Anies itu. Paloh seperti menampik "tawaran" itu, dan tentu kompensasi yang mungkin diberikan. Meski juga "ancaman" akan direshuflenya 3 menteri NasDem dalam Kabinet Indonesia Maju, jika masih tetap mengusung Anies.

Paloh tampak menampik "tawaran", dan "ancaman" sekaligus, muncul dalam pertemuan itu. Bisa terlihat dari ekspresi 2 foto yang dibagi Gontha. Wajah dan gesture baik Paloh maupun LBP tampak tegang, tidak tampak sedikit pun sungging senyum dari keduanya. Tidak tampak ekspresi bisa ditafsir lain, kecuali pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa.

Ditambah muncul pernyataan Gontha, yang memuji-muji keduanya sebagai nasionalis sejati. Tapi diselipkan narasi tersirat yang bisa diambil simpulan, bahwa pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat. 

"Pada tanggal 13 Desember 2022 yang lalu juga sudah ada pertemuan antara LBP dan SP di Eropa. Mereka dua-duanya adalah nasionalis sejati, meski mempunyai pandangan berbeda terhadap siapa yang harus menjadi penerus pemerintahan sesudah Presiden Joko Widodo."

Narasi "...meski mempunyai pandangan berbeda terhadap siapa yang harus menjadi penerus pemerintahan sesudah Presiden Joko Widodo", itu jelas menunjukkan gambaran jalannya pertemuan antarkeduanya, yang tetap dengan pilihan masing-masing. Rezim Jokowi tetap "memaksakan" Ganjar sebagai penerusnya, sedang Paloh/NasDem tetap pada pendiriannya mencapreskan Anies.

Ditambah lagi muncul pernyataan hampir pada waktu bersamaan dari Ketua NasDem A. Effendi Choirie, akrab dipanggil Gus Choi, bahwa pilihan capres Pak Jokowi itu Ganjar, dan NasDem memilih Anies. Pernyataan Gus Choi itu seolah mengabarkan, bahwa NasDem dalam soal Capres tetap konsisten pada pilihan semula. Satu bentuk konfirmasi, bahwa NasDem tidak bisa diintervensi.

Mengapa sampai sebegitu ngototnya rezim Jokowi memaksakan kehendak, dan itu terang-terangan menamapkkan ketidaksukaan pada pencapresan Anies Baswedan. Segala cara dilakukan, bahkan dengan "menekan" Paloh untuk melepaskan Anies, meski tidak membuahkan hasil. Risiko yang dihadapi Paloh bisa jadi tidak sekadar reshuffel para menterinya dari kabinet, tapi ada hal lain yang akan diterimanya. Sebuah konsekuensi atas pilihan sikap politiknya.

Inilah gambaran politik Indonesia hari-hari ini, yang bisa jadi akan terus memuncak tak terduga sampai 2024 nanti. Paloh yang mendukung pencapresan Jokowi 2 periode mesti mengalami kepahitan diujung-ujungnya. Lagi-lagi kisahnya menjadi pembenar adagium, bahwa tidak ada kawan abadi dalam politik, itu ditampakkan. Hanya ada kepentingan yang abadi, dan itu selamanya. Bahkan menghalalkan segala cara.

Muncul kesan sebagai suatu kewajaran, begitu mahalnya nilai seorang Anies bagi negeri ini, bahkan bagi penentangnya, yang itu pantas dipertaruhkan NasDem bersama Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam Koalisi Perubahan Indonesia.

Kejutan demi kejutan menuju 2024 akan terus dimunculkan, dan rakyat yang ingin adanya perubahan ke arah lebih baik, tak perlu pula ikut terkaget-kaget. Jalan menuju perubahan ini mesti terus diikhtiarkan dengan serius, dan  sungguh-sungguh. (*)

6094

Related Post