Bertemu Elon Musk, Diduga Presiden Cuma Dijadikan Bemper Oligarki
Jakarta, FNN – Ada kesan pertemuan CEO Tesla Elon Musk dengan Presiden Joko Widodo di Gedung Stargate SpaceX, USA dipaksakan, sebab sebelumnya produsen baterai listrik itu sudah bertemu Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan.
”Presiden Jokowi memaksa untuk bertemu Elon Musk itu sudah ajaib kan. Kalau soal bisnis, ya kirim saja tim bisnis. Jadi, terlihat bahwa mungkin ada semacam kebanggaan gitu, wah gua datang ke pusat teknologi mutakhir dan di dalamnya seluruh next teknologi futuristik ada di situ. Tapi kan orang lihat bahwa Elon Musk adalah konglomerat besar yang sekarang sedang mengendalikan dunia, bahkan opini publik akan dikendalikan lewat penguasaan Twitter, misalnya,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin, 16 Mei 2022.
Rocky menegaskan bahwa Indonesia dirancang bukan untuk cun in dengan para monopolistik di bidang kapital.
“Sinyal itu musti terlihat bahwa Indonesia bukan negara kapitalis. Karena itu, musti ada semacam tradisi untuk mengatakan bahwa saya Presiden Republik Indonesia, negara sedang berkembang, dan ingin mengetahui teknologi ke depan. Tetapi musti ada semacam forum yang agak bermutu,” katanya.
Yang terjadi tidak demikian, ia datang hanya untuk bangga dengan melihat semua teknologi.
“Kita juga musti melihat bahwa teknologi basisnya adalah pengendalian persepsi. Kita tidak tahu apa betul prospek dari space X itu memungkinkan kita untuk membayangkan Indonesia akan maju dalam 3-4 tahun ke depan,” paparnya.
Padahal, kata Rocky rencana lompatan teknologi itu akhirnya batal karena mau bikin IKN.
“Jadi musti konsisten. Kalau kita mau investasi di bidang hi-tech ngapain kita bikin infrastruktur-infrastruktur konvensional. Jalan tol, bangunan ini, transportasi konvensional. Langsung aja bikin lompatan,” paparnya.
Yang tampak saat ini adalah bahwa presiden mungkin senang melihat ada mainan baru.
“Tapi mungkin juga bukan itu problemnya. Nanti juga Elon Musk akan bilang kalian sudah siap apa belum untuk saya datangi dengan investasi besar-besaran, kemampuan Anda untuk melakukan transfer teknologi, Anda punya lembaga riset apa enggak? Lalu presiden bilang kami punya BRIN. Apa itu BRIN? Badan riset teknologi. Lalu mereka ketawa ngapain riset teknologi itu,” paparnya.
Menurut Rocky pertemuan Jokowi dengan Elon Musk, seolah-olah hanya head line yang bisa membuat orang bangga presidennya.
“Iya, tapi pertemuannya isinya apa. Jangan-jangan presiden justru dimanfaatkan sebagai bumper dari para pemain bisnis Indonesia untuk supaya lebih mudah. Padahal justru desain-desain perjanjian bisnis, bukan G to G atau G to B, tapi B to B. Jadi itu intinya,” sindirnya.
Dugaan dijadikan bemper, kata Rocky terlihat nyata dengan sosok yang dibawa presiden selama di Amerika Serikat bahwa mereka pebisnis semua, bukan orang yang paham tentang masa depan bangsa ini sebagai bangsa yang memerlukan teknologi mutakhir.
“Jadi bukan teknologi yang sedang diincer oleh Jokowi, tetapi bisnisnya itu. Nah, bisnisnya itu dikendalikan oleh orang-orang di sekitar presiden yang nama-namanya kita tahu dari fotonya. Jadi itu ngincer bisnisnya, bukan ngincer alih teknologi,” tegasnya.
Rocky menyebut unicorn yang dibangga-banggakan Presiden di depan Elon Musk, itu seungguhnya punya asing yang digelontorkan untuk jadi showcase saja.
“Kan unicorn Indonesia itu adalah tempat pajang unicorn-unicorn asing. Jadi, cuman mampir pasang nama saja. Dan semua yang disebut sebagai investasi berbasis digital, itu hancur semuanya. Bahkan menyeret sekandal antara Menteri BUMN dan kakaknya yang adalah pemegang saham di beberapa start up,” tegasnya.
Dari fakta ini, kata Rocky tampak bahwa Presiden Jokowi tidak punya semacam intelektual standing untuk baca secara cermat. Keadaan ini menunjukkan bahwa sekali lagi seluruh informan di istana yang membisiki presiden cuma mau ambil bisnisnya saja.
“Kan mustinya ini dievaluasi oleh Kementerian, Menko, Menteri Keuangan, kemasukakalan dari perjalanan Presiden itu. Jadi sekali lagi, Indonesia akan didera oleh bahkan distagflasi, inflasi dan stagnasi. Karena betul tadi, begitu kita ditekan karena musti beli food yang mahal dari luar negeri, import, gandum yang pasti makin tinggi, lalu biaya energi juga jadi mahal karena NATO dan Amerika sudah pasti akan berhadapan dengan Rusia di panggung Eropa, lalu kita mengalami kesulitan ekonomi yang luar biasa,” paparnya.
Hal semacam ini, kata Rocky tidak dipikirkan oleh presiden bahwa presiden malah bilang kalau ketemu Elon Musk maka Elon Musk bisa selesaikan inflasi dua digit Indonesia. Padahal, kita sudah mulai merasakan tekanan itu dari sekarang.
“Jadi pasti soal-soal semacam ini yang kalau presiden pulang ke Indonesia diposisionir lagi. Namun, tiba-tiba Bank Indonesia menaikkan suku bunga, lalu uang beredar ditarik lagi untuk mengatasi inflasi. Ini hal-hal yang teknis harus disesuaikan di dalam negeri yang memerlukan konsentrasi presiden dengan kabinet itu nggak dipikirkan,” katanya .
“Jadi begitulah. Tapi kan di media massa wah hebat, Presiden Jokowi ketemu Eden ketemu Joe Bi dan Elon Musk. Itu namanya imago saja, bermain dalam image.
Uniknya, oran tiba-tiba orang merasa masih ada harapan, “Oh Pak Jokowi hebat di fora internasional maka buat para pendukung dia the Cebongers, ini kemudian mengelu-elukan lagi, lalu lupa fakta-fakta riil di dalam negeri, soal inflasi, kenaikan harga energi, harga pangan, segala macam yang akan berakibat pada kerusuhan sosial,” tegasnya.
Menurut Rocky, kalau dibilang itu lagi cari rekanan bisnis, iya betul, tetapi kita tahu bahwa kalaupun rekanannya adalah BUMN, sementara BUMN dikendalikan juga oleh oligarki.
“Dengan contoh tadi, investasi Telkomsel di Goto yang kemudian membusuk di situ karena harga sahamnya jatuh. Atau Pak Jokowi dimanfaatkan saja oleh pebisnis-pebisnis yang ingin dapat akses langsung pada investor-investor Amerika. Jadi nggak ada urusan dengan apa yang disebut undang-undang dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu nggak ada,” tegasnya.
Tapi kemampuan analisis dari pendukung Jokowi, terutama buzzer, hanya sekadar ingin memberi harapan palsu sebetulnya.
“Dan harapan palsu itu mungkin bisa dibuat harapan riil kalau presiden ada di atas kepentingan-kepentingan ini, kalau presiden paham anatomi BUMN, presiden paham anatomi bisnis Indonesia, maka kita percaya kalau presiden ke Amerika itu pasti karena presiden sudah memilih sesuatu untuk kepentingan bangsa,” katanya.
Rocky menambahkan bahwa dari awal Pak Jokowi memang tidak punya kapasitas.
“Bahkan membaca faksi-faksi bisnis di Amerika yang berlain-lainan arah idiologinya, ada yang tetap demokrat, ada yang ke republik, dan itu berbeda dalam soal urusan teknologi, kalau Republik dia mau teknologi senjata, kalau demokrat ingin teknologi yang makin lama makin humanitis. Jadi peta teknologi dunia Pak Jokowi nggak paham,” paparnya.
“Kan presiden senang ketemu Elon Musk, tapi dia nggak ngerti apa artinya. Presiden juga senang ketemu Joe Biden, tapi dia nggak ngerti sebetulnya,” tegasnya.
Hal ini menurut Rocky sangat berbahaya, jika presiden tidak diimbangi dengan kapasitas presiden sendiri.
“Lain kalau presiden betul-betul datang di depan konferensi pers lalu terangkan itu dari A sampai Z, lalu kita paham bahwa presiden memang in touch di dalam soal-soal semacam ini, dan itu tidak ada,” pungkasnya. (ida, sws)