Bubarkan Dan Hukum Itu GAR ITB
by M. Rizal Fadillah
Bandung FNN- Mahfud MD bukan seorang pengamat yang hanya dipandang untuk opininya. Tetapi Mahfud adalah Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam). Pejabat kompeten untuk melakukan "judgement" situasi politik dan keamanan negara. Termasuk menilai profil figur Prof. Dr. Din Syamsuddin MA, apakah radikal atau tidak?
Pernyataan Mahfud tentang Prof. Din Syamsudin berbahaya atau tidak bagi bangsa dan negara. Tentu saja pernyataan yang tidak asal-asalan keluar. Juga pernyatan yang tidak asal bunyi dan bacot semata. Namun pernyataan yang didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman pribadi Mahfud, maupun sejabagai pejabat negara yang berkompeten di bidangnya.
Pernyataan penting dari Pak Mahfud adalah bahwa Din Syamsuddin bukan atau tidak radikal. Ini mematahkan upaya Gerakan Anti Radikal (GAR) alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melaporkan Din Syamsuddin sebagai figur yang radikal kepada Komite Aparatur Sipil Negara (KASN). Laporan yang membuat keluarga besar Mummadiyah marah dan bereaksi.
Muhammadiyah adalah Organisasi Kemasyaratan Kegamaan tertua di negeri ini. Lebih tua dari Nahdlatul Ulama (NU) beberapa tahun. Muhammadiyah lahir 18 November 1912 di Yogyakarta. Sedangkan NU lahir 13 Januari 1026. Wajar saja warga Muhammadiyah bekerasi keras. Karena Prof. Din Syamsudin pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah.
Di tengah penentangan banyak pihak atas langkah GAR ITB ini, pernyataan Mahfud MD cukup menjadi jawaban. Laporan itu harus segera dimasukkan ke dalam keranjang sampah. Saatnya GAR ITB menuai badai. Karena organisasi ini mengatasnamakan alumni ITB, maka GAR telah mencemarkan institusi ITB. Karenanya pasca penegasan Menkopolhukam terhadap pribadi Prof Din Syamsuddin, konsekuensi terhadap GAR dan laporannya adalah :
Pertama, sanksi moral harus diberikan, yaitu GAR ITB mesti mencabut laporan KASN dan meminta maaf kepada Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA. Berjanji untuk kepada publik dan ketelebagaan ITB untuk tidak lagi mengulangi kerjap-kerja yang tendensius dan berbau fitnah seperti ini Karena bukannya berdampak positif untuk isntitusi ITB, tetapi malah mendowngrade ITB.
Kedua, sanksi sosial harus diberikan kepada organisasi GAR ITB , yakni desakan atau himbauan ITB agar GAR dibubarkan karena terbukti berulang kali mencemarkan nama baik institusi ITB. Pembubaran adalah konsekuensi logis dan pelajaran yang sangat berharga. Tujuannya, agar ke depan GAR tidak lagi digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik sesaat.
Ketiga, sanksi politik yaitu GAR ITB diusut tentang pendanaan dan perlindungan "kakak pembina" karena memperlihatkan diri sebagai buzzer kekuasaan. GAR bukan bagian dari institusi ITB, tetapi menjadi alat mainan "luar" untuk mengacak-acak ITB. GAR bukan kumpulan akademisi tetapi gerombolan politik yang berkedok sebagai alumni ITB.
Keempat, sanksi hukum. GAR ITB yang telah mencemarkan nama baik Prof. Din Syamsuddin, sehingga layak untuk diadukan ke aparat penegak hukum atas delik pelanggaran hukum yang telah diperbuat. Pelanggaran tersebut diatur dalam KUHP dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE). Disamping gugatan perdata yang juga dapat diajukan ke Pengadilan Negeri.
Kelima, sanksi agama. Reaksi MUI, Muhammadiyah, dan NU dalam pembelaan kepada Din Syamsuddin mengindikasi ada misi keagamaan tertentu untuk memfitnah dan mendiskreditkan seorang tokoh Islam. Din Syamsuddin adalah tokoh Islam tingkat Nasional dan Internasional. Penyelidikan lanjutan diperlukan untuk membuktikan ada tidaknya "serangan keagamaan".
GAR ITB telah membuat gara-gara dan kegaduhan di lingkungan akademis. Jika dibiarkan tanpa sanksi, dikhawatirkan GAR ITB akan terus bergerak merajalela menunaikan misi mengacak-acak harmoni dengan prasangka, hoaks, dan hate speech yang lebih jauh akan merusak ideologi bangsa. Kini hanya tiga kata untuk GAR ITB sang perusak harmoni, yaitu bubarkan, kucilkan, dan hukum !
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.