Bukan Cuma Dahlan Iskan Yang Pusing!

by Zainal Bintang

Jakarta FNN - Nama Akidi Tio mendadak menjadi trending topic. Menjadi pembicaraan hangat semua media mainstream, baik cetak, televisi, dan juga online. Apalagi media sosial (medsos). Meskipun sudah almarhum pada usia 89 tahun 2009, masih patuh menyumbang untuk kemanusiaan. Itu terlihat ketika wakil keluarganya memegang sebuah styrofoam ukuran sedang dengan tulisan huruf kapital kata-kata: “Sumbangan Untuk Penanggulangan Covid-19 dan Kesehatan di Palembang-Sumsel. Dari Bapak Akidi Tio Dan Keluarga Besar sebesar Rp. 2 Triliun”.

Angkanya yang mencengangkan. Seperlima APBD 2021 Propinisi Sumatera Selatan yang jumlahnya Rp. 10.5 triliun. Apalagi dengan APBD 2021 Kota Palembang hanya hanya Rp. 4.3 triliun. Juga masih jauh lebih besar dibanding jumlah dana yang dikumpulkan oleh Media Group pimpinan Surya Paloh bersama Yayasan Sukma ketika terjadi Tsunami di Aceh akhir 2004 yang hanya berhasil mengumpulkan kurang lebih Rp. 138 miliar. Itupun sudah sempat heboh.

Dalam pemberitaan KOMPAS.com, Senin (26/7/2021), tertulis begini: “Pemprov Sumatera Selatan (Sumsel) mendapat bantuan dana hibah sebesar Rp 2 triliun untuk penanggulangan Covid-19 dari pihak yang mengatasnamakan keluarga almarhum Akidi Tio. Hibah itu diserahkan melalui Polda Sumsel yang prosesinya pada Senin (26/7/2021). Ini terungkap melalui akun media sosial resmi Humas Polda Sumsel.

“Kapolda Sumsel Irjen Pol. Prof. Dr. Eko Indra Heri S, MM., menerima hibah/CSR dari keluarga alm. Akidi, Senin (26/7) bertempat di ruang Rekonfu Mapolda Sumsel,” tulis akun facebook Humas Polda Sumsel dalam unggahannya. Penyerahan Hibah/CSR disaksikan Gubernur Propinsi Sumsel H. Herman Deru, Dandrem 004 Gapo Brigjen TNI Jauhari Agus Suraji S.I.P., S.sos., Kadinkes Lesty Nurainy Apt, M.Kes. Penyerahan Hibah dalam rangka penanganan Covid-19 di Propinsi Sumatera Selatan”.

Dana hibah atau CSR? Bukankah CSR itu berarti tanggung jawab sosial perusahaan? Artinya, itu kewajiban yang diperlakukan menurut UU. Mengenai perusahaan membangun desa setempat, hal ini terkait dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility (TJSL).

TJSL tidak hanya mengenai kegiatan yang dilakukan perusahaan, dimana perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi masyarakat setempat. Tetapi juga terkait kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. TJSL itu terpatri dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP 47/2012).

Mungkin yang lupa dipertanyakan para awak media di Palembang kepada Gubernur, bahwa, jika sekiranya sumbangan itu adalah dana hibah dari CSR, maka bidang usaha yang mana milik almarhum yang terkena beban CSR itu? Tentu yang bisa menjelaskan hal ini adalah pakar keuangan dan perpajakan. Saya bukan ahlinya.

Siapa Akidi Tio? Menjadi jelas, setidaknya bagi saya setelah membaca artikel di kanal Youtube pribadi “disway” asuhan DI (Dahlan Iskan) mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). Judul tulisan “Bantuan 2 T”, disiarkan Rabu, 28 Juli 2021. Saya kutipkan disini potongan tulisan perintis kerajaan media “Jawa Pos Group” itu, tentang siapa almarhum Akidi Tio.

Berikut ini petikan dialog DI dengan Prof. Dr. Hardi Darmawan, wakil dan sekaligus dokter keluarga almarhum. "Resminya bantuan itu nanti untuk kapolda, gubernur, atau Pemprov Sumsel?" tanya saya”. "Ke Kapolda Sumsel Pak Eko Indra Heri," ujar Prof Hardi. “Siapa yang menentukan bahwa bantuan itu untuk Kapolda Sumsel?

Apakah atas arahan Prof Hardi?" tanya saya lagi. "Bukan arahan saya. Itu langsung keinginan keluarga. Untuk diberikan ke Kapolda," jawab Prof Hardi. "Bantuan itu nanti bentuknya uang kontan, cek, atau transfer? Atau berbentuk bantuan bahan makanan?". “Bentuknya uang. Akan ditransfer besok," jawab Prof Hardi kemarin sore. Berarti hari ini”.

"Apakah boleh ditransfer ke rekening Polda? Juga apakah boleh dikirim ke rekening pribadi Kapolda?" tanya saya sambil mengingatkan aturan yang ada. “Masih diatur. Mungkin disiapkan rekening khusus”. Pengusaha yang menyumbang Rp 2 triliun itu, meninggal tahun 2009 lalu. Saat itu Tio berusia 89 tahun. Berarti 101 tahun hari ini. Beliau meninggal akibat serangan jantung. Makamnya juga di Palembang”, tulis DI.

Tulisan itu diposting hari Rabu, 28 Juli 2021 jam 04.40. Setelah saya baca, karena penasaran, maka jam lima pagi lewat sepuluh menit, saya kirim pesan WhatsApp kepada bung DI. “Selamat pagi bung DI. Sebagai wartawan kawakan, mengapa anda tidak meminta dari Prof. Hardi Darmawan, identitas salah seorang atau semua tujuh orang anak almarhum Akidi Tio yang misterius itu?

Between, tulisan anda "2 T" cukup menggoda. Menggoda untuk mengetahui: (1). Bagaimana reaksi Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK). Karena ada peraturan pembatasan transfer untuk uang kartal, hanya diperbolehkan 100 juta saja. (2). Bagaimana reaksi Menteri Keuangan yang lagi nafsu berburu sumber pajak/Wajib Pajak baru? Trims. Salam sehat selalu”. Saya menutup pesan itu.

Terkait pertanyaan saya, mengapa DI tidak minta alamat dan nomer kontak seluruh tujuh anak almarhum Akidi Tio, akhirnya DI membalas WA saya pada sore hari jam 15.38 Wib dengan menulis: “tentu saja saya minta ke beliau ha ha”. Saya balas lagi : “tentu saja saya percaya anda melakukannya”. Akhirnya, Kamis 29/07/21) DI kembali menulis di kanal “disway” judulnya: “Pusing 2T”.

Saya sarankan, lebih baik lagi jika pembaca yang budiman mau membaca sendiri tulisan itu secara lengkap di internet. Namun, saya kutipkan bahagian tengah tulisan itu. DI menulis, “sayangnya tidak ada penjelasan rinci dari ahli waris Akidi Tio. Pokoknya: menyumbang kapolda Rp 2 triliun. Saya tidak tahu apakah akan ada dokumen yang menyertai transfer dana itu. Yang jelas tidak ada dokumen apa pun yang ditandatangani Selasa lalu”.

Lanjutan tulisan DI, “hari itu, Selasa siang lalu, dikira hanya ada acara rutin di ruang rapat lantai 3 Polda Sumsel. Wartawan tulis tidak boleh naik ke lantai 3. Hanya fotografer yang diizinkan. Wartawan menunggu di lantai bawah, menunggu para pejabat itu turun untuk diwawancarai secara door stop”.

Pada bahagian akhir DI bertutur, “saya juga ingin menghubungi Prof Hardi sekali lagi kemarin sore. Saya ingin bertanya apakah dana itu jadi ditransfer kemarin. Telepon saya itu di-reject. WA saya juga tidak dibalas, meski ada tanda sudah dibaca. Tapi saya tetap hormat. Sehari sebelumnya beliau telah banyak menjawab pertanyaan saya.

Saya pun menghubungi Ibnu Holdun, wartawan Sumatera Ekspres yang telah ke rumah Heryanti. (Ini nama anak perempuan Akidi yang tinggal di Palembang, yang menghadiri upacara itu di Polda. Nama dan no Hp-nya rupanya berhasil juga diperoleh lantaran kegigihan seorang DI). Rumah itu, kata Holdun, kosong. Pagarnya ditutup dan dikunci”.

“Rumah itu lebih bagus dari tetangga sekitar. Tetapi tidak mencerminkan rumah orang kaya raya. Lihatlah sendiri foto rumah itu di bagian lain tulisan ini. Saya menyadari masih begitu banyak pertanyaan di seputar sumbangan Rp 2 triliun ini. Akidi telah menampar begitu banyak konglomerat negeri ini. Dan ia tidak peduli. Ia sudah 11 tahun mati. Akidi telah lama meninggal dunia. Tapi namanya hidup kembali. Akidi telah mengalahkan orang-orang yang masih hidup menjadi seolah-olah sudah lama mati”.

Beginilah humor getir ala DI. Saya sudah bersahabat baik dengan DI sejak tahun 1975. Kami sama-sama memulai karier sebagai wartawan, pencari dan penulis berita yang diburu dari lapangan, sebelum akhirnya berubah menjadi pemimpin media milik sendiri. Dalam kenyataannya, DI jauh lebih sukses.

Dalam tulisannya yang berjudul “Ai Lap Yu Pul” diunggah Selasa (27 Juli 2021) yang mencoba melacak jejak Akidi Tio, Ilham Bintang (IB) pendiri “kerajaan” rumah produksi “Cek & Ricek” juga menghubungi tokoh Palembang Anwar Fuadi. Ternyata Fuadi pun sebagai tokoh yang luas pergaulan, tidak tahu sama sekali siapa itu keluarga Akidi Tio, kata IB yang juga Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat.

Maka, DI dan IB gagal menggeledah tokoh masyarakat Sumatera Selatan untuk menggali lebih dalam, “siapakah gerangan sang dermawan yang baik hati dan rendah hati itu?” Dipastikan seluruh hati rakyat Indonesia sangat terharu, bangga dan bersyukur, ternyata masih ada manusia sederhana.

Manusia yang sama sekali tidak dikenal atau dikenal di kalangan dunia persilatan pengusaha keturunan taipan kelas naga. Tetapi, berani untuk tampil beda. Meminjam istilah DI, “Akidi telah menampar begitu banyak konglomerat negeri ini. Dan Akidi tidak peduli. Akidi sudah 11 tahun mati lalu”.

Pastinya, hari-hari ini, bukan cuma DI yang pusing. orang lain pun kebagian pusing. Ditandai berhamburan begitu banyak pernyataan di media yang saling bertabrakan. Salah satunya diberitakan di media, Kamis (29/07/2021), bahwa Kementerian Keuangan mengatakan “sumbangan almarhum pengusaha Akidi Tio sebesar Rp. 2 triliun sebagai penerimaan hibah negara”. Kamis, 29 Juli 2021, Media Indonesia menurunkan judul berita, “BI Angkat Bicara Soal Transfer Bantuan Covid-19 Rp. 2 Triliun”.

Kepala Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pihaknya tidak mengetahui perihal sumbangan untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan itu. "Kalau menyangkut perpindahan uang, mungkin saya masuk ke situ. Kalau soal sumbangannya itu sendiri, mohon maaf saya tidak tahu, tidak punya informasi tentang itu," kata Erwin saat diwawancarai Metro TV, Kamis (29/7/2021).

Benarlah kata Kapolda Sumsel, "saya hanya makelar kebaikan saja. Terkait alokasi, nanti akan ada ahli-ahli yang lebih paham. Saya hanya membantu menyampaikan seperti dengan gubernur, pangdam, dan steakholder terkait lainnya," ujarnya seperti ditulis di Kompas.com.

Pesan WhatsApp dari teman lama masuk ke Hp saya: Tolong bilangin kepada bung DI, bukan cuma dia yang pusing, seluruh republik sepertinya dibuat terbingung-bingung juga. Tetapi sambil berdoa semoga sumbangan itu cepat dicairkan oleh negara. Mudah-mudahan bung DI mau juga membaca tulisan ini.

Penulis adalah wartawan senior dan pemerhati masalah sosial budaya.

438

Related Post