Bupati PPU Ditangkap KPK, Karena "Mogok" Tangani Covid?
“Mulai hari ini, bulan enam (6), tahun ini, saya tidak mengurus lagi kasus (virus) corona, mulai dari pengadaan, penanganan dan lain-lain," ujarnya di hadapan para legislator.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 12 Januari 2022. Sejumlah uang ditemukan dalam operasi senyap itu.
“(Ditemukan) beberapa orang dan uang,” ungkap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, seperti dikutip Medcom.id, Kamis (13 Januari 2022).
“KPK melakukan tangkap tangan salah satu bupati di wilayah Kaltim, yaitu Bupati Penajam Paser Utara beserta 10 orang pihak terlibat diamankan tim Kedeputian Bidang Penindakan KPK,” kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Menurut Nurul Ghufron, penangkapan Abdul Gafur Mas'ud alias AGM dan kawan-kawan terkait dugaan penerimaan suap dan atau gratifikasi senilai Rp 1,4 miliar.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), AGM yang ditangkap tim penindakan KPK atas kasus dugaan korupsi memiliki total kekayaan Rp 36.725.376.075.
Sebagaimana pengumuman LHKPN dari laman https://elhkpn.kpk.go.id yang diakses pada Kamis, AGM terakhir melaporkan kekayaannya pada 26 Februari 2021 untuk laporan periodik pada 2020 dengan jabatan sebagai Bupati Penajam Paser Utara.
Adapun rinciannya adalah: AGM memiliki 10 tanah dan bangunan senilai Rp 34.295.376.075 (Rp 34,29 miliar) yang tersebar di Kota Balikpapan dan Jakarta Barat.
Kemudian, AGM juga tercatat memiliki alat transportasi berupa tiga unit mobil dan satu unit motor senilai Rp 509.000.000 (Rp 509 juta) yang terdiri dari Ford Fiesta tahun 2011, Honda City tahun 2009, Honda CRV tahun 2008, dan Yamaha Mio Soul tahun 2007.
Selanjutnya, ia memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 1.375.000.000 (Rp 1,375 miliar) serta kas dan setara kas senilai Rp 546.000.000 (Rp 546 juta).
Dengan demikian total keseluruhan harta kekayaan milik AGM senilai Rp 36.725.376.075 (Rp 36,7 miliar).
Namun, jika disimak dari salah satu daftar kekayaannya terkait dengan kepemilikan Tanah dan Bangunan senilai Rp 34.295.376.075 itu, dalam LHKPN disebutkan sebagai Hasil Sendiri.
Beberapa daftar kekayaan lainnya yang dilaporkan AGM juga telah dimiliki sejak sebelum ia menjabat Bupati Penajam Pasir Utara (2018). Bagaimana AGM bisa memiliki harta kekayaan sampai Rp 36.725.376.075?
Sebelum menjabat Bupati PPU, AGM adalah seorang pengusaha. AGM lahir pada 7 Desember 1987 di Balikpapan. Dia merupakan anak ke-8 pasangan H Mas'ud dan Syarifah Ruwaidah Alqadri.
Cucu KH Muhammad Husain (Puang Kali Malunda) itu, bersekolah di SD 09 Margasari Balikpapan, lalu ke MTs Negeri 1 Balikpapan, dan menempa ilmu agamanya di Darunnajah Islamic Boarding School Ulujami Jakarta.
Pendidikan SMA-nya ditempuh di SMA Muhammadiyah 1 Samarinda dan melanjutkan ke STIE APRIN Palembang mengambil S1 Jurusan Ekonomi. Kemudian melanjutkan pendidikannya dengan menempuh jenjang S2 di Universitas Mulawarman, Samarinda.
AGM sebelumnya juga tercatat sebagai pengusaha pendiri PT Petro Perkasa Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan.
Dia pernah aktif di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), yakni sebagai Ketua BPC Hipmi Balikpapan Periode dan Wakil Bendahara Umum BPP Hipmi Pusat Indonesia.
Tak hanya di bidang kewirausahaan, dia pernah menjadi Ketua Lemhanas Angkatan 4, Bendahara Umum PMI Balikpapan dan Wakil Ketua Bidang Sumber Daya Alam dan Mineral KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan).
AGM lantas terjun ke politik dengan bergabung dengan Partai Demokrat. Di Demokrat, dia menjabat Ketua DPC PD Balikpapan. Hingga akhirnya, pada 2018 dia terpilih sebagai Bupati Kabupaten PPU Periode 2018-2023 dengan didampingi Hamdam.
Namun, kini AGM sudah tidak aktif lagi menjadi pengusaha karena fokus menjalankan tugasnya sebagai pejabat publik (bupati). Dia mengaku rutin menyisihkan gajinya untuk kebutuhan anak yatim dan orang yang kurang mampu.
Mengutip Kompas.com (01/07/2021, 23:00 WIB), AGM sempat membuat pernyataan yang memantik perhatian publik. Dia mengatakan tak mau lagi urus kasus Covid-19.
Pernyataan itu ia sampaikan usai Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2020, Selasa, (29/6/2021) di DPRD PPU.
“Mulai hari ini, bulan enam (6), tahun ini, saya tidak mengurus lagi kasus (virus) corona, mulai dari pengadaan, penanganan dan lain-lain," ujarnya di hadapan para legislator.
Dia bercerita bermula dari pengadaan bilik disinfektan pada Maret 2020. Saat itu, kasus Covid-19 pertama kali masuk Indonesia, dan masyarakat dalam situasi panik.
Secara bersamaan keluar Keputusan Presiden (Keppres) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (Covid-19).
Semua daerah termasuk PPU mempersiapkan langkah-langkah pencegahan dari pengadaan masker, bilik disinfektan (chamber), dan lainnya.
"Situasi itu pengadaan juga serba darurat toh. Mungkin teman-teman juga tahu kan, serba mahal, misalnya harga masker yang mencapai Rp 500.000 dan lainnya," kata dia kepada Kompas.com, Kamis (1/7/2021).
Pemkab PPU, kata dia, melelang pembelian bilik sterilisasi atau disinfektan 100 unit untuk orang atau manusia, dan 4 unit untuk kendaraan dengan nilai Rp 2,7 miliar dan Rp 2 miliar.
Harga satuan bilik sterilisasi untuk orang per unit Rp 27 juta, sementara bilik disinfektan kendaraan dibeli dengan harga per unit Rp 500 juta.
"Kebetulan saya minta tolong sama anak-anak HIPMI di Jakarta, karena barang dia dipakai sama kementerian, DPR RI dipakai, dan Istana dipakai. Chamber-nya itu enggak sama dengan yang dibikin orang pakai air semprot itu. Ini dia pakai mesin," terang AGM.
AGM juga mengklaim PPU saat itu termasuk membeli dengan harga murah. Pasalnya, harga chamber yang dijual saat itu di daerah Jawa sekitar di atas Rp 30 juta per unit tanpa ongkos kirim (ongkir).
"Sementara kita beli harga Rp 27 juta per unit di luar ongkir," terang dia.
Bahkan, kata AGM, saat itu Pemkab PPU belum punya anggaran, sehingga dia meminta tolong agar diadakan terlebih dahulu barang itu oleh penyedia barang.
"Kita enggak ada anggaran, teman-teman itu (kontraktor) mau membantu atas nama kemanusian. Karena ini teman juga, saya Bupati kan temannya dia. Saya minta tolong dong bro, mengadakan ini (chamber) seperti yang di kementerian tuh, bukan berupa air tapi berupa asap," beber AGM.
Akhirnya, Pemkab PPU mendapat suplai barang itu. Sebanyak 100 bilik disinfektan disebar di seluruh OPD dan pelayanan publik lainnya.
Sementara empat unit chamber kendaraan diparkir di depan Mapolres PPU, kini dipindahkan di pintu masuk Pelabuhan Feri Penajam, RSUD Ratu Aji Putri Bitung Penajam, Kecamatan Sepaku dan di Kecamatan Babulu sejak Juli 2020 silam.
Pada awal 2021 lalu, proyek pengadaan bilik disinfektan di PPU jadi temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltim.
Hasil audit BPKP harga beli dinilai tak wajar, seperti ditulis Tribun Kaltim di PPU, awal Februari 2021. Misalnya, harga bilik disinfektan kendaraan per unit, menurut BPKP harusnya berkisar Rp 200 juta.
Artinya, harga empat unit mestinya Rp 800 juta. Tapi, harga beli Pemkab PPU empat unit Rp 2 miliar. Ada selisih Rp 1,2 miliar dari yang dibayarkan Pemkab PPU.
Sementara untuk harga satuan bilik disinfektan untuk orang atau manusia, menurut BPKP, harga wajar pengadaan 100 unit itu adalah Rp 2,212 miliar, bukan Rp 2,7 miliar, berarti ada selisih Rp 509 juta.
Selisih harga itu dianggap sebagai kelebihan bayar oleh Pemkab PPU pada kontraktor dan diminta untuk mengembalikan uang itu ke kas negara. Jika dikalkulasi sekitar Rp 1,7 miliar yang harus dikembalikan kontraktor.
Sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab PPU dan kontraktor telah dipanggil BPKP klarifikasi temuan tersebut. AGM bilang, dia tak pernah dipanggil dan diperiksa dalam kasus ini.
"Saya tidak pernah (dipanggil). Cuma pemanggilan dari si pengada itu. Saya dengar dinas-dinas juga dipanggali penegak hukum, BPKP," beber AGM.
AGM mengaku prihatin dengan para kepala dinas, perawat, termasuk para pengusaha yang sudah bekerja maksimal membantu penanganan kasus di PPU, namun berbuntut hukum.
"Sampai-sampai saya dengar dia jual rumah buat kembalikan dana itu. Itu sebenarnya yang saya perjuangkan. Tapi yang saya lebih perjuangan adalah payung saya, sebagai kepala daerah penanganan Covid-19," tegas AGM.
Puncaknya, ketika Rapat Paripurna Penyampaian Raperda Pertanggung-jawaban APBD Tahun Anggaran 2020, Selasa (29/6/2021). Para legislator menyampaikan kritikan dalam penanganan Covid-19 di PPU.
Di saat itulah, AGM merasa kesal dan bilang tak mau lagi urus Covid-19. "Saya kesal, kecewanya ketika pandangan umum fraksi. Saya kesal di paripurna itu loh, ada pandangan umum, masalah Covid-19," tegasnya.
AGM bilang sudah satu tahun berjalan, berbagai upaya dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19 di PPU. Dari langkah pencegahan, bantuan sosial, dan lainnya.
“Kita di awal 2020 kan kita sama-sama kerja. Bagikan sembako seluruh masyarakat. Gratis PCR buat anak sekolah, buat pendidik. Kalau itu jadi masalah di kemudian hari, kan bahayalah," tegas dia.
"Coba bayangkan ongkos kirim waktu itu, mahal. Nah, di situ saya merasa kecewa lah. Saya ini pengusaha juga. Pengusaha muda yang kebetulan jadi bupati. Kasihan pengusaha lokal kalau dipermasalahkan," terang AGM.
Adakah penangkapan AGM ini berlatar penolakannya yang sudah tak mau “mengurus” Covid-19 lagi? (*)