Cuma Bilang M4t11n Tuh Kritiknya, Anies Dibuli Habis Pendukung Jokowi

Anies Baswedan

Jakarta, FNN - Elit partai politik pendukung Presiden Jokowi kelihatannya makin sensi dengan capres Partai Nasdem, Anies Baswedan. Hanya karena ucapan Anies “matiin tuh kritiknya”, elit partai politik pendukung Jokowi - Ma'ruf Amin rame-rame mengeroyok Anies Baswedan. “Jangan asal bicara, kita ini sudah terbuka demokrasi dan menjunjung semangat kebebasan berpendapat,” demikian teguran dari Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, yang disampaikan kepada wartawan, Sabtu, 17 Desember 2022. Jika pemerintah mematikan kritik, kata Ace, maka langkah Anies soal itu bisa terganjal. Sebab, kata Ace, Anies sudah keliling Indonesia meskipun belum masuk masa kampanye. Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Mimggu (18/12/22) membahas hal tersebut bersama Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

“Ini menarik soal masa kampanye Anies karena soal ini pun Anies juga sempat dilaporkan ke Bawaslu,” ujar Hersubeno. Ace meminta Anies Baswedan menunjukkan bukti pemerintah kadang mematikan kritik. “Tunjukkan mana yang dinilai mematikan kritik,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan amat Baidowi  mengatakan “Nggak ada tuh yang antikritik, semuanya boleh kritik, bahkan Pak Jokowi dikritik habis santai saja,” ujarnya. Awi meminta Anies membuktikan tuduhannya tersebut. Menurutnya, Anies sebaiknya tidak menggiring isu-isu yang bisa menimbulkan kejelekan pemerintah Jokowi. “Jadi sebaiknya Anies membuktikan saja, tidak perlulah playing victim gitu. Sebaiknya jelaskan saja mana contohnya, seperti apa, jangan hanya menggiring isu-isu yang justru menimbulkan kejelekan-kejelekan yang tidak perlu,” tgasnya Awi.

Soal kritik saja kemudian dianggap menunjukkan kejelekan.  Sedangkan Wakil Ketua, Yoga Mauladi, lebih datar. Dia relatif normatif meskipun menyatakan, “Semua warga negara itu bebas memberikan pendapat dan pemikiran, baik lisan atau tulisan, karena hal tersebut kan dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.” Menurutnya, tidak ada kebijakan pemerintah yang ristriktif dan membungkam mulut untuk hidup berdemokrasi.

Politikus PDIP, Masinton Pasaribu, juga sependapat dengan Yoga bahwa pemerintahan Jokowi selama 2 periode sangat terbuka kepada kritik. Pak Jokowi malah menyebut kritik itu sebagai vitamin.

Pembelaan terhadap Jokowi juga datang dari ketua DPP PKB Daniel Johan, “Faktanya, masyarakat masih bisa memberikan kritik secara terbuka dan pak Jokowi sendiri terbuka untuk itu. Secara umum, pemerintah masih memberi ruang yang luas untuk kritik. Daniel juga mengatakan bahwa kritik yang selama ini diterima pemerintah bukan hoaks ataupun ujaran kebencian. Ia mengatakan tidak ada yang salah dengan kritik, asalkan dapat dipertanggungjawabkan.

“Soal hoaks kita setuju, tapi soal ujaran kebencian ini sangat interpretatif dan sangat tergantung dari para penegak hukumnya. Faktanya, kita tahu selama ini, dalam hal ini, banyak sekali penegak hukum yang dalam berbagai kasus tidak bersifat imparsial. Ada perlakuan yang berbeda ketika itu dilakukan oleh oposisi dan dilakukan oleh mereka-mereka yang menjadi pendukung pemerintah, dalam hal ini para buzzer,” ujar Hersu.

Apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan sehingga membuat beberapa elit partai pendukung Jokowi itu sensi? Ternyata, bila kita simak, pernyataan Anies itu tidak secara spesifik mengkritik pemerintahan Jokowi. Memang bukan gaya Anies mengkritik dengan frontal. Ternyata, hal itu termuat dalam sebuah perbincangan di kanal YouTube dalam menjawab pertanyaan dari pengamat politik dari Universitas Paramadina yang menanyakan soal safari politik yang dilakukan oleh Anies ke beberapa daerah ada yang mendapat penolakan. Di Aceh dan Sulawesi Selatan, misalnya, meski kunjuangan ke dua wilayah tersebut tetap sangat sukse.  

Menjawab pertanyaan dari pengamat politik di atas, Anies menjelaskan bahwa hal yang normal kalau ada penolakan. Menurut Anies, dalam berpolitik, kalau ada orang yang tidak sependapat, itu biasa. Kemudian, Anis juga menjelaskan bahwa ketika dia menjadi gubernur di DKI Jakarta, banyak juga yang mengkritiknya, lalu dia menanggapi kritik tersebut dengan menjelaskan kebijakan yang dikritik. Dengan cara itu, masyarakat mendapat edukasi.

Namun, kata Anies, tidak semua mereka yang di pemerintahan bisa menerima kritik. Kita kadang-kadang kalau di pemerintahan, “Matiin tuh kritiknya, tuh tolong dong ditelepon jangan kritik lagi nih. Sebentar, itu sesungguhnya publik education ada, selama faktual, tidak menyebarkan kebohongan dan kebencian, gitu kira-kira, itu normal. Jadi, misalnya ada sebagian yang merasa tidak setuju, nggak apa-apa, toh ada yang setuju juga,” jelas Anis.

Kalau kita simak kalimat Anies secara utuh, Anies sesungguhnya tidak spesifik menyebut Jokowi atau pemerintahan Jokowi yang antikritik atau suka mematikan kritik. Dia menyebut pemerintahan secara umum, termasuk dirinya yang pernah berada dalam pemerintahan.

Mendapat serangan dari pendukung Jokowi, Anies dibela oleh politisi PKS dan Demokrat. Politisi PKS, Mardani Alisera yakin apa yang dikatakan oleh Anies itu memang punya dasar yang kuat. Mardani menilai pernyataan terkait pemerintah kadang mematikan kritik mempunyai dasar yang kuat. Menurut Mardani, demokrasi tanpa kritik justru berbahaya.

Mengapa soal ucapan Anies bahwa pemerintah terkadang mematikan kritik jadi polemik? Bukankah dalam satu negara demokrasi seperti Indonesia ini kritik justru merupakan salah satu fitur utama dan peran semacam itu biasanya dilakukan oleh partai-partai politik dan kelompok civil society di negara-negara yang maju demokrasinya. Tetapi, kita tahu bahwa di Indonesia, dengan pembelahan masyarakat  seperti yang terjadi sekarang, partai oposisi sangat lemah. Di pemerintahan Pak Jokowi ini, ada kecenderungan pemerintah mencoba membungkam, bahkan mematikan oposisi. “Saya ingin menunjukkan kepada Anda, dengan mengumpulkan hampir semua kekuatan partai politik di Parlemen ke dalam kubu pemerintah, ini sangat terlihat bahwa pemerintahan Jokowi memang tidak menghendaki adanya oposisi dan dalam beberapa kesempatan Pak Jokowi pernah menyatakan bahwa di Indonesia, dalam demokrasi Pancasila, itu tidak mengenal oposisi,” ujar Hersu.(ida)

287

Related Post