Cupras Capres dan Duklar Deklar
Oleh Ridwan Saidi - Budayawan
KONSEP 2024 dipahami dengan pikiran mapan bahkan ada yang mengekspresikannya dengan arsip lama. Gejala perubahan itu dilihatnya sekedar sebagai arak2an belaka tanpa memperbandingkan
secara empirik dengan peristiwa 1966 dan 1998. 2022, dan 1966 dan 1998, sama: penggerak aksi mahasiswa dan pelajar. Tidak semua
peminat politik persepsinya begitu, tapi paling tidak kesimpulan dapat ditarik dari lagu pilpres yang lagi di-pop-kan dan pertanyaan2 kepada saya tentang peluang bagi capres yang dirindukannya.
Gerakan perubahan yang dipelopori mahasiswa ditonton sambil lalu saja oleh kalangan tersebut tanpa mencoba paham persoalan mendasar yang dialami negri ini:
1. Sumber kuasa pindah ke oligarkhi
2. Situasi econ Indonesia merujuk The West di ambang ambruk.
Kalau melihat politik secara induktif belaka maka konstruksi berpikir tak bergeser dari urusan cupras capres dan duklar deklar. Yang ingin bercapres pun ada yang saban hari ubah tampilan sehingga sulit dibedakan antara ramah dan kemayu. Lagi pula dari aksi2 yang saya amati sejak 28/10/2021 sampai sekarang tak ada nama capres seorang pun yang di-jel-kan, sambil berjoget, oleh pendemo. Dan berita cupras capres dan duklar deklar pun lenyap dari sosmed dan media mainstream.
Melihat politik di Indonesia harus deduktif, ini sudah culturalized dalam kepolitikan Indonesia. Tahun 1951 kita tanda tangan Mutual Security Act dengan USA, tahun 1950-an Pakistan Mabes SEATO. Program Indo Pacific sudah diluncurkan, time table tak boleh berubah.
Abad XIX M England rules the wave. Abad XXI USA rules the world. Suka atau tidak, kita tak dapat berpaling dari realita ini. Uji coba Ukraine War menunjukkan Rusia dan China pindah pentas, tak lagi opera.
Dunia tak akan biarkan econ Indonesia kelojotan terus. Akan ada pertolongan pertama after the field has been cleaned. (*)