Diajak Diskusi Baik-Baik, Luhut Malah Ngegas
Jakarta, FNN – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, datang ke Universitas Indonesia (UI) Depok, Selasa, 12 April 2022 untuk menghadiri acara Minister Talk di Balai Sidang UI. Usai pertemuan, Luhut dihadang mahasiswa yang ingin berdiksusi soal big data yang dipakai andalan Luhut untuk menunda Pemilu atau melanjutkan jabatan Jokowi sebagai presiden.
Dalam perdebatan itu Luhut tampak terdesak. Oleh karena itu ia kemudian mengeraskan suaranya dan menonjolkan senioritas. Tak hanya itu, Luhut menyebut mahasiswa dengan kata KAMU.
“Itu yang jadi konyol karena begitu diinterogasi oleh mahasiswa, Luhut malah ngeyel dan berupaya untuk menghindar dari pertanyaan-pertanyaan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu, 13 April 2022.
Padahal, kata Rocky, pertanyaan mahasiswa konkrit bahwa Luhut adalah pejabat publik yang berarti hak publik untuk mengetahui semua sumber ucapan Luhut itu, dijamin oleh undang-undang Keterbukaan Informasi.
“Tapi Pak Luhut dengan dengan sedikit gugup sebetulnya tidak menyangka akan ada pertanyaan semacam itu dan argumen itu lalu mulai ngeles-ngeles,” paparnya.
Luhut terus menjawab dengan nada tinggi yang intinya tidak berani membuka big data yang ia klaim.
“Kalau begitu boleh bikin big lie dong kalau nggak bisa buka big data. Jadi saya kira mahasiswa akhirnya ngerti bahwa ini pembohong juga. Dan mahasiswa UI selalu punya kemampuan untuk menahan diri kalau udah terjebak pertanyaan yang nggak mau dijawab ya dianggap sudah tidak ada gunanya,” tegasnya.
Menurut Rocky percakapan antara mahasiswa dengan Menteri Luhut menunjukkan bahwa mahasiswa UI berhasil menguliti seorang pejabat yang berbohong.
“Jadi tinggal publik lihat apa sebetulnya bahasa tubuhnya Pak Luhut, kenapa nggak mau bilang, ‘oke saya punya bigdata dan ini adalah universitas.’ Dan Universitas adalah sumber metodologi karena itu saya akan buka di Universitas supaya diperiksa metodologi dari big data. Harusnya begitu. Bukan dengan ngeyel,” kata Rocky kesal.
Luhut lalu berargumen bahwa hak dia untuk menolak membuka big data. Namun bagi Rocky, Luhut tidak bias berlindung dengan alasan itu.
“Dia berhak tidak membuka bigdata, ya berhak memang, tapi kalau Anda bukan pejabat publik dan Anda tidak mengucapkan itu yang menyebabkan geger. Kan ini soalnya,” papar Rocky.
Menurut Rocky, episode percakapan mahasiswa dengan Menteri Binsar telah membuka mata seluruh rakyat Indonesia bahwa sesungguhnya tak ada lagi pejabat yang bisa dipercaya ucapannya.
“Kita melihat model semacam itu, satu upaya untuk memberi tahu pada publik bahwa nggak ada lagi yang bias dipercaya di republik ini. Bahkan diperlukan toa supaya nggak masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Kira-kira pesannya begitu,” tegasnya.
Luhut memang tahan uji. “Ia masih berupaya untuk menjadi wise, jadi bijak, dengan saya mengatakan saya orang tua ingin nasihatkan kalian sebagai orang yang meskipun nggak ada begitu di universitas,” katanya.
Menurut Rocky, di universitas tidak ada hirarki usia, yang ada hirarki argumen, kesetaraan argumen.
“Jadi, ini dalam logika namanya memainkan kekuasaan untuk menekan orang yang di bawah. Satu cara beragumentasi yang buruk. Seolah-olah karena beliau adalah senior maka dia boleh nasehatin yang lebih junior. Itu dalam keluarga boleh, tapi di universitas nggak boleh prinsip itu,” paparnya.
Mahasiswa, kata Rocky pasti menganggap tidak ada gunanyan Luhut memberi nasihat mahasiswa. “Ngapain nasehatin gue, emang gue anak lu. Itu intinya,” pungkas Rocky. (ida, sws)