Dialek Bahasa Melayu

Foto filmstar Malaya, Malaysia, tahun 1950-an Kasma Booty. Filmnya yang bekend Rachon Dunia

Oleh Ridwan Saidi, Budayawan

SYECH Muhammad Idris al Marbawi, 1896-1989, adalah putra Melayu berasal dari Kampung Lubok Merbau Kuala Kangsar, Perak, Malaysia. Pernah tinggal di Mekkah. Mungkin nama Al Marbawi didapat oleh beliau karena beliau dari kampung MERBAU, marbaw, negri Perak. Beliau banyak menulis kitab antara lain Kamus Al Marbawi-Melayu.

Penerbitan kamus ini lazim saja, bahasa Melayu Betawi pun ada kamusnya. 

Perkembangan bahasa Melayu mestilah di zona2 econ. Sebelum Malaka tentu Kedah. Kemudian Banda Aceh lalu menyusuri tepi timur mulai Belawan, Pasai, Palalawan, Jambi, Belitung, Lampung, Jakarta, Bima dan Sumbawa, Banjar, Makasar, Saparua, Bandaneira. Lintas Pontianak, Brunei, Minahasa, Tidore, Ternate. Lintas barat Sumatera Barus, Padang, Bengkulu dan Palembang.

Zona2 econ ini merupakan penyerapan pengaruh luar, dan penyebaran di lokasi sekitar. Seperti halnya kota Bekasi dan Tangerang yang orientasi perdagangannya dengan Jakarta itu berpengaruh bagi pembentukan identitas peradabannya. Wilayah budaya lebih berpengatih dari pada wilayah adiministrasi dalam pembentukan kepribadian komunitas.

Dialek bahasa muncul di setiap zona econ. Bahkan  di masing2 zona econ pun wajar kalau muncul beberapa sub dialek.

Baik pemusik Melayu dari Medan A. Rahman mau pun Munif Bahaswan berpendapat sama bahwa musik Melayu itu ada tiga aliran: Semenanjung, Deli, dan Jakarta. Itu dapat dibedakan  setidaknya dari pukulan gendang dan céngkok penyanyi. Tengoklah, cèngkok Syarifah Aini, Malaysia, beda dengan Tuti Daulay, Medan, beda dengan Ellya Agus, Jakarta, vice versa. (*)

312

Related Post