Empat Belas (14) Tahun Disusupkan Jadi Wartawan, Polisi Rusak Kepercayaan Publik ke Media

Pelantikan Iptu Umbaran Wibowo (eks wartawan) menjadi Kapolsek di Blora, Jawa Tengah

Jakarta, FNN - Seperti sudah diberitakan sebelumnya bahwa masyarakat dibuat terkejut dengan pelantikan seorang wartwan, tepatnya kontributor TVRI, menjadi Kapolsek. Peristiwa yang terjadi di Blora, Jawa Tengah, yang sempat viral itu, sampai sekarang masih berlanjut. Belakangan, ternyata diketahui dan diakui bahwa dia memang sebenarnya wartawan yang diberi tugas penyamaran. Yang menjadi persoalan, penyamarannya sangat serius. Hal itu ditandai dengan punya kartu PWI dan tercatat sebagai wartawan madya dan selama ini dia menjalankan profesi sebagai jurnalistik.

Akibatnya, banyak orang bertanya-tanya, karena bagaimanapun ini merupakan dua hal yang berbeda. Jurnalisme identik dengan kebebasan dan perlu kemerdekaan, yang merupakan bagian dari demokrasi independensi media. Jika ternyata media sudah disusupi oleh para anggota kepolisian, orang pasti akan bertanya-tanya, jangan-jangan peristiwa di Blora ini yang baru terbuka. Mungkin di daerah lain juga banyak polisi yang menyamar sebagai wartawan. Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis (15/12/22) membahas hal tersebut bersama Rocky Gerung dengan dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.

“Di negara otoriter, semua wartawan itu adalah intel sebetulnya. Jadi, kalau di sini ada satu, orang anggap jadi etika demokrasi kok nggak berlaku ya,” ujar Rocky Gerung mengomentari peristiwa tersebut. Pada zaman Jepang, menurut Rocky, tukang rokok di pojok-pojok Menteng adalah intel. Bahkan, di daerah-daerah jika tiba-tiba misalnya ada orang Jepang jualan kelontong, di Sulawesi Selatan, misalnya, ternyata itu adalah persiapan Jepang untuk masuk ke Indonesia.

“Jadi, hal-hal itu tidak etis sebetulnya. Walaupun itu keahlian intelijen, tapi kita negara demokratis. Kenapa mesti disusupkan di situ? Apa enggak percaya pada pers? Itu artinya negara tidak percaya pada institusi yang akan mengawasi dia, yaitu pers, dengan memasukkan seorang intel,” tambah Rocky.

Sekarang kita sudah berada di era reformasi. Kita tidak lagi berada dalam otoriterian seperti di zaman Soeharto di mana pemerintahan dikendalikan oleh militer supaya stabil. Jadi, buat apa mengikuti pola yang sama, meskipun dalam skala yang mungkin kecil. “Seharusnya, kalau dia intelijen, mestinya seterusnya jadi intelijen saja. Jangan tiba-tiba pindah lalu orang kaget,” tegas Rocky.

Menurut Rocky, hal itu akan memungkinkan orang saling curiga. Mungkin sekarang para wartawan juga curiga jangan-jangan Pemimpin Redaksinya adalah intel sehingga timbul ketidakpercayaan pada institusi negara. Mungkin juga di lembaga-lembaga lain dimasuki intel, di Perguruan Tinggi, misalnya. Jadi, tida ada kepercayaan pada kemerdekaan institusi untuk mengatur dirinya sendiri. Apalagi pers. “Pers itu harus mengatur dirinya sendiri, bukan diintai dan diintip. Itu konsekuensi etisnya,“ kata Rocky.

Yang juga menjadi pertanyaan publik sekarang adalah selama 14 tahun menggunakan cover itu, wartawan ini melakukan tugas intelijen lain atau justru untuk memata-matai wartawan yang lain? “Ya, itu selama era reformasi kok ada institusi ekstranegara ada di situ. Kalau institusi negara jelas itu intelijen. Tapi, kalau dia masuk ke wilayah demokrasi, itu artinya dia disusupkan di situ. Jadi ekstra power ada pada dia,” jawab Rocky.  

Menutut Rocky, perintahnya pasti Anda jadi wartawan, tapi sekaligus melaporkan apa yang ada di meja redaksi atau berupaya untuk mendekati narasumber dan pengaruhi cara berpikirnya. “Jadi, pengendalian opini publik juga akan terjadi kalau aparat intelijen beroperasi di wilayah yang terbuka,” tegas Rocky. Jurnalisme kita adalah jurnalisme terbuka, sementara intelijen beroperasi di wilayah tertutup.

Walaupun prinsipnya sama, yaitu mengumpulkan keterangan, tapi jurnalisme melakukannya secara terbuka dan diatur oleh undang-undang. Dalam undang-undang tugas jurnalisme tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang punya profesi lain, apalagi profeksi alat keamanan negara. “Jadi kita mau dengar apa nanti keterangan dari pihak kepolisian sebetulnya. Kepentingan apa seseorang disusupkan ke dalam institusi pers dan kepentingan apa yang akhirnya seolah-olah dibocorkan bahwa dia adalah intel,” tanya Rocky. (ida)

577

Related Post