Empat Plus Satu Wajah Jokowi
by M Rizal Fadillah
Bandung FNN – Jum’at (01/01). Jokowi itu Presiden dan semestinya memiliki satu wajah. Apakah ganteng atau setengah ganteng itulah wajahnya Jokowi. Kegantengan dimaksud adalah wajah kebijakan dan kualitas sebagai pengelolaan negara.
Presiden dalam sistem kabinetdan pemerintahan presidensial, sangat menentukan dalam membentuk wajah Pemerintahan. Sejalan dengan pesannya bahwa tidak ada visi dan misi menteri. Yang ada adalah visi misi Presiden. Itu sanagat jelas dan tegas dinyatakan Jokowi.
Hasil Riset kepuasan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga riset SMRC milik Saiful Mujani mencapai angka spektakuler 74 % tingkat kepuasan. Sebagian publik yang terbaca dari komentar di media sosial (medsos) meragukan akurasi dan obyektivitas riset tersebut. Kesan sebagai hasil riset pesanan pun bermuncul dalam berbagai komentar.
Sayang kita tidak memiliki alat atau lembaga kontrol yang dapat memberi sanksi kepada kerja riset yang bersifat tipu-tipu tersebut. Dampaknya adalah hasil riset yang seperti ini diperkirakan bakal muncul lagi ke masyarakat. Kondisi ini dapat dipahami. Apalagi selama pesanan masih berdatangan di tengah kondisi ekonomi yang resesi seperti sekarang.
Wajah Jokowi tentu terlihat pada kinerja para menterinya. Tercatat empat Menteri terbaca oleh publik yang menggiring pada konklusi bahwa Pemerintahan Jokowi itu memang berwajah buruk. Disadari atau tidak, mestinya satu persatu wajah mereka dinilai, akan tetapi empat menteri ini yang mudah dan langsung terbaca publik.
Pertama, Menteri Keuangan yang nampak kalang kabut karena hutang luar negeri mencapai sduah mencapai Rp. 6.000 triliun. Bunga tahun ini yang harus dibayar berjumlah Rp. 300 triliun. Untuk tahun 2021, bunga hutang dianggarkan sebesar Rp. 373,3 triliun. Sementara investasi jeblok, dan pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2020 minus -3,49 %.
Kedua, Menteri yang diberi gelar "atur segala urusan" Luhut Binsar Panjaitan. Menko Maritim dan Inveastasi (Marinvest) ini menjadi garda terdepan kerjasama dengan Republik Rakyat China (RRC). Program One Belt One Road (OBOR) menjadi andalannya. Rakyat masih pesimis bahwa kerjasama dengan RRC hanya ilusi. Bukan solusi. Konflik tenaga kerja Cina dengan pribumi menjadi sinyal dari instabilitas ke depan Pemerintahan Jokowi ke depan.
Ketiga, Menteri Agama yang dianggap selalu memojokan umat Islam. Fakhrul Rozi terus kampanye soal radikalisme, intoleransi, dan ekstrimisme yang arahnya adalah umat Islam. Yaqut pengganti Rozi ribut untuk mengafirmasi Ahmadiyah dan Syi'ah yang dianggap sebagai ajaran sesat. Terakhir soal tekad untuk memerangi populisme Islam yang juga menyinggung perasaan umat Islam.
Keempat, Mahfud MD Menko Politik, Hukum dan Kemanan (Polhukam). Cendekiawan dan Guru Besar yang awalnya banyak didengar karena "bijak" dan moralis. Setelah menjadi Menko, maka ucapannya mulai mencla-menclo. Lebih berposisi sebagai politisi ketimbang cendekiawan.Terakhir arogan, otoriter, dan menginjak-injak hukum dengan membubarkan dan melarang Front Pembela Islam (FPI).
Disamping empat wajah itu, masih ada lagi wajah yang seram Hendropriyono. Orang ini jago main ancam. Merasa dirinya seperti masih menjadi tentara aktif saja. Mengancam yang menjadi pelindung anggota FPI, mengancam organisasi lain "tunggu giliran".
Hendroprijono yang Jendral TNI (Purn.) Kehormatan (Hor.) ini merasa dan berprilaku laku seperti paling sendiri jago di republik ini. Jangan-jangan otak pembubaran dan pelarangan FPI datang darfi sang Guru Besar intelijen tersebut. Republik Indonesia seperti mau dibawa menjadi negara fasis, seperti zamannya Hitler, Mussolini, Tito, dan Stalin dulu.
Seenaknya saja main ancam dan menakut-nakuti rakyat. Pak Hendroprijono kan bukan Mussolini, Hitler, Tito dan Stalin, yang bermodal kekuasaan dan senjata, sehingga bisa berbuat apa saja. Kemal Attaturk atau Ariel Sharon tak berdaya dan "ampun-ampunan" menghadapi sakaratul maut tuh.
Jabatan dan kekuasaan bukan untuk gagah-gagahan. Tetapi amanah yang harus ditunaikan dengan adil. Begitulah konstitusi negara UUD 1945 membimbing dan memandu kita dalam berbangsa dan bernegara. Hebatnya para pendiri bangsa meninggalkan warisan terbesar dan terbaik untuk anak cucunya. Jika tidak berlaku adil, maka akibatnya adalah penyesalan.
Mantan Menkopolkam Sudomo saat diperiksa Komnas HAM menyatakan bahwa peristiwa pembantaian di Pesantren Talang Sari Lampung itu yang bertanggungjawab adalah Danrem Garuda Hitam 043. Lala siapa yang menjabat Danrem Garuda Hitam Lampung? Dialah Kolonel TNI. Hendropriyono. Jadi, kini semakin nampak jelas empat plus satu wajah Jokowi.
Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.