Era Meritokrasi Pemilu 2024 Anies Antitesa Jokowi

Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarna perhelatan perebutan kekuasaan.

Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

PILPRES masih tahun 2024. Ketika ada partai yang mendeklarasikan calon Presidennya, partai besar PDIP menyoroti langkah Partai NasDem yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden atau Capres 2024.

Langkah NasDem sebagai partai koalisi pemerintah itu dinilai PDIP tak sesuai etika politik yang diharapkan, karena Anies selama ini diketahui memiliki pandangan berbeda dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Dalam politik itu tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi.

Pandangan politik berbeda ya memang harus berbeda dan itu sudah menjadi kehendak rakyat. Mengapa, sebab rakyat ingin kembali pada tujuan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan cita-cita negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Menjadi ribut di koalisi pendukung PDIP ketika ada yang mengatakan Anies adalah antitesa Jokowi. Mengapa harus baper dan langsung marah, bukannya kontestasi pilpres itu adu konsep menawarkan apa yang dikehendaki rakyat?

Bahkan harusnya memang calon bisa menawarkan antitesa dari Inkamben, misal selama ini banyak janji-janji yang tidak ditepati ya antitesanya buat janji- janji yang ditepati, selama ini diatur oleh oligarki, ya buat antitesanya negara ini merdeka tidak tergantung oligarki.

Utang yang sudah menggunung ya buat antitesanya tidak lagi hutang yang sembrono. Menjual aset-aset negara seperti PLN ya buat antitesanya bahwa pemerintah berdaulat atas energi, korupsi yang merajalela ya antitesisnya korupsi dihabisi sampai keakar-akarnya.

Kepolisian yang sudah berada di titik nadir ya buat antitesanya supaya Kepolisian bermartabat. Memperbaiki negeri ini dari keterpurukan perlu antitesa untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi.

Pada Pilpres 2024 sudah saatnya politik Indonesia berubah, pemimpin harus terapkan Meritokrasi tidak lagi karena KKN, atau dinasti politik, dan asal-usul tidak jelas rekam jejaknya.

Pemimpin harus terukur dan mempunyai kemampuan yang bisa ditelusuri rekam jejaknya.

Istilah Meritokrasi (merit, dari bahasa Latin: mereō; dan krasi, dari bahasa Yunani Kuno: κράτος kratos, 'kekuatan, kekuasaan') adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial.

1. Kemajuan dalam sistem seperti ini didasarkan pada kinerja, yang dinilai melalui pengujian atau pencapaian yang ditunjukkan.

2. Meskipun konsep meritokrasi telah ada berabad-abad lamanya, istilah ini sendiri diciptakan pada tahun 1958 oleh sosiolog Michael Dunlop Young dalam buku distopia politik dan satirenya yang berjudul The Rise of the Mercy.

Bangsa ini tidak bisa lagi dipimpin dengan pemimpin yang tidak jelas rekam jejaknya dan harus berani menegakkan kebenaran terhadap apa yang sudah menjadi kesepakatan pendiri negara bangsa ini yaitu Pancasila dan UUD 1945 asli.

Saya sering dengar pidato Aneis Baswedan yang mengatakan bahwa hutang kita mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Pernyataan sepert ini tidak sederhana, sebab mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tak mungkin diletakkan pada sistem Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan antitesa dari Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Artinya, tidak ada jalan lain mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kalau tidak kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang asli.

Artinya, sistem MPR harus dikembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, dengan GBHN-nya dan presiden mandataris MPR.

Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarnai perhelatan perebutan kekuasaan.

Antara Pendawa dan Kurawa, antara kaum akal sehat melawan akal dengkul.

Tetapi saya yakin bahwa era kengawuran dan pengkhianatan terhadap negara proklamasi akan berakhir. Allah akan turun tangan, sebab negara ini didirikan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, didirikan, dan dipertahankan dengan resolusi jihad yang penuh dengan panjatan doa-doa para ulama sesepuh bangsa ini.

Tentu Allah tidak akan membiarkan negara ini hancur-lebur. (*)

438

Related Post