Fahri “Buldozer” Anies?

Fahri Hamzah dan Anies Baswedan.

Bukan tanpa sebab, Fahri menyebut ini bisa terjadi lantaran adanya pihak yang tidak terima atau marah dengan pencapresan Anies yang terlalu teburu-buru. Dia mengungkit potensi NasDem keluar dari kabinet.

Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network-FNN

FAKTA, sejak nama Anies Rasyid Baswedan digadang-gadang sebagai Bakal Calon Presiden yang akan diusung Partai NasDem, sambutan rakyat betapa luar biasanya. Mereka menyambut Anies yang datang ke daerah mereka.

Meski tahapan Pemilu 2024 belum sampai pada pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024, namun masyarakat seolah abai terhadap tahapan tersebut. Tampaknya ada yang gerah dengan euforia “kampanye” Anies di berbagai daerah di Indonesia ini.

Sehingga, muncullah istilah “curi start” kampanye dan lain-lain. Anehnya, yang tuding Anies curi start itu justru BAWASLU, Badan Pengawas Pemilu, yang seharusnya juga mengawasi praktik manipulasi verifikasi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Sementara, untuk nama-nama Bacapres lainnya, seperti Ganjar Pranowo dan Puan Maharani yang terang-terangan melakukan kampanye, tidak disentuh sama sekali. Bawaslu seakan terbentur dinding yang luar biasa kerasnya!

Padahal, secara terang-terangan, kedua tokoh PDIP itu mulai sebar sembako gratis ketika blusukan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, sekarang ini ada beras kemasan dengan “merk” baru: Mbak Puan.

Sedangkan Anies ketika datang dan silaturahim ke masyarakat, tak membawa sembako sama sekali. Meski “tangan kosong”, masyarakat tetap saja antusias datang ke tempat Anies mengadakan pertemuan dengan relawannya.

Berbagai cara untuk menghambat laju gelombang dukungan terhadap Anies telah pula dilakukan aparat rezim Presiden Joko Widodo di berbagai daerah. Termasuk pula “pinjam mulut” akademisi atau bahkan politisi lainnya.

Adalah mantan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini bergabung dengan Partai Gelora besutan Anis Matta dan Fahri Hamzah. Dengan ragam manuvernya, Fahri Hamzah yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini belakangan secara massif “menyerang” Anies Baswedan.

Yang sempat menonjol adalah ucapan Fahri Hamzah yang berkomentar Anies tidak berterima kasih usai tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kepada Prabowo Subianto, Ketum Partai Gerindra.

Menurutnya, seharusnya Anies pertama kali menemui Prabowo Subianto yang telah mendukung penuh dalam pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Tapi sebaliknya, Anies malah pertama kali menemui Ketum Partai NasDem Surya Paloh usai tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Begitu kata Fahri Hamzah, seperti dalam unggahan di Kanal YouTube COKRO TV pada Jumat, 2 Desembar 2022.

“Setelah dia selesai di DKI itu, dia kan seharusnya ada project dengan Prabowo harusnya,” ucap Fahri Hamzah, seperti dikutip Bertaji.com dari Kanal YouTube COKRO TV pada Sabtu, 3 Desember 2022.

“Harusnya menurut saya ke Prabowo dulu mengucapkan terima kasih semua sudah selesai amanahnya,” sambungnya. Fahri pun mempertanyakan motif dari langkah yang diambil Anies. “Ini rute motifnya apa?” tutupnya.

Bagi pegiat media, saluran yang dipakai Fahri (Cokro TV) bersuara itu adalah saluran TV yang selama ini dikenal sering membawa misi Islamophobia. Sering dipakai tokoh-tokoh Islamophobia seperti Ade Armando, Denny Siregar, Abu Janda, dan lain-lain.

Apakah Fahri Hamzah sudah “tertular” Islamophobia seperti mereka? Wallahu ‘alam. Tapi, yang jelas, sejak kemunculan nama Anies yang digadang-gadang oleh NasDem, Fahri seakan sudah menjadi “buldozer” yang siap menggerus dan meratakan semua langkah mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Apapun langkah yang ditempuh Anies bakal digusur dengan “buldozer” Fahri. Mungkin yang perlu dipertanyakan, untuk siapa Fahri “bekerja”? Untuk Parti Gelora, rakyat, atau pribadi Fahri semata? Apalagi, hingga kini Gelora belum menentukan sikapnya siapa yang akan didukungnya maju Pilpres 2024.

Semoga saja serangan terhadap Anies yang tampak massif ini tidak terkait dengan lolosnya verifikasi Partai Gelora sebagai salah satu partai yang bisa mengikuti kontestasi Pemilu 2024.

Ketika masih menjabat Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah sudah mengkritik Anies Baswedan. Kritik terhadap kinerja Anies tersebut terlontar ketika Fahri ditanya soal kabar adanya prostitusi di Bar 4Play.

Fahri ingin Anies jangan sibuk tanpa desain perencanaan kerja. Jangan terlalu banyak melayani kerja-kerja sektoral gitu. “Percayalah kepada birokrasinya itu sudah ada kerjaan itu. Ciptakan kedisiplinan, bukan dengan ngomong, tetapi dengan kerja konkret gitu,” kata Fahri di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (2/2/2018).

“Karena Jakarta itu sebenarnya itu power-nya posisi strategisnya itu kayak negara. Jadi dia fokus saja. Cuma saya lihat bekerjanya itu kurang sistematis, kurang terencana gitu lho,” imbuhnya, seperti dilansir Detik.com, Jumat (02 Feb 2018 13:28 WIB).

Ia menuturkan sistem kerja Gubernur di Ibu Kota hampir sama dengan sistem kerja presiden. Fahri pun kemudian mengungkit soal nama Anies yang kerap disebut-sebut akan maju sebagai capres pada 2019.

“Kerjanya Gubernur DKI itu, Gubernur Ibu Kota mirip-mirip dengan kerjanya kepala negara. Jadi Pak Anies Baswedan nggak perlu pengen jadi presiden, dia sudah jadi presiden sekarang,” ujarnya.

Bahkan, kini Fahri Hamzah berbicara terkait politik last minute yang terjadi di Indonesia. Dia menyebut tidak tertutup peluang capres Partai NasDem Anies Baswedan dibatalkan oleh NasDem di menit-menit terakhir jelang pendaftaran capres.

Melansir Detik.com, Selasa (22 Nov 2022 06:26 WIB), Fahri awalnya bicara terkait tanggal pendaftaran capres, yakni 7 September 2023. Dia menyebut, hingga tanggal itu, semua yang dibicarakan partai adalah omong kosong.

“Jadi sampai tanggal 7 September (2023), belum ada yang jelas, semua yang kita omongkan ini, mohon maaf ya, ini omong kosong sebenarnya, saya mohon maaf, karena itu kejadiannya sebelum-sebelumnya gitu,” kata Fahri dalam adu perspektif seperti disiarkan di YouTube detikcom, Senin (21/11/2022).

Fahri menyebut hal itu sebagai politik last minute. Dia bahkan menyebut kemungkinan Anies Baswedan dibatalkan oleh NasDem sebagai capres.

“Memang tidak ada, itu last minute semuanya berubah, last minute NasDem bisa men-drop Anies Baswedan. Sama dengan orang pacaran, terlalu lama, curiga juga orang tuanya itu,” ucapnya.

Bukan tanpa sebab, Fahri menyebut ini bisa terjadi lantaran adanya pihak yang tidak terima atau marah dengan pencapresan Anies yang terlalu teburu-buru. Dia mengungkit potensi NasDem keluar dari kabinet.

“Kita lihat sebentar lagi karena di sebelah sana ada yang marah, dianggap ini kecepetan, jadi misalnya kalau nanti tiba-tiba NasDem keluar dari kabinet kayak begitu, itu lain lagi tarikannya. Tapi ini semua karena politik yang penuh dengan informalitas, kita nggak pernah membuatnya jelas, konsep koalisi dari awal harus dibuat jelas, dipikirkan kembali,” jelasnya.

“Makanya yang saya tawarkan itu tahapannya harusnya dari apa masalahnya dulu, setelah selesaikan masalah baru jawab dan jabarkan solusi, setelah jabarkan solusi baru kita cari figur yang pas menjawab persoalan ini,” lanjut dia.

Namun demikian, Fahri menyebut partai-partai seakan-akan mengabaikan hal tersebut dan mementingkan figur capres terlebih dulu. Padahal, politik last minute pernah dialami oleh Mahfud MD pada 2019.

“Oh nanti aja itu, kita kan sekarang lagi ikhtiar, lagi usaha, last minute, nggak ada, Mahfud MD sudah duduk, pakai baju, tinggal dipanggil, nggak jadi barang itu bos, last minute semua, makanya saya katakan politik ini last minute,” tuturnya.

Tampaknya, Fahri akan buldozer Anies dengan pengalaman Mahfud MD yang batal dicalonkan sebagai Cawapres Jokowi, tiba-tiba diganti oleh Ma’ruf Amin? (*)

519

Related Post