Ferdinand Menyulut Api
Oleh Ady Amar, Kolumnis
FERDINAND Hutahaean bermain api. Bukan sembarang api. Kali ini api yang dimainkan, bukan hanya mengena bilik kecilnya semata. Jika tidak cepat dipadamkan, maka api yang ditiup-tiupnya dengan keras bisa membakar seluruh negeri. Mulut Ferdinand yang meniup-niup api itu, jika tidak dihentikan, bisa mengundang marah bahaya dahsyat.
Ferdinand ngelunjak. Merasa di atas angin, merasa tak tersentuh hukum. Menjadi percaya diri berlebihan. Nekad memasuki hal yang semestinya tabu untuk dimasukinya. Ia mengggugat Allah, Tuhan dalam makna Islam. Ia mengatakan, "Allah mu lemah, Allah ku luar biasa".
Status Twitter @FerdinandHaean3 dibuat pada Selasa, 4 Januari 2022, pukul 10.54 WIB, demikian bunyinya:
"Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maka segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela."
Merasa cuitan apapun darinya tidak akan menimbulkan persoalan. Ferdinand merasa jadi orang kuat, meski tidak jelas apa pekerjaannya, kecuali hari-harinya memproduk cuitan nyinyir. Hantam sana-hantam sini. Merasa tak tersentuh hukum. Bebas bicara apa saja, bahkan boleh bicara menghina Allah, Tuhannya Presiden Joko Widodo, dan mayoritas umat Islam Indonesia.
Seorang Jusuf Kalla (JK), yang dua kali jadi Wakil Presiden dari Presiden berbeda, itu pun kalah sakti dengan Ferdinand. JK diolok-olok di-Chaplin-chaplin-kan dan difitnah segala. Itu karena kumisnya, meski tidak sama, coba diserupakan dengan Charlie Chaplin. Sang anak perempuan tidak terima melihat sang ayah diperlakukan tidak semestinya, dan melaporkan pada Bareskrim Polri. Tapi bertahun tidak ada tindak lanjut atas laporannya.
Sedang Anies Baswedan Gubernur DKI Jakarta, entah sudah berapa puluh bahkan ratus kali mendapat hinaan dan fitnah keji. Seolah tidak ada puas-puasnya. Intensitasnya dibuat makin meninggi dan jahat, mencoba memancing Anies untuk meresponsnya. Tapi seperti biasanya, Anies tidak menanggapi atau mempersoalkan. Marga Baswedan, marga sang kakek AR Baswedan, yang pahlawan nasional, itu dipelesetkan dengan Bus Edan. Lagi-lagi Anies mendiamkannya, seperti juga pemimpin negeri ini membiarkan ulahnya, seolah tampak memanjakan.
Tapi kali ini yang disasar Ferdinand adalah Allah, Tuhannya mayoritas umat Islam. Kali ini apakah Ferdinand tetap mendapat privilage, dibiarkan tanpa tersentuh hukum. Kita lihat saja.
Jika api yang ditiup-tiup Ferdinand tidak cepat dipadamkan, maka tidaklah perlu khawatir jika api itu nantinya akan menjalar ke mana-mana tanpa bisa dihentikan. Itu berbahaya.
#TangkapFerdinand
Ferdinand memasuki wilayah SARA, khususnya agama. Mestinya ia hindari. Mestinya tahu pada batas apa ia bisa ditolerir. Tapi pada sensitivitas agama persoalan akan menjadi lain.
Cuitan Ferdinand itu bisa disebut masuk bagian dari kategori strategi politik memecah belah sesama anak bangsa.
Jelas, ia melanggar UU ITE Pasal 45 ayat 2, dan Pasal 28 ayat 2 UU 19/2016. Selain itu ia melanggar Pasal 14 ayat 1 dan 2 KUHP. Mestinyai tidak menunggu aduan masyarakat. Polri bisa langsung menangkap pelaku ujaran kebencian. Bagian dari antisipasi agar "api" tidak membesar, yang akan sulit bisa dipadamkan.
Jika terlambat, maka jangan tahan gerakan Aksi Umat Islam bergerak membela agamanya. Persoalan akan jadi berlarut. Kasus Ahok yang menghina Surat Al-Maidah 51, memunculkan gelombang gerakan aksi umat berjilid, yang mengantarkan Ahok ke penjara. Aksi Umat Islam tidak perlu terjadi jika keresahan umat bisa direspons selayaknya.
Ferdinand tidak belajar dari kasus Ahok. Diri merasa terlindungi, tak tersentuh hukum. Karenanya, ia merasa akan aman-aman saja. Siang kemarin (5/1) Haris Pratama, Ketua KNPI, mendatangi Bareskrim Polri, melaporkan Ferdinand Hutahaean atas ujaran kebencian. Sedang di Makassar, Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulawesi Selatan, salah satu lembaga gerakan Islam di kota Makassar, resmi melaporkan Ferdinand ke Polda Sulawesi Selatan. Hampir semua elemen masyarakat mengecam ujaran kebencian bernuansa SARA produk Ferdinand itu. Termasuk Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) mengecam cuitan tidak bertanggung jawab Ferdinand.
PGI menyatakan, bahwa apa yang disampaikan Ferdinand tidak mewakili umat Kristen, dan PGI mendukung proses hukum untuknya. Setidaknya itu yang disampaikan Pdt. Hendrik Lokru, Direktur Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian PGI.
Sepertinya ada kesadaran bersama untuk menjaga negeri, agar tidak terlanjur menjadi arang. Maka, memadamkan "api" yang disulut Ferdinand menjadi kewajiban yang semestinya disegerakan. Tidak perlu umat Islam bergerak massal membela agamanya. Tidak perlu hingga muncul Aksi berjilid menuju Jakarta, di tengah kondisi negeri tengah berperang melawan penyebaran pandemi Covid-19. Sikap tegas Kapolri, tanpa pandang bulu, dinanti untuk disegerakan: #TangkapFerdinand. (*)