Formula E Gagal Dijegal
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
JALAN berliku dan terjal telah dilalui Anies Baswedan. Ribuan kerikil tajam ada diantara banyak lembah yang mengelilingi perjalanan. Lawan mengintai dan siap menerkam di setiap sudut jalur yang dilewatinya. Takdir nampaknya terus berpihak dan Anies selalu selamat.
Tak ada kebijakan yang sepi bulliyan. Tak ada wajah yang bisa hindari hinaan. Tak ada program yang tidak dihambat, dihalangi, dicegat dan berupaya keras untuk digagalkan. Begitulah jika harus berhadapan dengan para pecundang.
Balap Formula E menjadi satu dinatara yang dipertaruhkan. Dua kali diburu interpelasi, lolos. Tak dapat ijin di Monas, pindah ke Ancol. Di Ancol, disidak pula. Tempat dibilang gak layak, kurang representatif, jauh dari keramaian, persiapan tidak matang, dan macam-macam stigma kampanye hitam.
Lepas dari pengusiran, interpelasi, dan berbagai macam stigma, lalu diburu pula oleh KPK. Belum jelas alat bukti, tak ada pula tersangka, tapi terus dinarasikan di media. "Akan kami telusuri-, katanya. Opo maneh...,
Atas kegigihan, kerja yang terukur dan kolaborasi yang baik, Formula E pun akhirnya terselenggara. Tepatnya, akan terselenggara. Sabtu, tanggal 4 Juni, dunia akan menyaksikan balap Formula E di Jakarta. Ini untuk yang pertama kali. Anda masih tidak bangga?
Ingat, Jakarta itu bagian dari Indonesia. Bahkan, Jakarta itu Ibu Kota Indonesia. Ini penting digarisbawahi, karena ada yang masih berpikir Jakarta itu negara sendiri dengan Anies Baswedan sebagai presidennya. Tidak! Anda gak perlu takut dan jangan merasa ada saingan. Jakarta itu bagian dari Indonesia, dan Anies Baswedan masih sebagai gubernur. Tidak lebih dari itu. Entah 2024 nanti. Kita tunggu saja takdirnya.
70 persen tiket Formula E diborong oleh warga negara asing. Laris! Banyak peminat. Ini menunjukkan, dunia internasional punya antusias.
30 persen tiket sisanya dipersilahkan siapa saja yang berminat membelinya, termasuk penonton nasional. Penjualan via online. Mudah sekali didapat. Lagi,-lagi, ini pun "kabarnya" ada yang ngerjain. Info yang ramai di medsos, web dihack. Tiket masih ada, tapi di laman web-nya muncul kata "Sold Out". Kalau kabar ini benar, maka gak ada kapok-kapoknya juga mereka mengganggu. Ampyuuuun. Siapa mereka? Ya, jangan tanya gue dong.
2024 masih lama bro. Kalau mau bersaing, pakai cara- cara yang waras. Kalau seperti ini, itu kekanak-kanakan, kata Tamsil Linrung, anggota DPD asal Sulawesi yang selalu kritis dan paling vokal itu.
Ketua DPD Lanyalla Mattaliti serukan kepada seluruh anak buahnya di DPD untuk beli tiket, dan sponsori konstituennya nonton Formula E. Ini event international, mestinya membuat bangsa ini bangga karena melalui event ini, Indonesia bisa tampil dan bicara di hadapan dunia internasional. Bukan malah coba menghalangi, menggagalkan, atau mempermalukan. Di sinilah jiwa kenegarawanan LaNyalla muncul. Sepertinya, LaNyalla mulai kesel dengan tingkah polah kekanak-kanakan sejumlah elit politik.
Event Formula E akan disiarkan langsung oleh 170 media internasional. Bagaimana media nasional dan lokal? Rakyat berharap tak ada yang mengancam media nasional dan lokal kita ketika mau tayangin balap Formula E.
Hingga hari ini, sudah ada 31 sponsor untuk Formula E. Semuanya dari swasta. Sementara tak ada satupun BUMN kita ikut jadi sponsor. Proposal sudah dilayangkan, ketua panitia sudah temui sang menteri yang konon kabarnya juga ingin nyapres/nyawapres 2024. Hasilnya? Niihil! Banyak yang menyayangkan. Padahal, BUMN dianggap jor-joran sponsori balap MotoGP di Mandalika. Publik pun bertanya: ada apa ini? "Ngono yo ngoono, ning ojo ngono". Jangan kebangetan lah...kira-kira seperti itu yang ada di pikiran rakyat.
Sandiaga Uno, Menteri Parekraf berinisiatif untuk membantu sukseskan Formula E. Kita tahu, Sandi adalah sosok pekerja keras dan profesional. Tipe orang yang all out jika bekerja. Ajang balap Formula E itu momen buat semarakkan pariwisata. Sayangnya, Sandi nampak ada beban. Entah dari mana beban itu berasal. Publik membacanya.
Hiruk pikuk Formula E akan segera berakhir beberapa hari setelah tanggal 4 Juni besok. Siapapun yang dapat panggung, tak perlu membuat siapapun bingung dan tersinggung. Itu dinamika sosial yang tak akan membuat pihak lain menjadi sial. Biasa saja, dan hadapi dengan lapang dada. Dengan begitu, 2024 akan muncul kompetisi yang bersahaja. Tidak saling jegal, apalagi berupaya membegal. Jangan pelihara sikap kekanak-kanakkan, tapi berupayalah jadi negarawan. (*)