FPI Reborn adalah FPI Palsu yang Diperalat untuk Menjatuhkan Anies yang Popularitasnya Terus Meroket
Jakarta, FNN – Segerombolan orang dengan atribut menyerupai ormas Front Pembela Islam (FPI) berorasi memberikan dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sebagai calon presiden tahun 2024. Tujuannya mudah ditebak, menstigma Anies sebagai capres yang didukung oleh ormas radikal versi rezim. Sayang, aksi murahan itu banyak cacatnya: orasinya kaku, jilbabnya berantakan, perempuannya pakai jeans ketat, dan belakangan sang koordinator aksi mengaku dibayar Rp 150 ribu. Gubraak. Tak ada penipuan yang sempurna.
Demikian benang merah yang bisa dirangkum FNN Online dari analisis wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Harsubeno Point, Selasa, 07 Juni 2022.
“Kagak ada panas kagak ada hujan, begitu biasanya orang Betawi menyebutnya. Tiba-tiba saja kemarin kita dikejutkan dengan adanya segerombolan orang yang mengakui dari Front Pembela Islam melakukan deklarasi mendukung Anies Baswedan menjadi Capres tahun 2024 nanti,” demikian Hersu, panggilan akrab Hersubeno Atief memulai analisisnya.
Puluhan orang yang mengenakan pakaian putih ada yang bersorban disertai sejumlah ibu-ibu yang juga berpakaian putih memakai kerudung itu menggelar spanduk di Patung Kuda Jalan Thamrin tak jauh dari Balai Kota DKI Jakarta. “FPI dukung Anies untuk jadi Presiden tahun 2024.” Di bawahnya tertulis Anies Presiden, FPI Reborn.
Aksi sejumlah orang ini tentu saja, sangat mengejutkan banyak pihak. Front Pembela Islam secara resmi sudah dilarang oleh pemerintah bersama dengan HTI. Sekarang FPI telah bermetamorfosa menjadi Front Persaudaraan Islam, yang kalau dilihat fokusnya lebih pada kegiatan dakwah pendidikan dan yang paling menonjol khususnya kemanusiaan.
Front Persaudaraan Islam sangat aktif turun ke berbagai wilayah bencana di Indonesia. Tidak ada lagi aksi besar-besaran, penurunan massa turun ke jalan seperti di masa lalu sebelum FPI itu dilarang.
Maka, wajar bila tiba-tiba FPI muncul dengan nama yang janggal dengan sebutan FPI Reborn. Kayak milenial banget. Aneh, FPI dilahirkan kembali dengan kosa kata yang tidak match dengan citra FPI selama ini. Kita tahu FPI itu lebih banyak gaya ke arab-araban, oleh karena itu disebut juga kadrun. Tetapi FPI yang demo kemarin itu kebule-bulean dengan nama FPI Reborn. Ini membuat banyak kening orang berkenyit, kok isu yang dibawa soal pencapresan Anies Baswedan?
Di media sosial beredar beberapa foto yang menampilkan kejanggalan dari aksi masa itu. Misalnya beberapa perempuan yang hadir meskipun berbusana muslim dan kerudung, namun mereka menggunakan celana jeans yang sangat ketat, sama sekali tidak mencerminkan citra pendukung FPI yang selama ini kita kenal dengan FPI yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab.
Kejanggalan lain, peserta pria menggunakan kupluk, ada yang sorban, tapi ada satu lagi yang menarik perhatian, sebagian mengenakan pita hijau di lengan kanannya. Ini tampaknya semacam sandi atau kode bahwa gerakan ini diorganizir.
Lebih menarik lagi setelah aksi bubar, ada foto-foto yang beredar beberapa perempuan itu melepaskan kerudungnya. Jadi fix, kerudung ini hanya properti sesaat, spesial buat unjuk rasa pesanan.
Tak lama kemudian ada konfirmasi dari DPP Front Persaudaraan Islam menyampaikan statemen bahwa Front Pesaudaraan Islam ini adalah metamorfosa dari FPI atau Front Pembela Islam.
Mereka membenarkan FPI Reborn sama dengan FPI Abal-Abal. Front Persaudaraan Islam menyatakan mereka adalah massa bayaran sesuai pengakuan seseorang yang disebut sebagai korlap atau koordinator lapangan.
"Atas nama Al-fatih KH Khairul Anam meminta maaf kepada Front Persaudaraan Islam. Malam ini, hari ini saya menyatakan pertama kronologis yang sesungguhnya malam itu saya ditelpon oleh bapak Edy jam 9.00 disuruh baca doa atau berdoa di Monas. Pagi-pagi saya mengajak jamaah dan santri ke Monas. Saya berangkat jam 7 dari lokasi langsung menuju ke Monas. Sampai ke lokasi saya merasa kager. Di lokasi ada yang membagikan bendera FPI, sementara saya tidak melihat pengurus dan tokoh besar FPI atau Front Persaudaraan Islam. Saya merasa tertipu dan dibohongi dan diperalat oleh orang tersebut. Selesai acara tersebut jam 11.30, kami pulang naik bis. Lalu bapak Edy mengasihkan uang tiap orang dikasih 150.000 maka kami merasa dibohongin banget oleh orang itu."
Kalau kita menyimak pengakuan dari tokoh yang disebut korlap, fix bahwa ini FPI palsu dengan massa bayaran. Pria yang disebut sebagai korlap tersebut mengaku sebagai korban penipuan.
Pertanyaan sekarang, ini mainan siapa? Benarkah ini dilakukan oleh intelijen hitam seperti disebutkan oleh DPP Front Persaudaraan Islam?
Kalau mereka main intelijen-intelijen hitam mengapa bentuknya berupa deklarasi Anies Presiden 2024. Dari situ kita sebenarnya dengan mudah dapat petunjuk, “deklarasi” dalam tanda kutip tadi adalah bentuk kampanye hitam atau black campaign bagi Anies Baswedan. Tujuannya untuk menakut-nakuti yang non-Islam dan yang Islamofobia untuk jangan lagi memilih Anies Baswedan.
Front Pembela Islam bagaimana pun selama ini kan sudah diframing sebagai organisasi Islam Radikal, pimpinannya dipenjara, organisasinya dilarang. Jadi kurang apalagi?
Sementara Anies juga diframing sebagai figur politik aliran dan bila dia nanti berkuasa, ormas-ormas yang dicap radikal seperti FPI dan HTI akan kembali. Kalau Anies jadi presiden, maka akan seperti Taliban di Afganinstan. Kira-kira begitulah yang digambarkan oleh mereka ini.
Publik tentu belum lupa, bahwa tidak lama setelah Ade Armando dianiaya dan ditelanjangi massa di depan gedung MPR DPR, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI (Partai Solidaritas Indonesia) membuat konten di Cokro TV yang mengaitkan pelakunya adalah massa yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam dan HTI. Dia kemudian memanfaatkan atau mengambil simpatisan dari Anies Baswedan. Jadi, kemarin kontennya langsung mendapat reaksi yang luar biasa dan banyak yang mempersoalkan itu. Karena inisiatif ini dianggap memprofokasi atau menyebabkan kabar bohong tentang afiliasi antara FPI dan HTI.
Memang tidak bisa dipungkiri dalam Pilkada DKI 2017 Habib Rizieq dan FPI mendukung Anies Baswedan, tapi bukan berarti FPI dan Anies Baswedan ini adalah kelompok radikal. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga menampilkan figur yang insklusif. Banyak sekali pengakuan-pengakuan umat non-muslim yang memberikan testimoni bahwa Anies Baswedan ini bukan figur yang eksklusif. Anies adalah figur yang bisa mengayomi semua umat beragama di Jakarta.
Yang juga mesti disoroti adalah kenapa “deklarasi” dalam tanda petik itu dilakukan setelah 2 hari Pemprov DKI sukses menggelar Balapan Formula E. Ini kita bisa mengkait-kaitkan soal itu. Kita tahu nama Anies melambung setelah ajang Formula E digelar. Padahal kita tahu berbagai hambatan itu telah dilakukan dan dibuat agar balapan internasional itu gagal. Mulai dari pengajuan hak interpelasi yang diajukan PSI dan PDIP, dilaporkan ke KPK, dan kemudian BUMN tidak mau memberi sponsor.
Soal laporan ke KPK ada beberapa media tapi bukan media-media arus utama (media mainstream) yang menyebutkan bahwa KPK akan segera menggelar pemanggilan Anies Baswedan berkaitan dengan gelaran Formula E itu. Ini juga bisa kita kaitkan apakah ini bagian dari operasi media? Ini yang mesti kita kaitkan lebih lanjut.
Setelah sukses Formula E, nama Anies mau gak mau menjadi salah satu kandidat Capres atau Cawapres 2024 yang posisinya teratas. Anies bahkan disebut sebagai kandidat Capres dan Cawapres oleh sejumlah tokoh misalnya Mantan Wapres Jusuf Kalla yang berusahan memasangkannya dengan Puan Maharani yang diusung oleh PDIP.
Kemudian Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyodorkan nama Anies kepada Presiden Jokowi untuk dipasangkan sebagai Cawapresnya Ganjar. Ganjar menjadi Calon Presiden Anies menjadi Calon Wakil Presidennya.
Pendek kata, gelaran Formula E ini membuat Anies posisi semakin kokoh pada Pilpres 2024, karena itu Anies harus diamputasi dengan cara yang paling mudah, yaitu dengan menakut-nakuti umat non-Islam atau umat Islam yang Islamofobia, bahwa Anies ini didukung oleh Islam Radikal.
Isu semacam jangan dianggap enteng. Walaupun sudah dibongkar di media secara masif dan juga dikuliti di media sosial, namun dalam masyarakat yang terbelah seperti saat ini, masyarakat yang hidup dalam tsunami isu, sejauh ini terbukti sangat efektif, mengapa? Karena kita hidup dalam era post trust, orang mau mendengar apa yang mereka dengar dan sesuai dengan persepsi dalam benaknya.
Sebagai contoh, kalau ada berita yang tiba-tiba sesuai dengan pemikiran Anda, walaupun hanya judul saja, tanpa Anda baca isinya, biasanya Anda lansung percaya dan share. Ini yang sering saya ingatkan berkali-kali, begitu berbahaya, karena banyak sekali berita di media apalagi dengan judul dan isi yang tidak nyambung. Tetapi dalam era post trust seperti ini, orang akan percaya. Ketika ada orang membaca misalnya Anies didukung oleh FPI itu muncul di media-media atau media sosial, mungkin bagi kubu yang tidak mendukung Anies, itu langsung di-share, kemudian terbentuk presepsi Anies didukung oleh Front Pembela Islam. Bahkan bila dijelaskan bahwa itu beritanya bohong atau ada operasi black campaign terhadap Anies, mereka tetap tidak percaya. Ini yang sedang terjadi.
Saya melihatnya ada 2 tujuan dari aksi yang digelar kemarin. Pertama ini mengalihkan isu pembicaraan dari sukses menggelar Formula E itu menjadi isu Anies didukung Islam Radikal. Tetapi sejauh ini di media arus utama dan media sosial ini sudah aquarted. Ini lansung dikuliti, langsung ditelanjangi. Kedua, ini untuk menakut-nakuti non-muslim atau Islamofobia bahwa bila Anies terpilih menjadi Presiden, maka Indonesia akan dikuasai oleh Islam Radikal seperti saya sebut tadi. Pokoknya persis kayak model Taliban yang berkuasa di Afganinstan.
Sekali lagi jangan anggap remeh bahwa isu murahan itu adalah semacam black campaign yang sangat sukses membelah bangsa kita.
Sebagai media secara kelembagaan Forum News Network ingin menyerukan dan menghilangkan sekat-sekat itu. Bahkan kita mulai menjembatani adanya jurang pemisah antara satu anak bangsa dengan anak bangsa lain dalam posisi pencapresan. Kali ini komitmen kami adalah menciptakan lapangan permainan yang fair bagi semua kandidat, yakni lapangan permainan yang sama yakni presidential threshold (PT) 0 persen.
Kalau dengan PT 20 persen, selama ini lapangannya mereka yang mengatur yang boleh bermain siapa saja mereka yang mengatur, kemudian wasitnya juga mereka yang mengatur, aturannya seperti sudah diatur dan siapa yang menang pun, mereka yang mengatur, kenapa? Karena dengan PT 20 persen itu maksimal dalam situasi semacam ini, paling banyak 3 kandidat.
Tetapi dengan partai-partai dikuasai oleh penguasa dengan ketua umum partai disandera oleh kasus-kasus hukum maupun kasus personal, maka akan sulit membayangkan muncul sampai 3 kandidat, maksimal paling 2 kandidat. Itu pun sudah bisa ditentukan siapa yang akan menang nantinya.
Persislah kayak Pilpres 2019. Siapa pun yang posisinya mendukung 0 persen akan kami dukung, tentu setelah sama-sama kita akan sepakat 0 persen, kita akan memilih merekomendasi berdasarkan parameter-parameter objektif sebagaimana omongan Rocky Gerung yakni intelektualitas, etikabilitas, kapasitas, dan kapabilitas.
Dari situ kita lupakan lagi soal politik aliran, kita lupakan soal orang populer dan elektabilitasnya tinggi. Bukan itu yang kita pilih, tapi bangsa kita ini Indonesia yang besar, ini harus dipimpin oleh seseorang yang memang punya syarat-syarat tadi.
Dengan cara ini kita bisa mengembalikan Indonesia dengan umat Islamnya terbesar di dunia, sebagai negara terbesar di Asia Tenggara. Kita bisa memainkan peran dalam peraturan permainan politik global saat ini.
Karena itu kami bertanya kepada Anies Baswedan apakah Anies akan bersama kami dalam barisan PT 0 persen atau ikut dalam permainan arus PT 20 persen dengan prinsip yang penting dapat tiket dalam Pilpres 2024 dan bisa nyapres. Gak peduli partai mana yang mencalonkan itu sepakat dengan PT 0 persen atau tetap bermain dalam PT 20 persen.
Kenapa ini penting untuk di-declare oleh Anies? Karena bila posisi Anies seperti itu, bahwa dia ikut arus permainan yang penting dapat tiket, sejak awal kami menyatakan bahwa posisi kami berseberangan dengan Anies Badwedan sebab Anies hanya akan menjadi bagian dari permainan oligarki dan kita akan mengalami kembali pembelahan seperti yang terjadi sekarang ini. (ida, sws)