Gagalnya Usaha Kader Neo-PKI Gerogoti Pancasila

by M Rizal Fadillah

Jakarta FNN – Rabu (17/06). Pemerintah memutuskan menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Setelah Mahfud MD yang didampingi Yasonna Laoly menyatakan sikap Pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP, pemerintah meminta DPR untuk menyerap aspirasi masyarakat terlebih dahulu.

Kemungkinan kegagalan RUU HIP untuk menjadi Undang-Undang sangat besar. Kegagalan ini didasarkan pada kuatnya aspirasi penolakan RUU HIP. Penolakan itu bukan hanya semata-mata untuk direvisi atau tambah dan kurang. Tetapi tidak dilanjutkan pembahsannya menjadi undang-undang.

Memang pemerintah tidak tegas dalam bersikap. Apakah pemerintah menolak untuk melakukan pembahasan lebih lanjut atau menghentikan. Seperti biasa solusinya pemerintah selalu "mengambang". Pemerintah hanya meminta DPR menyerap aspirasi terlebih dahulu.

Sebenarnya hal ini adalah intervensi. Bagi DPR, secara hukum sudah selesai dengan ketukan di Paripurna. Dengan meminta DPR menyerap aspirasi lagi, maka pemerintah telah melecehkan institusi DPR. Namun, meski dilecehkan, DPR pasati bakal menerima saja, karena DPR telah terbiasa dilecehkan.

Kalau tidak dilecehkan, DPR kadang-kadang, dan mulai terbiasa melehkan dirinya sendiri. Lihat saja pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Meski kewenangan budgeting DPR berdasarkan konstitusi UUD 1945 dijamin, namun ketika diamputasi pemerintah, DPR meterima saja dengan senang hati.

Sebelumnya telah membuat RUU HIP dengan asal-asalan, kontroversial, dan tendensius. DPR secara sadar mau menghidupkan kembali faham komunisme, marxisme-leninisme. Sayangnya, rencana busuk DPR untuk mendegradasi ideologi Pancasil dengan undang-undang ini ditentang dan dilawan keras oleh masyatakat, khususnya umat Islam

Ada empat konsekuensi politik dari kegagalan tersebut. Pertama, DPR sebaiknya mendrop RUU HIP dari (Program Legislasi Nasional) Prolegnas Prioritas. Langkah ini sebagai jawaban menjaga kewibawaan diri DPR. Jika hanya mengikuti saran Pemerintah, maka sangat jelas DPR menjadi bawahan dari Pemerintah. Padahal RUU ini telah menjadi "sampah" di masyarakat, khususnya umat Islam.

Kedua, mengingat RUU HIP telah mendegradasi Ideologi Pancasila, maka jika "terpaksa" hendak melakukan pembahasan kembali di DPR maka, harus mengajak DPD RI. Artinya, lembaga MPR yang lebih kompeten. Pembahasannya ditarik ke atas. Bukan lagi di DPR, tetapi sudah di MPR.

Ketiga, sikap rakyat yang tegas menolak, dan sikap Pemerintah yang menunda menandakan ada yang tidak beres pada RUU HIP ini. Misi tersembunyi yang diisukan kuat soal komunisme cukup serius. PDIP sebagai pengusung harus melakukan pembersihan diri ke dalam dari kader-kader neo-PKI.

Keempat, ke depan DPR atau siapapun dalam mengambil kebijakan politik, harus mempertimbangkan aspirasi umat Islam. Mengecilkan dan menyinggung perasaan politik umat Islam adalah pengingkaran terhadap sejarah pendirian bangsa ini. Sekaligus dapat memancing konflik baru dengan umat Islam.

RUU HIP adalah bukti nyata tentang catatan buruk dari rapuhnya DPR dalam mencitrakan diri sebagai lembaga perwakilan rakyat. Koalisi partai partai di pemerintahan menambah kerapuhan di tingkat DPR. Ketum Partai yang menjadi menteri, memudahkan lobby sekaligus bukti kooptasi. Untuk itu, ke depan harus ada larangan Ketua Partai menjadi pembantu Presiden.

RUU HIP secara filosofis, yuridis, sosiologis, dan historis sangat buruk. Kini tercampak sebagai RUU "sampah". Karenanya selayaknya untuk tidak menjadi bahasan DPR lagi. Rakyat, khususnya umat Islam kembali telah berhasil menggagalkan upaya neo-PKI untuk "mengkudeta" halus ideologi Pancasila.

DPR harus tegas menarik RUU HIP dan tidak mengambangkan lagi. Sikap "buying time" hanya menambah kerawanan politik baru. Sementara sikap rakyat dan pemerintah sudah sangat jelas. Pilihan bagi kewibawaan DPR adalah cabut atau tarik kembali RUU HIP dari Prolegnas Prioritas tahun 2020.

Meskipun usaha kader-kader neo-PKI untuk sementara telah gagal. Namun, berdasarkan perintah Majelis Ulama Indonesia (MUI), umat Islam akan terus dan terus melakukan pengawalan terhadap RUU HIP ini. Umat Islam tidak akan pernih diam atau tidur dalam menghadapi upaya-upaya mengkerdilkan, mendegrdasi, mendistorsi ideoligi Pancasil. Catat dan ingat itu.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

551

Related Post