Ganjar Memalukan, Renovasi Rumah Kader PDIP Kok Pakai Dana Baznas
Jakarta, FNN - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang disebut-sebut sebagai calon presiden paling tinggi elektabilitasnya di partai-partai politik, sedang menjadi tranding topik, karena merenovasi rumah kader PDIP (dia merencanakan 50 kader PDIP yang rumahnya akan direnovasi) menggunakan dana Baznas (Basnas Ambil Zakat Nasional), Jawa Tengah. Tetapi, Baznas Jawa Tengah membela Ganjar dengan mengatakan bahwa mereka juga orang miskin. Persoalannya, Ganjar menyebut dengan jelas bahwa dia akan membangun rumah kader PDIP yang memang miskin.
“Ya, itu wong cilik, yang memang subsistensi ekonominya, terutama di Jawa Tengah, jauh sekali. Itu data yang diberikan oleh para peneliti bahwa kemiskinan di Jawa memang tinggi dan Ganjar mesti paham bahwa itu teguran buat dia untuk bikin kebijakan bagi semua orang,” ujar Rocky Gerung dalam diskusi di Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi (31/12/22) yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN.
Menurut Rocky, data PDIP adalah data umumnya rakyat. Jadi Ganjar tidak boleh menerjemahkan bahwa yang miskin adalah PDIP, walaupun faktanya memang iya. Ganjar adalah Gubernur yang hanya boleh membaca data makro, tanpa dihubungkan dengan status atau ID card dari seseorang bahwa dia anggota PDIP. “Jadi, sekali lagi, ini pengetahuan Ganjar tentang publik policy minim sekali. Kalau begitu, tentu dia secara bawah sadar dianggap bahwa dengan itu sudah money politc, menyogok PDIP,” ujar Rocky.
“Jadi, karena kebingungan atau semacam kegelisahan Ganjar, dia lakukan sesuatu secara sadar supaya Ibu Mega tahu bahwa PDIP dibantu oleh Ganjar. Tetapi, Ibu Mega tentu menganggap bahwa hierarki partai harus ditegakkan. Ibu Mega tidak bisa disogok dengan hal-hal semacam itu,” ujar Rocky. Dari segi public opinion, menurut Rocky, orang menganggap bahwa etikanya tuh rendah sekali. Pemimpin di Jawa Tengah itu bukan pemimpin PDIP, justru kalau dianggap bahwa dia kader PDIP, dia lakukan hal yang sebaliknya. Bahwa kader-kader PDIP inilah yang mesti dia kerahkan sebagai sisama anggota partai untuk membantu rakyat miskin, bukan membantu PDIP. “Jadi, sekali lagi, mungkin kampanye-kampanye semacam ini yang mesti diperbanyak supaya kita lihat bahwa semua partai, semua calon presiden sebetulnya nggak paham etika politik,” tegas Rocky.
Bagian buruk dari pemberitaan adalah Ganjar orang yang elektabilitasnya tinggi ternyata tidak paham tentang etika publik atau public policy khususnya. Yang menarik ini adalah dana Baznas adalah dana umat. Selain itu, harusnya sebagai pejabat daerah dia tidak boleh menggunakan dana itu hanya untuk kepentingan partai politik. Mestinya, sebagai Gubernur dia punya resolusi lebih besar dalam APBD pemerintah Jawa Tengah. Kenapa dana itu tidak diambilkan dari dana sosial APBD Jawa Tengah?
“Ya mungkin memang sekadar dimaksudkan untuk mecari sensasi sehingga kemampuan dia untuk dalam satu momen membedakan antara dia sebagai Gubernur, dia sebagai calon presiden, dan dia sebagai kader PDIP, nggak masuk di kepalanya,” jawab Rocky. Jadi, tambah Rocky, hal-hal yang sangat sensitif dia tidak paham, apalagi pakai dana Baznas. Itu juga harus ada pertimbangan dan kelihatannya ketua Baznas Jawa Tengah tahu dari awal bahwa itu akan dipakai sehingga dia lalu apologetik.
Tetapi, ini bukan soal mereka orang miskin, tapi Ganjar adalah PDIP dan sedang menjadi capres sorotan kontroversi, kenapa mengalihkan dana publik khusus kepada PDIP. Jadi, Baznas juga jangan seolah-olah merasa harus membela diri. Itu bukan kesalahan Baznas, tapi kesalahan dari Gubernurnya. “Jadi, kalau Baznas membela Gubernur, itu artinya adalah relasi akhirnya orang baca,” kata Rocky.
Sikap Ganjar ini, kata Rocky, membuat publik akhirnya mengepung Ganjar dengan semacam sentimen baru bahwa dia betul-betul memang bukan pemimpin bangsa. Dia cuma pemimpin PDIP dan bahkan pemimpin PDIP yang disingkirkan. Oleh karena itu, dia cari muka lagi pada ibu Mega. Mestinya Ganja tampil sebagai negarawan, bukan sekedar sebagai kader PDI atau petugas partai. “Jadi, kalau kita membuat semacam analisa fenomenologis bahwa di dalam diri sang calon ini, Pak Ganjar ini, belum ada aspek kebangsaan. Belum ada bahkan aspek kenegaraan. Dia tetap dianggap ya lokal doang, hanya mengurus partai, nggak mampu mengurus bangsa. Itu kan kampanye negatif,” kata Rocky. (sof)