Gegara Humas Polri Kesusu Ucapkan Terima Kasih, Boroknya Jadi Terbongkar
Jakarta, FNN - Divisi Humas Mabes Polri mengunggah ucapan terima kasih di akun resminya sesaat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut ekspor kelapa sawit dan minyak goreng. Namun beberapa saat kemudian ucapan terima kasih itu dihapus. Sial, sebelum dihapus, netizen sudah merekam (screenshot) dulu cuitan tak wajar itu. Publik lalu bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan Polri, CPO, dan minyak goreng? Apakah ada kaitan Polri merasa dipermalukan oleh Kejaksaan Agung sebab mereka sendiri pada waktu itu menyatakan tidak ada mafia?
Menyikapi hal itu, pengamat politik Rocky Gerung menyayangkan pihak kepolisian yang terburu-buru mengucapkan terima kasih.
“Ya, Pak Sigit ojo kesusu mengucapkan terima kasih. Sebab, kita akhirnya melihat bahwa tupoksip-tupoksi itu tidak diperlukan lagi, karena orang akan melihat proksi-proksi melalui sosmed. Ini yang menjadi masalah bangsa ini,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 24 Mei 2022.
Rocky menyarankan, mustinya masyarakat menuntut bagaimana kepolisian itu juga ambil inisiatif untuk membongkar mafia minyak.
“Memang ada kejaksaan, akan tetapi kan ada bagian-bagian lain yang bisa diatasi oleh atau diambil alih oleh kepolisian atau dilakukan secara paralel dengan kepolisian,” paparnya.
Namun demikian, Rocky melihat insiden “ucapan terima kasih” itu semata-mata sebagai permainan citra.
“Permainan image ini, permainan imago apalagi, itu yang membuat politik jadi dangkal. Kenapa polisi mengucapkan terima kasih pada Pak Jokowi? Pak Jokowi kan eksekutif yang memang sudah ambil kesimpulan itu. Jadi seolah-olah kepolisian merasa kalau dia tidak mengucapkan terima kasih maka peran dia nggak ada. Loh orang ingat bahwa polisi justru yang dulu menganggap bahwa tidak ada penyelundupan, macam-macam itu,” tegasnya.
Rocky melihat ada persoalan serius dalam pola komunikasi bangsa ini yang membuat masyarakat jadi korban.
“Jadi sekali lagi bahwa upaya untuk membenahi komunikasi politik itu ada persoalan serius di bangsa ini. Tentu kita percaya dengan pokok pikiran atau tupoksinya polisi. Kriminalitas bisa diberantas. Nggak usah kirim-kirim sinyal. Supaya rakyat tahu bahwa polisi itu mandiri, nggak ada urusan dengan ucapan terima kasih,” paparnya.
Ucapan terima kasih oleh kepolisian kepada Presiden tak hanya aneh, tetapi juga salah sasaran.
“Seharusnya yang mengucapkan terima kasih itu emak-emak, kalau harganya turun. Tetapi kan harganya nggak turun juga. Jadi polisi mungkin jadi tahu bahwa emak-emak saja nggak mengucapkan terima kasih, kenapa kita berterima kasih. Maka dihapus juga postingan itu,” tegasnya.
Lebih jauh Rocky menegaskan bahwa persoalan ini merupakan produk dari politik pencitraan.
“Ini sebetulnya yang sering kita duga dengan kuat bahwa politik akhirnya permainan image saja. Dan itu yang berbahaya karena standar utama menjadi seorang politisi adalah kejujuran dan kejujuran itu musti dipeganglah,” tuturnya.
Ucapan terima kasih yang benar menurut Rocky harus ada faktanya, misalnya minyak goreng sudah turun.
“Kalau mau terima kasih, ya harus ada faktanya. Lain kalau minyak goreng sudah turun, lalu Pak Kapolri mengucapkan kami berterima kasih karena rakyat mulai teduh, tidak akan ada lagi demo atau keresahan masyarakat karena Pak Jokowi sudah mengambil kebijakan rasional. Itu masuk akal,” katanya.
Jika demikian, tentu ada alasan kenapa berterima kasih. Bukan berterima kasih karena sudah membuka ekspor. Itu juga semacam pesan terselubung dari oligarki, sehingga orang menganggap polisi jadi humasnya oligarki.
“Jadi, kita musti membaca hati-hati seluruh keterangan dari pejabat negara karena rakyat cerdas untuk mulai menapis bahwa ini sekadar lips service, sekadar cari muka. Soal-soal ini yang mau kita pastikan bahwa semua pejabat harusnya ojo kesusu,” pungkasnya. (ida, sws)