Hanya Kecurangan yang Bisa Mengalahkan Anies
Tetapi bagi kelompok yang kehilangan nalar dan akal sehatnya ini, perbuatan ini tidak disebut sebagai curi start, melanggar aturan pemilu dan hal-lain yang menjadi aturan pemilu. Tuduhan itu hanya untuk Anies saja.
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis
ANIES Baswedan memang hanyalah mantan seorang pejabat Gubernur DKI Jakarta. Anies kini juga hanya rakyat biasa sebagaimana kebanyakan rakyat Indonesia yang lainnya.
Yang membedakan Anies dengan rakyat yang lainnya, Anies merupakan bakal calon presiden yang diusung oleh Partai Nasdem dan bahkan akan menyusul Partai Demokrat dan PKS yang tergabung dalam koalisi perubahan.
Mengapa Anies diusung oleh Partai Nasdem dan tinggal menunggu momentum oleh Partai Demokrat dan PKS? Tentu ini karena semangat idealisme Partai koalisi perubahan untuk memperbaiki Indonesia.
Lalu apa yang menyebabkan Indonesia harus diperbaiki? Tentu saja berangkat dari apa yang terjadi selama hampir 10 tahun ini dan apa yang dirasakan oleh masyarakat.
Selama hampir 10 tahun masa kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo yang terlihat merakyat, ternyata Jokowi sangat mudah dimanfaatkan oleh Oligarki. Negara berbisnis kepada rakyatnya, sehingga apa yang menjadi tugas negara sebagaimana amanah konstitusi tak berjalan, mendamaikan, mensejahterakan dan mempersatukan.
Situasi bangsa terasa sangat terbelah, diksi kadrun sebagaimana jargon yang seringkali dipakai oleh Partai Komunis Indonesia terhadap kelompok Islam menjadi diksi sehari hari yang bisa kita dengar dan baca.
Pengguna diksi kadrun tentulah mereka yang menumpang pada kekuasaan Jokowi, mereka seolah terlindungi, kebal hukum bahkan semakin merajalela menghinakan Islam sebagai agama dan kelompok mayoritas. Tidak ada lagi penghormatan dan empati.
Sehingga wajar saja sebagian kelompok Islam merasakan bahwa kekuasaan Jokowi tak berlaku adil. Ada suasana kebangsaan yang terkoyak.
Kelompok-kelompok Islam yang merasa diperlakukan tidak adil berupaya dengan baik menjalankan prosedur hukum sebagaimana yang diatur, tapi apalah yang terjadi, tak ada satupun para penghina Islam dan perusak demokrasi yang ditindak, apalagi dihukum.
Begitu juga dengan kelompok masyarakat lain yang merasa diperlakukan tidak adil dan bahkan dari kelompok-kelompok agama non muslim yang selama ini juga tidak mendapatkan perhatian, mereka merasa sebagai kelompok yang dipinggirkan, meski ketika pemilu mereka adalah para pemilih Jokowi, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh masyarakat Hindhu Tamil di Jakarta ketika dibangunkan Anies tempat ibadah untuk mereka.
Sebagai rakyat yang masih mempercayai pemerintahan, tentu kami percaya bahwa Jokowi hanya dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang selama ini mengelilingi Jokowi. Ada harapan di masa terakhir kepemimpinannya, Jokowi bisa menjalankan kembali apa yang menjadi janji politiknya dan tugasnya sebagaimana yang ada di dalam UUD 1945.
Tapi sayangnya, Jokowi kadang juga menikmati apa yang menjadi provokasi para oligarki dan relawan pengkhianat reformasi.
Kita doakan saja Jokowi kembali kepada konstitusi dan janji politiknya untuk menyejahterakan rakyat dan mewujudkan keadilan, sehingga berakhir dengan husnul-khatimah.
Menjelang pergantian kepemimpinan nasional 2024, tampaknya pertarungan antara kejujuran dan kecurangan terlihat begitu telanjang. Kontestasi kepemimpinan yang seharusnya menggembirakan dan berlangsung sehat, ternodai dengan perilaku-perilaku culas dan curang.
Sehingga terjadi suasana yang diciptakan mencekam dan berpotensi adanya kegaduhan. Sebagaimana yang disampaikan oleh mereka yang bisa disebut dan dikategorikan para teroris konstitusi dan pembajak konstitusi.
Ada upaya dari para teroris dan pembajak tersebut untuk menodai UUD 1945 dan peraturan lain tentang pemilu dengan gagasan Jokowi tiga periode, pemilu ditunda dengan alasan adanya pandemi dan potensi kegaduhan dan lain lain yang sejatinya adalah pembohongan.
Ada juga yang mengusulkan Jokowi bisa mencalonkan sebagai cawapres bagi capres tertentu, atau Jokowi diprovokasi untuk mengendorse capres tertentu.
Demokrasi dan pemilu 2024 terancam diwarnai oleh upaya-upaya kelompok tertentu untuk melakukan kecurangan demi bisa memenangkan kontestasi meski dilakukan dengan cara cara yang kotor dan curang.
Musuh penegakan demokrasi kita saat ini adalah kecurangan yang dilakukan oleh kekuatan tertentu untuk mempertahankan cengkramannya di dalam kekuasaan.
Jokowi harus diselamatkan dari upaya-upaya kelompok ini, atau kalau tidak, Jokowi akan dicatat dalam sejarah sebagai presiden yang haus kekuasaan dan menabrak konstitusi.
Munculnya nama Anies Baswedan menjadi sangat fonomenal. Meski tidak didukung oleh Istana dan oligarki, Anies seolah menjadi sosok yang bisa diharapkan mewujudkan apa yang menjadi kegelisahan masyarakat, hilangnya persatuan, bangsa terbelah, sirnanya ketidak-adilan bahkan kesejahteraan menjadi sesuatu yang hanya mimpi.
Negara lebih memberi hak istimewa kepada elit dan oligarki dibanding kepada rakyat kebanyakan. Negara pun mencari untung dengan berbisnis kepada rakyat.
Anies menjadi harapan baru dari sekian banyak calon presiden yang muncul dipermukaan.
Kemunculan Anies sebagai calon presiden apalagi kemudian Partai Nasdem dengan semangat restorasinya memperbaiki Indonesia, menjadikan Anies sebagai capresnya, membuat para penikmat kekuasaan menjadi blingsatan dan panik. Sehingga menimbulkan kecemasan.
Kecemasan-kecemasan itu terakumulasi dalam bentuk fitnah dan berita bohong berkaitan dengan Anies, tujuannya hanya satu, agar Anies gagal sebagai capres atau kalau toh Anies menjadi capres, rakyat ragu memilihnya.
Namun sayangnya rakyat Indonesia sudah cerdas, mereka tahu betul rekam jejak Anies selama memimpin Jakarta, Anies mampu memenuhi seluruh janji politiknya kepada rakyat Jakarta, berpihak kepada rakyat, mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Jakarta.
Dan, Anies menjadi pejabat yang tidak mau tunduk kepada kepentingan oligarki, ketika para oligarki itu ingin mencengkeram dan menghisap darah rakyat.
Anies tidak menolak oligarki bersama kekuasaan, yang ditolak Anies adalah oligarki yang akan memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Nama Anies yang dipilih oleh sebanyak 77 % rakyat Indonesia dari hasil pooling ILC, menunjukkan bahwa rakyat kita semakin cerdas dan semakin rindu hadirnya pemimpin yang adil dan mensejahterakan.
Tantangan Anies dan partai pengusungnya kelak bukanlah pada penerimaan masyarakat, tetapi lebih kepada kecurangan yang akan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif.
Aroma kecurangan sudah terasa dan tercium baunya. Tuduhan Anies telah melanggar aturan pemilu, mencuri start, Anies melanggar etika dan lain-lain yang bernada menjatuhkan, yang dilontarkan oleh elit politik, kelompok masyarakat dan oknum penyelenggara pemilu.
Tuduhan kepada Anies tidak disematkan kepada capres lain atau pejabat negara yang lain yang juga menjadi capres, meski di saat menjabat mereka keluyuran ke daerah-daerah lain yang tidak ada tupoksinya, bahkan lebih cenderung abai kepada tugasnya.
Tetapi bagi kelompok yang kehilangan nalar dan akal sehatnya ini, perbuatan ini tidak disebut sebagai curi start, melanggar aturan pemilu dan hal-lain yang menjadi aturan pemilu. Tuduhan itu hanya untuk Anies saja.
Anies dan pendukungnya, rakyat dan koalisi perubahan menghadapi ancaman kecurangan. Hanya kecurangan yang bisa mengalahkan Anies.
Dukungan kepada Anies di daerah-daerah seringkali tidak berkorelasi dengan hasil pemilu yang menjadi otoritas KPU.
Merujuk pada pemilu 2019, sudah saatnya rakyat Indonesia, ormas, LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan orsospol yang mencintai Indonesia bahu-membahu untuk menjadi bagian penegakan demokrasi yang sehat dan jurdil.
Saatnya kita semua tegak melawan kecurangan dan ketidak-adilan yang ada, agar kita bisa mendapatkan presiden yang adil dan menjalankan amanah konstitusi serta mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Surabaya, 19 Desember 2022. (*)