Hari Kebangkrutan Nasional

By Prof. Daniel Mohammad Rosyid PhD, M.RINA

Surabaya, FNN - Di samping hutang pemerintah dan swasta yang menggunung mencapai lebih dari Rp 10.000 Triliun pengangguran pemuda yang meningkat, indeks persepsi korupsi memburuk, indeks demokrasi menciut, sulit untuk menolak kecemasan bahwa bangsa ini sedang menuju ke kebangkrutan di hampir semua bidang. Kebangkitan Nasional justru menggaung sebagai Kebangkrutan Nasional. Para investor asing mulai meragukan masa depan investasinya di sini karena resiko politik yang tinggi dan mulai mengalihkannya negara lain.

Sebagai Republik, negara ini justru mengalami degradasi mengarah ke semacam imperium Romawi di bawah Kaisar Nero. Malpraktek administrasi publik menggerogoti Republik hingga ke akar-akarnya. Konstitusi diubah secara ugal-ugalan sejak Reformasi dan selama 5 tahun terakhir, hukum dibuat dan ditafsirkan bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan elite politik dan kartel korporasi.

Pemujaan pada investasi asing telah mewujud nyaris menjadi invasi asing dan perampasan lahan dan ruang kehidupan bagi warga negara di banyak tempat di seluruh pelosok negeri. Bersamaan dengan itu kedaulatan hilang menguap entah kemana. Tentara beserta Sapta Marganya sebagai bhayangkara negara lumpuh tak berdaya. Sementara itu polisi semakin jumawa menghadapi rakyat jelata miskin papa.

Sudah 70 tahun kemerdekaan Republik ini disandera oleh IMF untuk tunduk pada sistem keuangan ribawi, dan kini Republik harus tunduk dengan aturan WHO dalam menghadapi pandemisasi Covid-19 ini. Jika IMF menjarah kekayaan bangsa ini melalui riba dalam sistem keuangan Republik, kini WHO merampas kemerdekaan sipil atas nama kesehatan. Kerugian sosial-ekonomi-politik Republik ini melampaui semua imajinasi perencana pembangunan.

Pada saat ketimpangan pendapatan melebar, kesenjangan spasial memburuk, kita kini juga menyaksikan ancaman atas persatuan bangsa ini dengan munculnya diskriminasi gaya baru. Rezim beserta para pendukung fanatiknya mudah sekali mencap kelompok lain yg berbeda pendapat sebagai anti-Pancasila, anti-NKRI, radikal, bahkan teroris.

Kriminalisasi bahkan dilakukan atas para cendekiawan dan ulama kritis yang dengan berbagai rekayasa ditangkap dan dipenjarakan atas delik yang absurd dan mengada-ada.

Seratus tahun lebih silam Kebangkitan Nasional menjadi inspirasi bagi kebangkitan pemuda 1928 dan kemudian melahirkan proklamasi kemerdekaan 1945. Saat gelora membebaskan Palestina dari cengkraman Israel menyeruak di sepenjuru negeri, patut direnungkan bahwa belenggu nekolimik masih menjerat leher bangsa ini. Nasib bangsa ini bisa jadi lebih buruk dari bangsa Palestina yang masih bersatu melawan agresi Zionis, sementara kita malah berpecah belah melawan musuh nekolimik yang sama. Saya sungguh cemas apakah Republik ini masih akan ada dalam waktu dekat ini, atau dianeksasi oleh kekuatan asing yg leluhurnya dulu pernah dipusingkan oleh Raden Wijaya dan Diponegoro.

Penulis adalah Direktur Rosyid College of Arts, Gunung Anyar, Surabaya.

550

Related Post