Hasil Riset MKK Menjadi Syarat Pembuatan TV Digital Baru 2023
Denpasar, FNN - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio menyampaikan bahwa hasil riset minat kepentingan kenyamanan (MKK) publik akan menjadi syarat pembuatan televisi digital baru pada tahun 2023.
"Ini akan dikawal oleh Kementerian Kominfo dan KPI. Jadi nanti kalau televisi digital baru mau berdiri harus menyesuaikan dengan MKK yang dibuat KPI," kata Agung di Denpasar, Rabu.
Dalam Diseminasi Hasil Riset Minat Kepentingan Kenyamanan Publik yang digagas KPI Pusat bersama Universitas Negeri Gorontalo (UNG) itu, Agung menyatakan apabila televisi digital baru tidak mengikuti MKK maka tak akan dapat berdiri.
"Pertama kita lihat publik itu adalah penonton, kalau kita melihat demografi populasi dari BPS maka mayoritas penonton atau 52 persen dari populasi adalah kalangan muda generasi Z dan milenial. Oleh karenanya, tayangan-tayangan televisi harus mendekat pada mayoritas penonton yang dibuat indeksnya oleh profesor ataupun doktor dari berbagai universitas," ujarnya.
Agung menjelaskan bahwa riset MKK yang telah berlangsung selama satu tahun dan bekerja sama dengan Universitas Padjajaran, Universitas Negeri Gorontalo, dan Universitas Udayana itu berfungsi untuk mengetahui sejauh mana kenyamanan masyarakat dalam melihat televisi.
Selain itu juga bagaimana aspirasi masyarakat dirasa telah tersalurkan, sehingga dengan beralihnya televisi analog ke digital atau analog switch off (ASO) maka akan ada sisa frekuensi untuk membuat televisi digital baru yang konkrit untuk diterapkan secara merata.
Selain menggunakan indikator dalam MKK, KPI Pusat juga mengaku telah menciptakan aplikasi bernama Smile, di mana kedua panduan ini yang akan menjadi syarat dalam pembuatan televisi digital baru pada 2023.
"KPI juga melengkapi dengan aplikasi bernama Smile, nanti diintegrasikan antara Smile dan MKK. Ini merupakan panduan untuk masyarakat ketika ingin membuat televisi baru di era digital, dan ini berlaku juga untuk radio, ini adalah urgensi pentingnya membuat diseminasi MKK," ujar Agung.
Salah satu hasil riset yang diperoleh pihaknya adalah durasi masyarakat menonton televisi hanya selama 7 menit, kemudian ia berpikir bagaimana upaya agar pertelevisian mampu mengemas konten dalam waktu singkat namun dapat ditonton jutaan orang.
Agung melihat ini terjadi pada tayangan televisi yang mengambil konten dengan jumlah tayangan yang tinggi pada platform sosial media, sementara hak cipta bagi pembuat konten merupakan hal yang penting namun regulasinya masih diatur.
"YouTube itu kan medium, televisi juga medium, ini yang sedang diatur. Kalau kemudian konten itu hak cipta maka pembuat konten harus dihargai. Ke depan kami berharap bahwa televisi membuat konten sendiri," ujarnya.(sof/ANTARA)