HMI Untuk Perdamaian Islam (Bagian-1)
by Pramuhita Aditya
Jakarta FNN - Dahulu, para pendakwah dan penyiar Islam masuk ke nusantara yang hari ini Indonesia dengan membawa kedamaian. Selain menyiarkan ajaran yang diwahyukan kepada Muhammad Sallaahu Alaihi Wasallam, para penyiar ini juga mendidik dan mengajarkan ilmu-ilmu kehidupan kepada para pribumi. Yang sangat kita kenal selain daripada ilmu aqidah ada juga syariat dan akhlak.
Kenyataan ini mendorong peningkatan kualitas berpikir dan hidup ke jenjang yang lebih tinggi. Perlu kita apresiasi jasa kaum muslimin dalam membangun dunia serta bangsa dan negara Indonesia. Hari ini kita nikmati kemerdekaan dan hidup beranak-pinak di dalamnya. Bebas berekspresi dan membangun masa depan negara yang kita cintai ini.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam di Indonesia, patutlah menjadi ikon pembangunan Indonesia ke depan. Organisasi yang malang-melintang dalam perjuangan membangun Indonesia ini sedikit banyak memberikan kontribusi kepada perjalanan sejarah Indonesia masa kini dan masa yang akan datang.
Begitulah organisasi mahasiswa Islam ini bermetamorfosis dari zaman ke zaman. Selain untuk kepentingan bangsa dan negara, HMI juga harus mengikuti perkembangan zaman yang kekinian. Sehingga HMI menjadi organisasi yang survive dalam perkembangan zaman. Selalu ada pada setiap dinamika dan perubahan dinamuka kehidupan.
Organisasi HMI sudah saatnya membangun sistem kehidupan organisasi yang baik dan benar. Sehingga terwujudnya dinamika yang sehat. Hasilnya tercipta para kader yang cenderung kepada kebenaran (hanif). Maka yang pertama-tama adalah meninjau dan mengevaluasi kembali sistem keorganisasian yang dimulai dari perekrutan, pendidikan dan pelatihan hingga pengabdian.
Tawaran untuk pengembangan organisasi yang baik secara kultur maupun struktur adalah suatu langkah strategis untuk pengembangan dan peningkatan sepak terjang HMI di masa yang akan datang. Sebab kita menghadapi hiruk-pikuk perkembangan organisasi-organisasi secara umum di dunia dan secara khusus di Indonesia yang kian signifikan.
Jika kita perhatikan secara saksama saat ini, maka organisasi-organisasi tumbuh menjamur tak terkendali. Entah itu organisasi mahasiwa, organisasi masyarakat, organisasi profesi, organisasi buruh, organiasi usaha, organiasi pemuda, maupun organiasi pelajar dan lain-lain. Baik itu yang bersiafat stategis maupun taktis telah tersedia.
Lain halnya dengan tahun 1990-an, yang kita kenal hanyalah beberapa organisasi. Apalagi pada kalangan mahasiswa. HMI memiliki pamor yang cukup signifikan. Selain itu, HMI juga menawarkan bergam pengetahuan yang dapat digeluti selain daripada politik kemahasiswaan. Sehingga organisasi yang terkenal dengan warna hijau hitam ini menjadi pilihan utama para mahasiswa.
Belakangan banyak tumbuh organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra kampus, yang bertabuaran di dalam lingkungan akademis seperti jamu tumbuh di musim hujan. Tidak terkecuali juga organisasi-organisasi yang orientasinya meresahkan dan menyebarkan ketakutan, juga bebas aktif dan progresif dalam perekrutan, serta melakukan aktivitas organisasinya.
Tumbuhnya organisasi mahasiswa di kampus menjadi pilihan kalangan tertentu mengembangkan bakat, dan menyalurkan hobi yang disediakan dalam berorganiasi. Sehingga hal ini memicu carut-marutnya kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Kehidupan yang luhur dan penuh dengan budaya dan adat-istiadat yang beraneka ragam ini.
Kuncinya, jika kita akan membangun dan memperbaiki Indonesia, dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur, maka kita memperbaiki secara internal organisasi. Yang berkembang ke eksternal merupakan dampak daripada perbaikan internal organisasi. Karena inti perbaikan bisa dibangun melalui pribadi-pribadi, kolektif organisasi dan Negara.
Perdamaian Islam
Tatanan dunia yang bergerak dengan masif ke arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyuguhkan keterbukaan informasi yang bebas tanpa sekat kebangsaan atau kenegaraan. Kondisi perlu dicermati bahwa perkembangan dunia semakin jauh ke depan. Bahkan pada abad ke-21 ini seluruh negara-negara di dunia berlomba-lomba dengan pola dan gagasannya untuk menciptakan dominasi diantara sesamanya.
Upaya ini diperkirakan bakal menimbulkan gesekan yang cukup keras. Konflik masyarakat dunia pun tak bisa dihindari. Dinamika kehidupan mengajarkan kepada kita, jika para pemangku kepentingan besar berhadap-hadapan, maka yang berikutnya adalah konflik. Sejarah dunia telah menyajikan cerita kepada kita yang seperti itu.
Di sela-sala kehadiran Islam, terdapat dua kekuatan besar, yakni Romawi dan Persia. Begitu juga pada abad ke-15, dimana Portugis dan Spanyol membagi kekuasaan dunia. Hingga akhir perang dunia II, muncul dua kekuatan besar, yakni blok barat dan blok timur. Perkembangan hari ini dunia dikategorikan dengan predikat negara maju dan negara berkembang berdasarkan klasifikasinya.
Begitu pesatnya perkembangan dunia dan penyebaran ideologi, serta berbagai ajaran yang ikut mengeringinya. Begitu juga dengan ajaran Islam yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Interaksi antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran dan paham-paham yang lahir dari para filsuf atau pakar dalam ilmu pengetahuan sering mengalami benturan.
Benturan antara ajaran Islam dengan kaum filsuf ini mengakibatkan disharmoni dalam kehidupan. Apalagi konflik tersebut menyerempet masuk kedalam ranah politik hingga kekuasaan negara. Ujung-ujungnya perseteruan akan terjadi antar sesama.
Sejarah islam juga pernah mengalami masa kelam, up and down. Dimana pergantian kekuasaan sangat rentan dengan konflik. Banyaknya suku mengakibatkan eskalasi konflik yang semakin meningkat diantara mereka. Namun tidak sedikit harmonisasi agama, budaya dan ilmu pengetahuan yang berkembang selaras dalam lingkungan islam yang berpadu subur dengan umat-umat lain.
Lihat saja pada Joel L. Kraemer (2003 : 155) “Abu Zakariyya merupakan penganut Kristen Jacobis yang lahir di Tikrik, dimana tempat tersebut merupakan pusat cendekiawan. Tempat untuk diskusi-diskusi mengenai theologi dan filsafat sering diselenggarkan di Tikrit. Baik itu di kalangan internal kaum Kristen maupun antara kaum Kristen dengan kaum Muslim”.
Pada masa tersebut tolerasi Islam sangat tinggi terhadap beragam perbedaan. Artinya, Islam tidak pernah alergi dengan pluralitas dan perbedaan dalam masyarakat. Namun menurut keyakinan kaum muslimin bahwa perbedaan adalah sunnatullah dari sang maha pencipta. Jika diingkari, maka mendurhakai hukum-hukum dalam ajaran Islam.
Perbedaan menjadikan kita berpikir lebih jernih dan terbuka untuk menerima realitas yang dihadapi. Tak bisa dipungkiri sikap keyakinan mayoritas kaum beragama terkadang tumbuh bagaikan warna yang hanya hitam dan putih. Sehingga justifikasi yang terjadi pada suatu kelompok atau kejadian hanya benar dan salah yang ada. Tidak selain salah dan benar.
Sebagai agama yang mayoritas di Indonesia, Islam memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk dan membangun Indonesia. Hanya saja, benturan yang terjadi belakangan ini menyeret-menyeret ajaran Islam masuk terlalu jauh ke ranah politik praktis dan kekuasaan. Kenyataan ini mengakibatkan dikotomi pemahaman dan partisan menjadi berkepanjangan.
Bukannya hal ini menjadi salah di mata umat beragama atau ideologi lain yang saat ini berkembang. Namun terkadang fanatisme buta yang tumbuh secara berlebihan dari kelompok Islam tertentu yang mengakibatkan hubungan harmonis dalam lingkup pergaulan antar kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi tercerai berai. Ajaran islam dihadapkan dengan tantangan-tantangan perkembangan zaman yang sungguh signifikan ini membuat benturan yang tidak terhindarkan.
Benturan yang mengakibatkan gesekan terjadi di berbagai belahan dunia. Tidak dipungkiri bahwa kaum muslimin juga menjadi terpojok dan marjinal pada negara-negara tertentu. Pembunuhan, teror dan pengusiran secara besar-besaran pun terjadi sebagai dampak dari beberapa kejadian teror di dunia yang didalangi kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam.
Sejak abad 18 masehi, kekuatan Islam mengalami kemunduran dikarenakan ambisi perebuatan kekuasan yang mengakibatkan negeri-negeri Islam dan wilayah Timur Tengah dikuasai bangsa barat. Namun dalam waktu yang bersamaan bangsa-bangsa barat mencapai puncak kekuasaan dan kejayaan, hingga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi mutakhir.
Sejarah mencatat kejadian ini, salah satu penyebab terjadi keruntuhan Islam karena klaim kebenaran kelompok. Sebaliknya, balik menuduh kelompok yang lain salah sehingga konflik menjadi tak terelakkan. Pembangunan stigma negatif tentang Islam bukan saja datang dari orang-orang yang menjadi musuh, melainkan juga datang dari kelompok-kelompok internal islam sendiri.
Munculnya sitgma negatif tentang Islam ini diakibatkan karena panatisme yang berlebihan terhadap kelompok. Bukan patantisme kepada ajaran islam itu sendiri. Harusnya perbedaan dalam mazhab menjadi khasanah bagi umat Islam untuk selalu mengingat Allah Subhaanhu Wata’ala.
Konflik internal dalam kaum muslimin tidak begitu sengit dan berkepanjangan jika dibandingkan dengan konflik agama Islam dan negara saat ini. Tersiar di seantero penjuru dunia, bahwa Islam menjadi tandingan atas negara-negara dengan prinsip dan keyakinan terkait struktur negara yang berbeda dengan sistem tatanan negara domokrasi hari ini. Sehingga menjadikan Islam dikategorikan sebagai ajaran yang anti perbedaan, atau istilah terkini intoleran.
Samuel P. Huntington (1997:89) “demokrasi sangat jarang terdapat di negeri-negeri dimana mayoritas besar pendududknya beragama Islam, Budha atau Konfusius”. Artinya, semua negara-negara Islam sementara bertransformasi menuju sistem demokrasi. Sebagaimana agama kristen protestan dan katolik terdahulu. (bersambung).
Penulis adalah Bakal Calon Ketua Umum PB HMI Kongres XXXI Surabaya.