IDI Bingung, Statemen Presiden Beda dengan Realitanya

by Mochamad Toha

Surabaya, FNN - Presiden Joko Widodo menyatakan pandemi telah terkendali. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bilang, bingung. Jumlah kasus di Indonesia sudah 1 juta, kalau dibuat rasio dengan jumlah penduduk, kita ranking 4 di ASEAN.

Yakni: Singapura 1/100, Malaysia 1/165, Filipina 1/200, dan Indonesia 1/270. Sebanyak 65% kasus kita ada di Pulau Jawa. Kematian 2,8% (bukti ilmiah 2 - 3%). Harus diakui, penularan belum akan usai karena angka Ro masih > 1.

“Jika Ro sdh < 1 maka berangsur-angsur kasus baru akan menuju angka 0. Usaha mengobati dengan terapi antivirus, terapi steroid, terapi antibodi monoklonal, dan terapi plasma,” tulis Prof. Yuwono, pakar mikrobiologi Universitas Sriwijaya, Palembang.

Seperti dilansir Kompas.com, Rabu (27/1/2021), sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut, sepanjang 2020 dan memasuki 2021 Indonesia menghadapi berbagai cobaan yang sangat berat.

Salah satu ujian itu berupa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Namun, Jokowi mengklaim, Indonesia bisa mengendalikan dua krisis itu dengan baik.

“Kami bersyukur Indonesia termasuk negara yang bisa mengendalikan dua krisis tersebut dengan baik,” kata Jokowi dalam acara Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) Persekutuan Gereja-gereja (PGI) di Indonesia melalui tayangan YouTube Yakoma PGI.

Ucapan “bersyukur” tersebut langsung direspon Ketua IDI DKI Jakarta Slamet Budiarto yang mempertanyakan pernyataan Presiden Jokowi tersebut yang menyebut pemerintah berhasil mengendalikan pandemi virus corona Covid-19.

Slamet bingung parameter yang digunakan Jokowi saat menyebut pandemi terkendali. “Saya tidak paham Pak Jokowi menyatakan begitu. Mungkin dari sisi ekonomi, saya juga tidak tahu ekonomi seperti apa. Yang saya tahu dari sisi kesehatan,” katanya kepada Kompas.com.

Slamet juga menegaskan, dari sisi kesehatan, pandemi jelas tak terkendali. Parameter pertama bisa dilihat dari angka kematian yang tinggi. Sampai Selasa lalu, masih ada penambahan 336 pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

Penambahan itu membuat total pasien Covid-19 meninggal jadi 28.468. “Angka kematian di kita tertinggi nomor 1 di negara Asean, baik presentase maupun jumlah. Saya perkirakan ini sampai akhir tahun ada kematian 100.000 orang sampai Desember 2021,” kata Slamet.

Sementara itu, parameter kedua yang digunakan IDI adalah angka penularan kasus Covid-19. Sampai kemarin, ada penambahan 13.094 kasus baru. Penambahan tersebut membuat akumulasi kasus Covid-19 di Indonesia menembus satu juta kasus.

Wakil Ketua Umum IDI ini pun mengaku tidak paham parameter yang digunakan Presiden sehingga menyebut kasus Covid-19 terkendali. “Ya mungkin Presiden punya parameter lain. Kalau parameter kami di IDI angka kematian dan infeksi,” ujar Slamet.

Terlepas dari parameter yang digunakan, Slamet meminta pemerintah untuk fokus menangani pandemi dari sisi kesehatan agar korban bisa ditekan.

Slamet mengaku sudah mengusulkan pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar pasien Covid-19 gejala ringan bisa dirawat di rumah masing-masing dengan pengawasan dokter umum. “Satu dokter kan bisa memantau 10 orang. Nanti bisa diberi insentif,” katanya.

Dengan cara ini, maka rumah sakit tidak penuh. Ruang perawatan di rumah sakit bisa fokus digunakan untuk pasien gejala sedang dan berat. “Sekarang kan kematian meningkat karena RS overload,” ujar Slamet.

Seorang dokter mencatat, Indonesia kembali melaporkan penambahan kasus Covid-19 itu yang tertinggi sejak terjadinya pandemi Covid-19 di tanah air, yaitu 14.518 jiwa. Penambahan 14.518 kasus tersebut menjadikan total kasus Corona di Indonesia menjadi 1.066.313.

Berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah spesimen yang diperiksa sepanjang 24 jam terakhir mencapai 70.026. Dengan 74.985 orang dinyatakan suspek Covid-19.

Terjadi juga penambahan yang cukup banyak pada kasus harian sembuh dari Covid-19 yang mencapai 10.242. Sehingga totalnya menjadi 862.502 kasus. Penambahan pada kasus harian sebanyak itu membuat kasus aktif Covid-19 di Indonesia menjadi 174.083 atau 16,3 persen dari terkonfirmasi Virus Corona.

Virusnya juga mungkin sudah bermutasi seperti yang terjadi di Inggris dan Afrika Selatan. Jadi, lebih mudah menular dan menyebar sehingga terjadi lonjakan pada jumlah orang yang terinfeksi. Disamping adanya pengaruh perubahan iklim.

Pada musim penghujan suhu temperatur udara cenderung rendah/dingin sehingga virus bisa lebih survive! Pada musim hujan orang juga lebih sering berkumpul di ruangan tertutup jika dibanding di daerah terbuka untuk menghindari kehujanan.

Atau efek kekurangan vitamin D karena matahari kurang bersinar dengan terik akibat lebih sering mendung pada musim hujan. Atau karena daya tahan tubuh lebih rendah pada musim hujan di banding musim kemarau akibatnya orang lebih rentan mengalami sakit.

Varian Virus Corona baru penyebab Covid-19 dilaporkan telah muncul di berbagai penjuru dunia. Varian tersebut diklaim bersifat lebih mudah menular, sehingga sebagian pakar mengatakan kemungkinan butuh upaya ekstra untuk menekan laju penyebarannya.

Mantan Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS), Tom Frieden, menyarankan agar orang-orang memperbaiki kualitas masker yang biasa dipakai.

Kehadiran virus yang lebih mudah menular menekankan pentingnya kita segera memperbaiki strategi. “Bukan lebih banyak melakukan protokol kesehatan yang sama, tetapi melakukan protokol yang sama dengan lebih baik,” ujarnya, seperti dikutip dari Washington Post, Jumat (29/1/2021).

Ahli penyakit infeksius Anthony Fauci menyebut memakai dua lapis masker bisa jadi hal yang masuk akal untuk menambah efektivitasnya. Hanya saja diingatkan agar orang-orang memilih masker yang nyaman digunakan di tempat umum.

“Ini seperti tragedi-tragedi Covid kita yang sebelumnya. Kita belum memiliki jawaban yang pasti, secara konstan harus berupaya memadamkan masalah, dan berharap agar masyarakat bisa bertindak mandiri,” ujar Abraar Karan, dokter dari Brigham and Women's Hospital.

“Anda memang akan selalu membutuhkan masker yang lebih baik. Sejak dari awal kita butuh masker berkualitas yang baik,” pungkasnya, seperti dilansir Detik.com, Jumat (29 Jan 2021 10:25 WIB).

Kabar terbaru, kasus Covid-19 yang terus meningkat membuat Indonesia kini menjadi negara dengan kasus aktif tertinggi di Asia melampaui jumlah kasus aktif di India yang sebelumnya tertinggi.

Kasus aktif adalah jumlah orang yang masih dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Dari data Worldometer pada Minggu (31/1/2021), kasus aktif di Indonesia berjumlah 175.095 setelah bertambah 12.001 kasus baru pada hari ini.

Seperti dilansir CNNIndonesia.com, Minggu (31/01/2021 18:08 WIB), jumlah ini menjadi yang terbanyak di Asia dan ke-15 di dunia. Sedangkan total kasus Covid-19 keseluruhan di Indonesia mencapai 1.078.314.

Kasus aktif di Indonesia lebih tinggi dibandingkan India yang saat ini memiliki 169.654 kasus. Total kasus 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan Indonesia yakni tepatnya 10.747.091 kasus.

Negara dengan kasus aktif tertinggi lainnya di Asia adalah Iran dengan 150.949 kasus dari 1.411.731 kasus keseluruhan. Selanjutnya, Libanon memiliki 117.410 kasus aktif dengan total kasus 298.913.

Negara kelima di Asia dengan kasus aktif terbanyak adalah Turki yang saat ini memiliki 89.627 kasus aktif.

Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak Januari 2021. Angka peningkatan kasus baru dalam setiap hari kerap menembus angka 10 ribu, bahkan mencapai lebih dari 14 ribu kasus.

Jika memang demikian kenyataannya, dalam artian sebenarnya pandemi Covid-19 belum terkendali, sebaiknya Presiden Jokowi meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Di samping itu, sudah selayaknya pula Pemerintah mendengarkan para pakar kesehatan.

Hal itu dimaksudkan untuk lebih mengintensifkan protokol kesehatan dan mengedepankan penanganan pandemi yang manusiawi dan berkualitas, bukan hanya sekadar berwacana ini-itu untuk mengalihkan “kepanikan” dan kekurangmampuan.

Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

654

Related Post