Imam Besar Yang Jenaka
Inilah yang membuat banyak orang begitu rindu ingin segera bertemu dengan dzurriyah (keturunan) Baginda Nabi Muhammad SAW tersebut. Bahkan, rela menempuh perjalanan dari tempat yang jauh sekalipun.
Oleh: Sulung Nof, Penulis
BAGAIMANA cara kita menggambarkan sosok Imam Besar (IB) Habib Rizieq Syihab (HRS) biasanya dipengaruhi oleh sumber referensi yang kita peroleh, baik melalui media, cerita orang, maupun saat kita berinteraksi langsung dengan beliau.
Pemimpin spiritual yang menjadi ikon 212 itu kadung dianggap memiliki tipikal yang keras. Bahkan, media di Timur dan Barat menyebutnya sebagai pemimpin garis keras (hardline leader) atau ulama penghasut (firebrand cleric).
Ada istilah, “Tak kenal maka tak sayang” atau “Tak kenal maka ta'aruf” sepertinya cukup tepat untuk mengungkap realitas yang sebenarnya. Tulisan ini akan mengantarkan para Pembaca pada suatu pemahaman yang lebih fair.
Bayangkan jika nama, foto, dan video kita dilarang untuk dimuat di media sosial dengan dalih melanggar standar komunitas. Apakah itu adil? Bukankah hal itu melanggar HAM dan merampas hak asasi sebagai warga negara?
Dalam drakor kita saksikan, membuntuti orang merupakan pelanggaran hukum. Privasi warga negara sangat dijaga. Lalu bagaimana jika aktivitas kita sedang diintai? Dan, yang lebih menyedihkan lagi, orang dekat kita dihabisi?
Syukurlah, Imam Besar memiliki jiwa yang kuat sehingga mampu memikul beban yang demikian berat. Seorang ulama yang tak terbeli, pernah dibui hingga dua kali, bukan perkara yang mudah untuk dilalui, kecuali dengan sabar dan tawakkal.
Seandainya bisa membedah anatomi jalan pikiran beliau, barangkali kita bakal syok karena banyak beban yang beliau pikirkan untuk kebaikan dakwah dan umat ini. Saya lalu teringat QS At-Taubah: 128 tentang datuknya.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
Beliau memang tampak keras terhadap kezaliman dan kemaksiatan, namun sesungguhnya berlemah-lembut terhadap kebaikan. Bahkan, selalunya dalam mengisi ceramah diselipkan humor dan canda-tawa.
Contohnya saat Reuni 212, Imam Besar berikan sambutan cukup panjang. Akhirnya Habib Hanif berdiri di sampingnya untuk kasih kode. “Duduk,” pinta Imam Besar dengan senyum lembutnya sambil menepuk pundak.
“Untung pembawa acaranye mantu. Gak diizinin (lanjut sambutan), kite konciin pintu,” candanya. Dan, jama'ah pun tertawa. Pun, dalam kajian rutin, kejenakaan Imam Besar selalunya muncul untuk meringankan suasana.
Inilah yang membuat banyak orang begitu rindu ingin segera bertemu dengan dzurriyah (keturunan) Baginda Nabi Muhammad SAW tersebut. Bahkan, rela menempuh perjalanan dari tempat yang jauh sekalipun.
Alhamdulillah, usai 411 rombongan MMP (Mujahid Mujahidah Priangan) yang datang dari Bandung bisa bersilaturrahim dengan Imam Besar. Beliau sangat menghormati tamu. Kita dijamu dengan baik dan berinteraksi dalam jarak yang begitu dekat dan akrab.
Ibarat mimpi, salah seorang ibu mengatakan dengan begitu bahagianya, “Ternyata Habib aslinya lebih putih dan lucu. Ada gak ya boneka kayak Habib? Supaya bisa dipeluk.”
Bandung, 04122022. (*)