Indonesia Sedang Menuju Kapitalisme Negara
Jakarta, FNN – Direktur CELIOUS (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira berpendapat, Indonesia semakin terlihat ingin meniru kapitalisme negara. Padahal, kapitalisme itu sendiri tidak mau diintervensi oleh pemerintah.
“Konsepnya menju ke sana (kapitalisme negara). Di Indonesia, pemerintah jadi garda terdepan pelopor kaptalisme itu sendiri. Itu dapat memicu ketimpangan di mana-mna,” kata Bhima Yudhistira dalam webiner bertema, “Makna Kemerdekaan pada Saat Pandemi Covid-19,” yang ditayangkan FNN TV YouTube Channel.
Bhima menjelaskan, banyak negara fokus menangani pandemi. Akan tetapi, PCR kok harganya jauh lebih mahal. Dengan India lebih mahal Rp 500.000, padahal sama-sama impor.
Tidak masuk akal. Di mana masalahya? Karena kapitalisme negara mementingkan investasi di sektor kesehatan. Negara dapat untung dari bea masuk dan pajak. Sementara otomotif pajak besar. Dalam pandemi diberikan insentif otomotif.
Dalam kapitalisme negara, yang pertama diselamatkan adalah mereka yang melakukan lobi dan yang tidak berkontribusi . Setahun kehilangan Rp 220 triliun lebih dari insentif pajak. Tidak jelas, apakah setelah terima insentif, pengusaha tidak melakukan PHK.
Bima mempertanyakan apa yang perlu kita dirayakan di HUT ke-76 RI. Lihat beberapa pekembangan. Bagaiman dulu pejuang melakukan perlawanan terhadap monopoli rempah-rempah.
Sejarah tidak berulang persis sama. Polanya bisa berulang, hampir sama sekarang Mereka yang dulu menguasai rempah-rempah adalah VOC. Sekarang pola hampir sama terjadi, karena yang menguasai ekonomi adalah mereka yang main di sektor komoditas batubara dan sawit.
Penguasaan ekonomi seperti itu menyebabkan ketimpangan semakin parah pada masa pandemi sekarang. “Apa yang mau dirayakan. Jumlah orang miskin 27, 5 juta. Orang kaya naik 65.00 selama pandemi. Satu hal yang ironi. Jumlah orang miskin bertambah banyak, orang kaya juga bertambah. “Tingkat ketimpangan melebar,” kata Bhima dalam diskusi yang dikemas dalam, “Indonesia Journalist Forum.”
Sekarang, katanya, gini rasionya 0,38. Ketimpangan sektor pemilik lahan lebih mengkhawatirkan lagi, 0,6 lebih. Lebih tiggi dari ketimpangan rasio pengeluaran penduduk. Pengangguran 8,75 juta orang. Lebih mengkawatirkan generasi saya, generasi anak milenial atau generasi Z.
Sebelum pandemi, pengangguran usia muda 13,4 persen, lebih tinggi dari Timor Leste. Hadiah paling indah di 2021, Indonesia turun kelas dari negara berpendapatan menengah ke atas. Itu hanya satu tahun, karena 2021 turun lagi mejadi negara pendapatan menengah ke bawah.
Ia menyoroti utang luar negeri Indonesia yang terus menggunung. Setiap penduduk harus menanggung utang pemerintah Rp 24 juta. Sebab, total utang sekarang sudah Rp 6.500 triliun.
“Saya berimajinasi bagaimana merayakan HUT ke 80 RI. Tidak usah jauh HUT ke-100 tahun 2045. Jika tiap tahun utang bertambah Rp 1.000 triliun, maka pada HUT ke-80 RI total utang menjadi Rp 10.500 triliun. Bisa Rp 27 sampai 28 juta per kapita . Bayi yang baru lahir...perhitungan sederhana. Total utang dibagi jumlah penduduk,” katanya dalam webiner yang dipandu Pemimpin Redaksi FNN, Mangarahon Dongoran (Bung Rahon).
Setiap penduduk menanggung utang. Anak-anak muda menanggung utang pemerintah. Sebab, utang itu mempunyai konsekwensi terhadap penerimaan pajak. Sekarang di mana mau tingkatkan pajak, kecuali berburu di kebun binatang, alias berburu di dalam negeri.
Karena tax amnesty atau pengampunan pajak gagal. Konseksi utang banyak. Pemerintah hati-hati tentang utang. VOC bangkrut karena korupsi dan utang. Banyak korperasi bangkrut karena gagal bayar utang.
Jangan melihat utang baik-baik saja. Catatan gelap tentang utang harus dilihat. Banyak negara gagal membayar utang. Misalnya, Argentina.
Bhima yang pengamat ekonomi berusia muda mengatakan, kini kesempatan bagi generasi muda melakukan reformasi, baik di bidang hukum, ekonomi dan lainnya. Yang penting, ketika perubahan dilakukan bersama, saya optimis dapat diperbaiki. (MD).