Ini Dia Penyebab Panas Dingin Hubungan Jokowi dengan Megawati
Jakarta, FNN – Panasnya hubungan pemilik partai, Megawati Sukarnoputri dengan petugas partai, Joko Widodo mencapai klimaks dengan tersebarnya video pertemuan keduanya di istana negara. Jika ditelusuri ke belakang retaknya hubungan mereka terjadi sejak 2019 lalu. Benarkah mereka telah berdamai?
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari analisis wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Rabu 08 Juni 2022.
Hubungan ibu Megawati, Ketua Umum PDIP dengan Presiden Joko Widodo yang disebut dan diposisikan sebagai petugas partai, kalau kita membaca yang tersirat maupun yang tersurat, jelas sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi untuk menyebut hubungan mereka sudah pecah kongsi, saya kira juga tidak tepat dan terlalu berlebihan. Yang tepat barangkali kalau kita menggunakan kata panas-dingin, kadang-kadang panas kadang-kadang dingin.
Ada video yang viral yang bisa menjelaskan keduanya. Video ini diambil dari YouTube resmi Sekretariat Presiden, durasinya tidak terlalu panjang hanya 32 detik saja.
Kelihatannya, video ini diambil di ruang transit sebelum Ibu Megawati mengikuti pelantikan sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Ibu Mega dilantik kembali sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP.
Setelah berbincang-bincang sebentar atau tepatnya basa-basi ternyata Megawati kemudian berjalan ke ruang tengah Istana Merdeka tempat acara pelantikan berlangsung. Megawati terlihat didampingi oleh mantan Wakil Presiden Try Soetisno yang menjadi Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP. Ada juga Menteri Sekretariat Kabinet yang juga kader PDIP Pramono Anung, selanjutnya berlangsung acara pelantikan.
Tidak ada penjelasan apa yang dibicarakan oleh Megawati dan Presiden Jokowi. Kelihatannya video ini memang sengaja dipublikasikan oleh Sekretariat Istana untuk menyampaikan pesan sekaligus membantah rumors bahwa hubungan kedua figur ini sedang tidak baik-baik saja. Buktinya mereka bertemu dan berjalan bersama dan yang paling penting Ibu Mega dilantik kembali sebagai Dewan Pengarah BPIP.
Rumors hubungan keduanya menegang ini sebenarnya sudah berhembus cukup lama. Tetapi memang masyarakat tidak pernah mendengar sepatah kata pun ada ucapan dari Ibu Megawati apalagi Pak Jokowi. Kita hanya bisa membaca isyarat dan bahasa tubuh dari keduanya.
Yang tersirat, kita bisa membaca bahwa keduanya sudah tidak lagi bersama dalam momen-momen penting, bahkan momen-momen super penting.
Yang tersurat, kita bisa baca dari pernyataan para petinggi PDIP dan politisi PDIP yang saling serang dengan Ganjar Pranowo. Dari petinggi PDIP, yakni Sekjen DPP PDIP Hasto Kristianto misalnya dalam soal penolakan PDIP untuk mengubah masa jabatam Presiden Jokowi dari 2 periode menjadi 3 periode. Berkali-kali kita bisa membaca statemen Hasto Kristianto yang mengatasnamakan Ibu Megawati bahwa PDIP tegas menolak wacana itu. Dan ini kemudian berlanjut dengan silang sengkarut, yakni wacana soal penundaan Pemilu dan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi.
Sementara sekarang ini yang sedang panas-panasnya adalah dugaan kuat bahwa Jokowi itu akan mengajukan Ganjar sebagai Capres penggantinya. Padahal, Ibu Megawati jelas menyiapkan putrinya Puan Maharani sebagai subsesornya.
Soal Ganjar ini yang sangat keras berbicara adalah politisi PDIP Trimedya Panjaitan. Ini dia sudah tidak lagi di struktur DPP PDIP. Sementara sebelumnya yang bermain dan mengeluarkan pernyataan keras adalah Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP Bambang Wuryantoro atau Bambang Pacul yang juga merangkap sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Tengah.
Dari Bambang Pacul inilah kemudian muncul istilah barisan banteng versi barisan celeng. Barisan celeng itu mengacu pada pendukung Ganjar yakni kader PDIP yang dianggap tidak disiplin.
Mereka ini terlibat dalam berbagai deklarasi mendukung Ganjar. Padahal dengan tegas dinyatakan oleh Bambang Pacul untuk urusan pencapresan itu menjadi hak perogatif dari ibu Megawati. Karena itu ketika mereka masih terus melakukan deklarasi-deklarasi menentang keputusan DPP PDIP, mereka dianggap sebagai barisan celeng.
Anda semua paham yang dimaksud dengan celeng adalah babi hutan yang tukang seruduk sana seruduk sini.
Soal Pilpres 2024 ini juga tampaknya menjadi pemicu ketegangan antara Jokowi dengan ibu Megawati. Bersimpang jalan ini antar Ketua Umum Partai dengan Petugas Partai ini bermula ketika muncul gerakan menjadikan Jokowi sebagai Presiden untuk periode yang ketiga.
Usulan ini muncil setelah Jokowi dilantik menjadi Presiden, setelah dia memenangkan kontestasi yang sengit dua kalinya dengan rivalnya Prabowo Sugianto. Tadinya banyak yang menduga gerakan ini tanpa restu Jokowi. Apalagi setelah Jokowi pada tanggal 02 Desember 2019 dengan tegas menyatakan menolak wacana tersebut.
Anda pasti masih ingat dengan ucapan Presiden Jokowi ketika itu. Dia ngobrol santai dengan para wartawan di Istana dan ketika ditanya soal itu, Jokowi mengatakan ada 3 kemungkinan mereka yang mengusulkan dia menjadi Presiden 3 periode. Ingin menampar muka dia, ingin menjerumuskan dia atau mencari muka pada Jokowi.
Namun ternyata makin ke sini, kita mulai melihat ada tanda-tanda presiden Jokowi itu mulai menyukai ide orang-orang Jokowi itu yang ingin menampar mukanya.
Operasi politik untuk menjadikan Jokowi Periode ke 3 itu makin gencar. Di berbagai daerah mulai muncul beberapa deklarasi yang kalau kita kenal pada masa Orde Baru itu dengan istilah kebulatan tekad. Kalau kali ini berbeda, ada yang menyebut tegak lurus pada Presiden Jokowi, ada yang menyebutnya pokoknya tahun 2024 ndherek Pak Jokowi atau tetap setia pada Pak Jokowi. Itu basa-basa politik yang dikemas dalam deklarasi 3 periode.
Sebagai upaya membendung gerakan ini, PDIP bersama partai-partai pengusung pemerintah seperti Nasdem, PPP dan Gerindra itu menutup pintu amandemen dengan cara menarik diri dari pembahasan PPHN (pokok-pokok haluan negara) di MPR. PPHN ini adalah usulan dari PDIP dan menjadi konsen dari Ibu Megawati.
Jadi, ibu Megawati menginginkan Presiden itu ke depan walaupun sekarang sistemnya Presidential, tapi tetap saja punya PPHN yang menjadi pedoman seorang Presiden untuk menjalankan garis-garis besar haluan negara.
Gagal dengan amandemen memperpanjang masa jabatan, para pendukung Presiden Jokowi yang dikomandoi oleh Menko Marinves Luhut Panjaitan, mengubah polanya. Kita sama-sama tahu melalui Menteri Investasi Bahlil Lahadahlia muncul wacana menunda Pemilu dan memperpanjang masa jabatan Jokowi. Dia berkilah itu aspirasi dari dunia usaha, alasannya untuk menciptakan situasi yang kondusif pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Operasi politik makin konkret ketika Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto diikuti oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengungkapkan penundaan pemilu.
PDIP bersama Nasdem, PPP, dan Gerindra kembali menolak wacana tersebut. Tentu plus partai-partai oposisi seperti PKS dan Demokrat. Dari situ kita bisa menangkap ada ketegangan hubungan antara ibu Megawati dengan Jokowi yang kian meningkat. Tanda-tandanya kita bisa meliat pada Lebaran lalu, Presiden Jokowi memilih merayakan Idul Fitri di Jogjakarta bukan di Solo. Di istana Jogjakarta atau kita kenal Gedung Agung dan kemudian dia berlebaran bersilaturahmi dengan Sultan Hamengkubuwono X, bukan sowan ke rumah Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta seperti biasanya.
Jokowi kemudian meneruskan liburannya bersama keluarga ke Bali, baru Lebaran hari ke 6 baru Jokowi bertandang ke rumah Megawati.
Ketegangan hubungan ini juga bisa kita baca ketika Megawati dan keluarga tidak hadir dalam pernikahan adik Presiden Jokowi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman yang digelar di Solo 26 Mei 2022.
Sebelum peristiwa itu terjadi pada tanggal 21 Mei Presiden Jokowi itu bertemu dengan relawannya yaitu Projo (Pro Jokowi) di Kawasan Candi Borobudur yang sedang menyelenggarakan Rakernas. Pada waktu itu muncul statemen yang terkenal dari Jokowi untuk siapa yang ditunjuk menjadi Calon Presiden itu “Ojo Kesusu” dan dia memberikan isyarat bahwa kemungkinan besar hadir di ruangan itu. Dan pada waktu itu ada Ganjar Pranowo.
Tapi bukan itu sebenarnya pointnya. Pointnya di situ kelihatan sekali bahwa Jokowi itu sudah seolah dia melupakan statusnya sebagai petugas partai, karena dia yang akan menentukan siapa yang menjadi Calon Presiden. Padahal, keputusan DPP PDIP siapa yang menjadi Presiden adalah hak preodatif dari Ibu Megawati.
Pada tanggal 31 Mei 2022 ketika Megawati hadir dalam peresmian Smart Kampus Sekolah Tinggi Intelijen Negara milik Badan Intelijen Negara yang diberi nama Kampus Doktor Insinyur Soekarno, itu giliran Jokowi tidak hadir.
Puncaknya sangat mencolok, Megawati baik sebagai Ketua DPP PDIP maupun putri Bung Karno, tidak hadir dalam perayaan hari lahirnya Pancasila di Pulau Ende, Nusa Tenggara Timur. Megawati lebih memilih hadir sebagai pembicara di sebuah acara Webinar yang diselenggarakan para rektor Perguruan Tinggi.
Mega mengetahui bahwa ada anggota DPP PDIP yang sudah hadir mewakilinya, jadi bagi-bagi tugas jangan menyalahkan wartawan yang suka iseng menanyakan hal itu.
Alasan Megawati tampaknya hanya dalih saja, sebab Hari Lahir Pancasila secara resmi dilakukan di Pulau Ende, NTB tempat Bung Karno pernah dibuang di sana. Itu jelas momentum historis yang luar biasa penting bagi Megawati dan keluarga besar Bung Karno.
Di tempat inilah di bawah pohon Sukun, Bung Karno disebut-sebut mendapat ilham dan kemudian merusmuskan dasar negara yang sekarang kita kenal Pancasila.
Sekarang ini Bu Mega kembali lagi ke Istana kemudian bertemu dengan Presiden Jokowi, apakah ini sebagai tanda adanya penurunan tensi ketegangan hubungan keduanya atau karena alasan seremonial kepantasan, kepatutan karena kalau sampai tidak hadir kali ini juga, akan menimbulkan spekulasi yang luar biasa sehingga Megawati mau tidak mau harus hadir.
Atau memang betul-betul sekarang ini sudah mulai mencair ada semacam saling paham ini baru bisa kita baca beberapa hari mendatang dari pernyataan-pernyataan para politisi PDIP. Tapi satu hal yang bisa kita pastikan, sampai saat ini kelihatannya ide memperpanjang masa jabatan Jokowi itu belum juga padam.
Benar Jokowi sudah mempersiapkan skoci penyelamat menyiapkan Ganjar sebagai subsesornya. Inilah yang kemudian memperpanjang ketegangan antara ibu Megawati dengan Jokowi masih terus berlanjut. (sof, sws)