Isu Rusia-Ukraina di G20 Jadi Ujian Perekonomian RI
Jakarta, FNN - Isu konflik Rusia dan Ukraina yang semakin terasa di penyelenggaraan G20 saat Indonesia menjabat sebagai Presidensi pada 2022 ini dinilai dapat menjadi batu ujian untuk kondisi perekonomian RI ke depan.
"Isu agresi militer Rusia ke Ukraina ini menjadi batu uji atas kepemimpinan Indonesia dalam G20, jika Indonesia bisa melalui ini dengan baik dampaknya akan luar biasa bagi reputasi maupun perekonomian Indonesia," kata Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) dan Co-Chair C20 Indonesia (mitra resmi G20 dari organisasi masyarakat sipil) Aryanto Nugroho kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Aryanto mafhum bahwa isu agresi militer Rusia ke Ukraina sedikit banyak dipastikan akan berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan kawasan.
Namun demikian, lanjutnya krisis kemanusiaan harus menjadi perhatian yang terutama dan di atas kepentingan lainnya.
"Ini sejalan dengan politik luar negeri bebas aktif Indonesia. Itulah mengapa C20 juga mendesak anggota G20 untuk berperan aktif menghentikan agresi militer Rusia ke Ukraina," katanya.
Ia juga mengemukakan bahwa sejauh ini dalam mengikuti perkembangan pembahasan di sejumlah kelompok kerja G20, sejumlah isu dan prioritas tetap dibahas sesuai jadwal dan cukup mendapatkan atensi.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan Presidensi G20 Indonesia akan selalu menjaga dialog antara negara anggota.
"Karena, sekali lagi, G20 dibangun di atas konsensus, dan semaksimal mungkin untuk mencapai konsensus tentang isu-isu yang sangat penting bagi ekonomi global, stabilitas, dan kemakmuran," kata Febrio dalam CSIS Global Dialogue 2022, Kamis (28/4).
Presidensi G20 Indonesia menyelenggarakan lusinan konsultasi dengan negara anggota untuk menemukan pendekatan terbaik dalam menavigasi dampak perang di Ukraina, sambil tetap berfokus melakukan pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19.
Febrio mengatakan perang di Ukraina membuat pemulihan ekonomi global berpotensi melambat dan menjadi lebih kompleks untuk dilakukan.
Perang juga telah meningkatkan inflasi di banyak negara sehingga bank sentral perlu mengambil tindakan untuk memastikan harga komoditas tetap stabil.
"Bank sentral juga perlu tetap berkomitmen untuk melakukan komunikasi yang jelas dengan satu sama lain tentang sikap kebijakan mereka," katanya. (mth/Antara)