Jaksa Pinangki, Lincahnya Melampaui Laki-Laki

IMPIAN Pinangki Sirna Malasari untuk mendapatkan vonis ringan, sirna sudah. Ia justru diganjar 10 tahun penjara, denda 500 juta subsidair 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 10 Februari 2021 lalu. Dua setengah kali lebih besar dari tuntutan jaksa yang cuma menuntut 4 tahun penjara. Pun demikian, vonis tersebut masih dianggap terlalu ringan. Pinangki seharusnya dipenjara hukuman seumur hidup seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.

Pinangki agaknya sosok yang gesit, tangguh, dan pantang menyerah. Berbeda dengan perempuan pada umumnya. Ia lahir di Jogjakarta, 21 April 1981. Tanggal kelahirannya yang sama dengan RA Kartini, tampaknya mengilhami sepak terjangnya untuk keluar dari kegelapan. Jejak langkahnya ingin sejajar dengan laki-laki sebagaimana RA Kartini dulu terus menggelora. Hanya saja Pinangki salah langkah, sehingga bukan menjadi pahlawan wanita, tetapi justru menjadi makelar kasus yang berlabuh di balik jeruji.

Kegesitan Pinangki terlihat sejak kuliah di Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Begitu lulus ia langsung bekerja di Kejaksaan Agung pada tahun 2005. Tak puas hanya berbekal S1, ia pun kerja sambil kuliah S2. Kampusnya ia pilih yang lebih bergengsi dan berbobot, Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang ia selesaikan dalam dua tahun. Belum puas, ia kemudian melanjutkan studi S3 ke Universitas Padjadjaran, Bandung. Singkat cerita Pinangki sukses meniti karier sebagai jaksa di Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Profilnya yang lincah, supel, dan cantik membuat ia mudah menjalin komunikasi di seputar lembaga peradilan.

Petualangan Pinangki berakhir ketika ia menekuni makelar kasus Djoko Soegiarto Tjandra alias Tjan Kok Hui yang buron belasan tahun karena menilep duit Bank Bali Rp 940 miliar. Ia dijanjikan Tjan Kok Hui uang USD 1 juta atau sekitar Rp14 M. Duit suap itu diberikan agar Pinangki mengurus fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Tjan Kok Hui berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Alhasil Tjan Kok Hui tidak perlu menjalani hukuman saat tiba ke Indonesia.

Baru separoh uang yang dijanjikan Tjan Kok Hui diterima, Pinangki keburu tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia digelandang ke rumah tahanan dan kemudian diadili.

Pengadilan mengungkap penghasilan Pinangki tak sebanding dengan besarnya harta yang dimilikinya. Gaji bulanan Pinangki sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejagung sebesar Rp 18.921.750. Sedangkan gaji suaminya, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf, yang merupakan aparat penegak hukum, sekitar Rp 11 juta per bulan. Sementara pengeluaran Pinangki mencapai Rp 70 juta setiap bulan.

Selama kurun 2019-2020, Pinangki tidak memiliki penghasilan tambahan resmi dan tidak memiliki penghasilan dari sumber lain. Jika penghasilan Pinangki dan suaminya digabung, tak akan mampu memenuhi kebutuhan pribadi Pinangki yang glamour.

Tercatat, Pinangki selama tahun 2019 melakukan perjalanan ke luar negeri dengan pesawat first class sebanyak 11 kali. Hanya dua kali yang diizinkan kantor, sisanya tentu saja mangkir. Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea geleng-geleng kepala ketika ia tahu selama 14 tahun berturut-turut Pinangki merayakan hari spesial di restoran berbintang 3 di New York, Perseny.

Pengadilan menemukan Pinangki menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari Tjan Kok Hui korupsi itu dengan cara menukarkan uang USD 337.600 atau senilai Rp 4,7 miliar di money changer. Pinangki juga meminta suaminya, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf, menukarkan mata uang USD 10 ribu atau senilai Rp 147,1 juta. Nilai total keseluruhan penukaran mata uang yang dilakukan Pinangki pada periode 27 November 2019 sampai dengan 7 Juli 2020 adalah sebesar USD 337.600 atau Rp 4.753.829.000.

Uang tersebut dibelanjakan sejumlah barang untuk menutupi hasil korupsinya. Pada kurun waktu itu Pinangki secara radikal, masif, dan terencana membelanjakan uangnya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 senilai Rp 1,7 miliar, sewa apartemen Trump International di Amerika Serikat sebesar Rp 412,7 juta, pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat yang bernama dokter Adam R Kohler sebesar Rp 419,4 juta, pembayaran dokter home care atas nama dr Olivia Santoso untuk perawatan kesehatan dan kecantikan serta rapid test sebesar Rp 176,8 juta.

Pinangki juga melakukan pembayaran kartu kredit di berbagai bank berturut-turut, Rp 467 juta, Rp 185 juta, Rp 483,5 juta, Rp 950 juta. Ia juga melakukan pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature sebesar USD 68.900 atau setara Rp 940,2 juta dan pembayaran sewa apartemen Darmawangsa Essence senilai USD 38.400 atau setara Rp 525,2 juta.

Jumlah keseluruhan uang yang digunakan oleh Pinangki sebesar USD 444.900 atau setara Rp 6.219.380.900 dengan tujuan untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

Sebelum kasus Tjan Kok Hui mencuat, Pinangki juga pernah terlibat makelar kasus kepengurusan grasi mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Annas merupakan terpidana kasus korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau yang pernah mendapat grasi dari Presiden Jokowi pada September 2019. Grasi itu membuat masa hukuman Annas berkurang satu tahun. Ia kini telah bebas sejak 21 September 2020.

Saat SMA, Pinangki pernah terjerat kasus narkoba. Memasuki masa kuliah, Pinangki menjadi pelakor alias perebut laki orang. Media massa ramai memberitakan bahwa Pinangki merebut suami dari Indri, bernama Djoko Budiharjo, Kepala Kejaksaan Tinggi di Pekanbaru Riau. Djoko menjalin asmara dengan Pinangki saat kuliah di Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Kepada istrinya, Djoko mengakui Pinangki sebagai anak temannya yang membutuhkan biaya kuliah. Kepada rekan-rekannya di kantor, Djoko mengakui Pinangki sebagai keponakan.

Belakangan Indri mengetahui kalau Pinangki telah menikah siri dengan suaminya, hingga Indri pernah melabrak Pinangki di rumahnya yang dibelikan Djoko Budiharjo.

Saat dilabrak, Pinangki bilang bahwa dirinya rela menjadi istri kedua Djoko karena butuh biaya kuliah.

Indri sendiri kemudian pulang ke rumah orangtuanya di Lampung setelah Djoko menikahi Pinangki hingga dirinya memutuskan bercerai.

Indri hanya bisa mengelus dada sambil mengatakan ,"becik ketitik, olo ketoro". Dan apa yang dikatakan Indri beberapa tahun yang lalu, hari ini menimpa Pinangki.

Djoko sudah meninggal dunia. Dari almarhum, Pinangki mendapat banyak warisan. Status inilah yang dijadikan alibi Pinangki bahwa hartanya bukan dari korupsi tetapi merupakan pembagian gono-gini dari mendiang suami terdahulu. Namun hakim punya penilaian sendiri. Pinangki berkilah dan berbelit-belit yang justru memberatkan posisinya. Hal lain yang memberatkan adalah bahwa ia seorang ASN yang seharusnya menjadi teladan baik. Ia justru berkhianat sebagai abdi negara.

Pinangki adalah seorang Jaksa di Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang seharusnya merupakan negarawan sejati dan steril dari perbuatan tindak pidana korupsi.

Langkah korupsi Pinangki memang terhenti. Tetapi ia masih beruntung tidak dipecat dari ASN. Ia hanya dicopot dari jabatannya. Padahal seharusnya ia dipenjara seumur hidup, dimiskinkan, dan dipecat dengan tidak hormat, sebab sebagai jaksa ia telah memperjualbelikan jabatannya. Di samping melanggar sumpah jabatan, ia juga telah mencoreng lembaga Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Sebagai pengawal utama keadilan yang merupakan fundamental dan higher law sistem peradilan, Pinangki seharusnya mengharamkan setiap usaha siapa pun yang ingin menodai asas-asas hukum di Indonesia.

Ibarat peribahasa "Pagar makan tanaman" yang berarti seorang pelindung yang malah memanfaatkan orang yang dilindunginya untuk memuaskan hasrat pribadinya. Ibarat tukang parkir, Pinangki malah membawa kabur motor di parkiran yang dijaganya.

Kasus Tjan Kok Hui jangan hanya berhenti pada Pinangki semata. KPK harus meringkus semua yang terlibat dalam makelar kasus ini, termasuk King Maker yang diungkap Pinangki di sidang pengadilan. (SWS).

875

Related Post