Jangan Kecelik Lagi, Kata Cak Nun...! (1)

Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA & Global, City Council 2002 & 2008

Karena dalam prinsip-prinsip demokrasi, yang ada hanyalah kedaulatan rakyat, tidak ada satupun dari 11 prinsip demokrasi yang memberikan dan menyebutkan kedaulatan partai politik!

Oleh: Chris Komari, Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA) USA & Global, City Council 2002 & 2008

JANGAN 76 ngimpi, Capres yang diusung oleh partai politik itu akan berbuat yang significant terhadap kepentingan rakyat di atas kepentingan partai politik dan oligarchs?

Apapun hebatnya seorang Capres, ketika sudah diikat janji politik (kontrak politik) oleh partai pengusung dan Konglomerat oligarchs yang mengeluarkan dana untuk membiayai Pilpres, tidak mungkin Capres itu akan melawan kepentingan partai pengusung dan oligarchs di atas kepentingan rakyat.

That is almost impossible and wishful thinking.

Karena itu, rakyat Indonesia yang harus lebih pinter dari Capres, lebih pinter dari petinggi partai politik dan oligarchs, untuk tidak mendukung Capres dengan gratis.

Semua Capres itu harus ditodong, diikat dengan janji politik dan kontrak sosial dengan rakyat secara tertulis.

Ada 5 perubahan yang harus terjadi di Indonesia untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dari tangan jahil petinggi partai politik.

Dalam sistem pemerintahan demokrasi yang baik dan benar (true and full democracy), konsep dasarnya adalah "kedaulatan rakyat" (sovereignty of the people atau popular sovereignty), bukan kedaulatan pemerintah!

Artinya, Pemerintahan itu ada untuk "melayani" rakyat, dan rakyat itu ada "tidak" untuk melayani pemerintah.

Itu harus benar-benar ada implementation-nya dalam pemerintahan secara nyata, bukan hanya lip service dan hoax.

Kedua, dari 11 prinsip-prinsip demokrasi, tidak ada satupun dari 11 prinsip demokrasi itu yang memberikan atau menyebutkan kedaulatan partai politik. Tidak ada sama sekali.

Bila sekarang di tanah air Indonesia, partai politik sangat berkuasa bahkan lebih di atas kedaulatan rakyat, itulah yang harus kalian sadari, harus dibongkar dan diperbaiki dengan mengembalikan kedaulatan tertinggi dari tangan partai politik kepada rakyat.

Anomaly demo-krasi yang sudah berubah menjadi partai-krasi itulah yang harus menjadi fokus dan prioritas nomer #1 bagi seluruh anggota masyarakat di Indonesia.

Prioritas kalian bukan Capres, bukan Pilkada dan bukan Pileg, tetapi merebut kembali kedaulatan rakyat yang sudah dikudeta, dimanipulasi dan diambil alih oleh partai politik.

Karena itu, seluruh elemen masyarakat Indonesia perlu menuntut janji dan membuat kontrak politik kepada semua Capres, semua Caleg dan semua calon pemimpin daerah untuk "mau berjanji" (membuat social contract) dengan rakyat untuk mengembalikan kedaulatan rakyat" dari tangan partai politik, dengan:

1). Membatalkan UU MD3, dan mengembalikan hak recall (PAW) kepada rakyat.

2). Membatalkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, khususnya pasal 222, yang dikenal dengan istilah Presidential Threshold 20%.

3). Memisahkan semua anggota Legislatif, DPR, DPD dan DPRD dari ikatan partai politik dengan UUD atau UU tersendiri.

4). Membatasi kedaulatan partai politik dan keberadaan partai politik tidak boleh memiliki kekuasaan dan kedaulatan lebih tinggi dari kedaulatan rakyat dengan membatalkan UU partai politik dan menggantinya dengan UU partai politik yang lebih demokratis.

5). Memisahkan "text asli" UUD 1945 dengan text 4x amandemen, sebab text asli UUD 1945 dengan segala kekurangan dan kelebihannya harus dijaga, dihormati dan dilestarikan sebagai jada, karya dan hasil compromised version dari para pendiri NKRI.

Karena itu, text asli UUD 1945 harus dibiarkan utuh dan dipisahkan dengan semua text 4x amandemen, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat (AS).

Kelima hal di atas itulah yang saat ini harus diminta dan ditodongkan kepada semua Capres, Caleg,dan pemimpin daerah 2024.

Apa untungnya kalian mendukung seorang Capres, tetapi tidak mau membuat janji politik secara "tertulis" dengan rakyat?

Jadi kalau ada Capres yang mau dan berani membuat 5 janji politik (social contracts) di atas secara tertulis dengan rakyat, maka siapapun nama Capres itu, masih akan sangat menguntungkan rakyat.

Daripada seorang Capres yang keren, pinter, religious, pinter berbicara, pinter berbahasa Jawa, Inggris dan Arab, punya prestasi politik segudang dan punya title sepanjang kereta api, tetapi tidak mau dan tidak berani membuat janji politik dan social contracts dengan rakyat untuk melakukan 5 perubahan di atas!

Percuma, karena tidak menguntungkan rakyat dan hanya menguntungkan oligarchs!

Karena selama kedaulatan rakyat itu masih dikuasai partai politik, jangan berharap ada perubahan politik di tanah air Indonesia!

Prove me I am wrong on this! Silakan dibuktikan saya salah dalam soal ini!

Voting dalam Pemilu (Pilsung) dan Voting dalam Deliberation di Parliamen (DPR/Congress) itu 2 hal yang berbeda, baik secara konsep, prinsip, sistem, proses, prosedur, dan mekanismenya jauh sangat berbeda!

1). Dalam Pilsung (Pemilu), One Man-One Vote artinya memang satu hidung punya 1 suara.

Justru bila ada 1 hidung memiliki atau mewakili ratusan, ribuan atau jutaan suara, seperti system Noken di Irianjaya di mana 1 Kepala Suku mampu influence dan directing semua anggota suku untuk memilih satu kandidat atau satu partai politik itu yang salah kaprah dan tidak demokratis.

Karena Pemilu (Pilsung) adalah manifestasi, aktualisasi dan implementasi dari sistem pemerintahan Direct-Democracy!

Di mana rakyat sendirilah yang langsung memberikan suara dan mandat kepada seorang calon pemimpin bangsa dan wakil-wakil rakyat di pemerintahan.

Itulah Direct-Democracy!

2). Tapi beda dengan sistem, proses, prosedur dan mekanisme Representative-Democracy, seperti dalam Deliberation dan Voting di Parliament (DPR).

Semua anggota Legislative (DPR) adalah representatives of the people (wakil-wakil rakyat), sebagai manifestasi atau cerminan dari Representative-Democracy.

Karena semua anggota Legislative (MPR, DPR, DPD) itu adalah mewakili rakyat (representing the people), bukan mewakili partai politik!

Juga bukan menjadi boss rakyat, kemudian mengkudeta kedaulatan rakyat dan berbalik posisi dan status menjadi wakil-wakil partai politik. Anggota legislative adalah wakil rakyat, bukan wakil partai politik.

Karena dalam prinsip-prinsip demokrasi, yang ada hanyalah kedaulatan rakyat, tidak ada satupun dari 11 prinsip demokrasi yang memberikan dan menyebutkan kedaulatan partai politik!

Dalam Deliberation dan Voting di Parliament (DPR); proses pengambilan keputusan di Parliament (DPR) atau yang dikenal dengan istilah Deliberation, konsep demokrasi One Man-One Vote bukan berarti suara 10 rondo ucul mengalahkan suara 1 profesor.

Itu pengertian konsep One Man-One Vote yang salah, dan jelas tidak paham prinsip demokrasi khususnya on separation of power, checks and balances.

Perlu diketahui, suara 1 anggota DPR atau DPD dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur mewakili puluhan juta suara rakyat daerah, yang jauh lebih besar dibanding wakil anggota DPR dan DPD dari Irianjaya atau Maluku.

Jadi tidak mungkin dalam Representative-Democracy, konsep One Man-One Vote dalam deliberation diartikan suara 10 rondo ucul mengalahkan suara 1 orang profesor! (*)

1017

Related Post