Jangankan Tiga Periode, Dua Saja Rakyat Sudah Jenuh
by Tarmidzi Yusuf
Bandung FNN - Belum ada alasan logis dan ilmiah wacana presiden tiga periode. Jalan periode kedua saja, rakyat sudah tidak kuat menanggung tekanan hidup sehar-hari. Beban untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup rakyat sehari-hari sudah semakin memberatkan. Kondisi ini sebagai akibat dari tata kelola negara yang amburadul, suka-suka hati dan tidak paham apa yang dikerjakan.
Negara diurus tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan benar. Adakah yang bisa menjelaskan keberhasilan rezim ini selama Jokowi menjadi presdiden secara ilmiah? Misalnya, ekonomi mengalami lompatan pertumbuhan yang spektarkuler. Dari 5% yang ditinggaalkan Soesilo Bambang Yudhoyono di Oktober 2014, naik menjadi 6% atau 7%?
Faktanya pertumbuhan ekonomi bukannya bertambah baik, namun malah terjun bebas, dengan angla pertumbuhan ekonomi minus. Selama tahun 2020 saja, Indonesia telah mengalami pertumbuhan minus -2,07%, demikian ditulis (Binis Indonesia.com 07/02/2021). Dengan demikian, selama Jokowi menjabat telah mengalami pertumbuhan eknomi minus -7,07% dari sebelumnya pertumbuhan ekonomi 5,6% ketika ditinggal SBY pada 20 Oktober 2014 lalu.
Ketergantungan negara terhadap utang luar negeri bukannya semakin berkurang. Malah semakin ugal-ugalan di eranya Jokowi menjadi presiden. Utang pemerintah sejak Presiden Soekarno sampai SBY akhir 2014 hanya sebesar Rp. 2.982 triliun. Jumlah itu, terdiri dari utang luar negeri pemerintah Rp 1.881 triliun, dan utang dalam negeri yang berbentuk Surat Utang Negara (SUN) Rp. 1.101 trliun.
Sekarang total hutang pemerintah sampai akhir Februari 2021 adalah Rp. 6.390 triliun. Jumlah tersebut, terdiri dari utang luar negeri pemerintah Rp. 3.034 triliun, dan utang dalam negeri yang berbentuk SUN Rp. 3.356 triliun Dengan demikian, hanya dalam enam setengah tahun pemerintahan, Jokowi telah sukses dan berhasil membuat hutang pemerintah Rp. 3.408 trliun.
Pemerintahan Jokowi telah berhasil menyapu bersih prestasi seluruh utang pemerintah yang dibuat sejak Republik Indonesia berdiri 17 agustus 1945 lalu, yang hanya Rp 2.982 triliun. Hebat sekali Jokowi. Prestasinya yang sangat luar biasa dan spektakuler adalah menciptakan utang pemerintah yang melampaui enam presiden sebelumnya. Patut mendapatkan rekor dari Mesium Muri dari Jaya Suprana.
Sekarang Parlemen lemah. DPR berhasil dikangkangi dengan UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Corona yang namanya sangat panjang itu. Akibatnya, penegakan pukum parah. Tajam ke oposisi, dan tumpul ke koalisi. Diskriminasi dan kriminalisasi. Habib Rizieq Shihab (HRS) ditangkap. FPI juga dibubarkan. Laskarnya enam orang dibunuh. Sidang pengadilan dengan online. Kenapa takut dengan sidang offline?
Kedzaliman yang bagaimana lagi yang hendak kalian sembunyikan? Menguatkan asumsi bahwa hukum hanya ditegakan berdasarkan pesanan cukong dan penista agama. Korupsi juga semakin menggurita. BUMN berguguran dan collapse, terjerat oleh utang, dan core business terancam diambil alih swasta. Sistem ekonomi kapitalistik dan liberalistik merajalela.
Sistem multi partai mengarah ke eksisnya partai tunggal. Partai dan ketua umum telah terkooptasi oleh oligarki politik bercitarasa RRC komunis. Politik penuh dengan rasa dendam, kebencian dan permusuhan terhadap pemeluk agama mayoritas. Petugas partai hanya melaksanakan skenario sesuai agenda pemodal dan operator. Komandan operator lapangan adalah geng jenderal merah.
Kalau ada rakyat yang mau agar Jokowi tiga periode. Pertanyaanya adalah, itu rakyat yang mana ya? Jangan tiga periode, dua saja rakyat sudah jenuh dan sumpek. Jangan-jangan yang punya gagasan tiga periode, hanya mempolitisasi “keluguan rakyat” dengan janji-janji palsu, dan penggiringan opini melalui lembaga survei, politisi dan pengamat partisan.
Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019 saja rakyat meragukan kalau dilaksanakan dengan jujur dan adil. Bagaimana mungkin minta tiga periode ketika Pilpres ditengarai penuh kecurangan dan banyak pemilih siluman? Ketiadaan prestasi dan reputasi kecuali hanya menjalankan agenda politik mafia taipan cukong dan jenderal merah.
Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.